NovelToon NovelToon
Tempus Amoris

Tempus Amoris

Status: sedang berlangsung
Genre:Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Cinta pada Pandangan Pertama / Cinta Seiring Waktu / Keluarga / KDRT (Kekerasan dalam rumah tangga)
Popularitas:4.9k
Nilai: 5
Nama Author: Uppa24

realita kehidupan seorang gadis yang dari kecil cacat akan kasih sayang yang sebenarnya

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Uppa24, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

klinik dan aku

Di lorong, Elvanzo baru saja masuk ke klinik. Langkahnya terhenti saat mendengar suara isakan dari balik pintu. Raut wajahnya berubah khawatir. “Ada apa di dalam?” tanyanya setengah berbisik kepada Alendrox, yang segera mendekatinya.

“Ini hanya urusan keluarga,” jawab Alendrox tenang, tetapi tidak memberi penjelasan lebih lanjut. Ia memberi isyarat agar Elvanzo tidak mendekat.

Elvanzo menatap pintu itu lama, matanya menunjukkan kebingungan bercampur rasa ingin tahu, namun akhirnya ia mengangguk. “Baiklah. Kalau begitu, aku ke ruanganku dulu,” ujarnya sebelum berbalik pergi.

...~||~...

Elvanzo melangkah menjauh setelah Alendrox memberi isyarat, menyadari bahwa mungkin ada hal yang tidak seharusnya ia ganggu. Namun, pikirannya tetap dipenuhi kekhawatiran. Di ruangan itu, ada Aluna gadis yang, meskipun jarang berbicara, tidak bisa menyembunyikan luka di balik tatapan kosongnya.

Di dalam ruangan Yuri, Aluna masih bersandar pada Yuri dengan pundak yang bergetar pelan. Tangannya menggenggam tisu yang hampir hancur karena terlalu erat.

“Kau tahu kau bisa menceritakan apa pun padaku, bukan?” bisik Yuri sambil membelai lembut punggung Aluna. Ia mengenal adiknya lebih baik daripada siapa pun, dan mengetahui bahwa di balik keheningan itu, ada badai yang belum sepenuhnya reda.

“Balqiz... Navin...” kata-kata itu keluar lagi dari mulut Aluna, suaranya patah-patah, tetapi kini lebih dalam, seolah memiliki berat yang tak tertahankan. Ia menarik napas panjang, mencoba meredakan gejolak di dadanya. “Aku tidak tahu kenapa aku masih bisa merasa seperti ini. Aku ingin melupakan semuanya, tapi... itu tidak mudah, Yuri.”

“Tidak apa-apa, Aluna. Itu wajar,” ujar Yuri lembut.

 “Rasa sakit itu butuh waktu, tapi kau tidak harus melaluinya sendirian. Aku ada di sini, ada aku dan ale begitupun ibuku . Kami semua peduli padamu.”

Aluna mengangguk perlahan di tengah tangisnya. Kata-kata Yuri perlahan meresap, seperti selimut tipis yang menenangkan kulit yang terluka.

Sementara itu, di luar ruangan, Alendrox berdiri dengan lengan terlipat, menjaga agar tidak ada yang mengganggu. Ia tahu persis apa yang sedang terjadi. Tangannya memegang sebuah botol air, seolah bersiap jika diperlukan kembali. Dalam keheningan, Alendrox mendongak, memperhatikan lampu di lorong klinik. “Sudah terlalu lama dia memikul ini sendirian,” gumamnya lirih.

Elvanzo, yang berdiri di ujung lorong, terdiam. Ia memperhatikan Alendrox sebentar sebelum berkata, “Bagaimana Aluna sekarang?” rasa penasarannya itu menghentikan langkahnya menuju ruangannya

Alendrox menoleh, lalu menarik napas dalam. “Menangis. Tapi itu hal baik. Kadang menangis justru cara terbaik untuk menyembuhkan.”

Elvanzo mengangguk, tak membantah. Ia tahu itu benar, tetapi melihat Aluna yang begitu terluka membuat sesuatu dalam hatinya bergetar, rasa tidak berdaya yang perlahan berubah menjadi tekad untuk melakukan apa pun demi melihat gadis itu tersenyum lagi.

“Dia butuh waktu,” ujar Alendrox sambil melirik pintu ruangan Yuri. “Dan dia butuh orang-orang yang siap mendengarnya tanpa menghakimi.”

“Aku akan selalu di sini untuk itu,” balas Elvanzo singkat namun penuh tekad walaupun iya tahu jelas bahwa ia baru mengenal gadis itu beberapa hari.

Beberapa saat kemudian, pintu ruangan Yuri terbuka pelan. Yuri melangkah keluar, menutup pintu dengan hati-hati agar tidak mengganggu Aluna yang kini tertidur di sofa di dalam. Wajah gadis itu terlihat lebih tenang, meski jelas masih ada jejak air mata di pipinya.

“Dia butuh istirahat,” ujar Yuri dengan suara rendah kepada Alendrox dan Elvanzo.

“Kau pikir dia baik-baik saja?” tanya Elvanzo, nada suaranya penuh kecemasan yang sulit disembunyikan.

Yuri tersenyum tipis, meskipun matanya menunjukkan kelelahan. “Dia gadis kuat. Selama kita di sini untuknya, dia akan melewati ini. Tapi jangan paksa dia bicara terlalu banyak. Biarkan dia yang menentukan kapan dia siap.”

Elvanzo mengangguk pelan, menatap pintu yang tertutup itu seolah sedang memberikan doa tanpa suara. “Baiklah. Kalau begitu, aku akan menunggu,” gumamnya.

Saat langit di luar mulai berubah warna menjadi gelap namun, di penuhi bintang malam, suasana di klinik perlahan mereda. Di balik pintu itu, Aluna mungkin masih tertidur tetapi kali ini, dia tahu, dia tidak sendirian.

...~||~...

Waktu menunjukkan pukul delapan malam. Aluna perlahan membuka matanya, sadar dari lelap yang tak disengaja. Ruangan tempatnya berada terasa sepi, kosong, dan sedikit redup karena hanya diterangi lampu di sudut. Ia menatap sekeliling dan menyadari tak ada siapa-siapa di sana. Merasa janggal, Aluna bangkit pelan, membetulkan posisi jaket tipis yang terlipat di pangkuannya, dan melangkah keluar ruangan dengan langkah kecil.

Lorong klinik terlihat lengang, hanya diiringi suara samar alat pendingin ruangan. Aluna berhenti sejenak, berpikir. Namun langkahnya langsung terhenti ketika sebuah suara berat menyebut namanya.

“Aluna?” suara itu adalah milik Elvanzo. Pria itu berdiri di ujung lorong, mengenakan jas putih, tampak terkejut sekaligus lega melihat Aluna keluar dari ruangan. Langkahnya mendekat perlahan.

“Maaf... aku tertidur,” ujar Aluna dengan nada rendah, hampir seperti bisikan. Pandangannya tertunduk, tak berani menatap pria yang kini berada tepat di hadapannya , apalagi dengan matanya yang masih meninggalkan jejak merah.

“Tak apa,” balas Elvanzo singkat. Ekspresinya tetap ramah, tak ingin membuat Aluna merasa semakin bersalah. Ia tahu, gadis itu jelas butuh istirahat setelah hari panjang yang dilalui.

“Kau butuh sesuatu?” tanyanya, mencoba mencairkan suasana yang masih terasa kaku.

Aluna menggeleng, pelan namun pasti. Ia memandang lantai, menandakan bahwa ia tak membutuhkan apa pun.

Elvanzo mengangguk kecil. “Baiklah,” jawabnya tenang. Ia baru akan melangkah pergi ketika suara pelan Aluna kembali menghentikan langkahnya.

“Di mana Kak Yuri dan Kak Ale?” tanya Aluna ragu.

Elvanzo berbalik, kali ini memberikan senyuman yang sedikit lebih lebar. “Mereka sedang keluar makan malam. Seharusnya sebentar lagi mereka kembali,” jelasnya sambil menunjuk ke arah luar, seolah memberi Aluna kepastian.

“Oh.” Aluna menjawab singkat, namun merasa tak enak telah menahan langkah Elvanzo. “Kalau begitu... apa ada yang bisa kubantu di sini?” tambahnya, kali ini dengan suara lebih ragu.

Elvanzo tertawa kecil, suara tawanya menggema lembut di lorong. “Tak perlu, Aluna. Kau sudah cukup lelah hari ini . Malam ini tak ada pasien di bagian saya. Jadi istirahatlah, itu lebih penting.”

Gadis itu mengangguk pelan. Ia menyunggingkan senyum kecil yang nyaris tak terlihat, tapi itu cukup untuk menunjukkan rasa terima kasihnya. “Baiklah, kalau begitu,” ujarnya lirih.

Setelah itu, Aluna berbalik kembali ke ruangan tempatnya tadi, sementara Elvanzo memperhatikannya sampai pintu menutup di belakang gadis itu. Elvanzo menarik napas panjang sebelum melanjutkan langkahnya, kembali ke mejanya untuk melanjutkan pekerjaan yang belum selesai.

"gadis yang menarik namun penuh tanda tanya " gumam elvanzo tanpa sadar memikirkan aluna di tengah pekerjaan yang sedang ia kerjakan

1
Lilovely
Mangat thor/Applaud/
Anonymous
semangat
Anonymous
aku suka banget ceritanya
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!