" Mau gimanapun kamu istriku Jea," ucap Leandra
Seorang gadis berusia 22 tahun itu hanya bisa memberengut. Ucapan yang terdengar asal dan mengandung rasa kesal itu memang sebuah fakta yang tidak bisa dipungkiri.
Jeanica Anisffa Reswoyo, saat ini dirinya sudah berstatus sebagai istri. Dan suaminya adalah dosen dimana tempatnya berkuliah.
Meksipun begitu, tidak ada satu orang pun yang tahu dengan status mereka.
Jadi bagaimana Jea bisa menjadi istri rahasia dari sang dosen?
Lalu bagaimana lika-liku pernikahan rahasia yang dijalani Jea dan dosennya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon IAS, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Istri Rahasia 08
Sekitar subuh Lean sudah sampai di Jakarta. Dia tidak langung pulang ke rumah tapi memilih kembali ke apartemen. Hal yang pertama kali harus ia lakukan adalah menghubungi bengkel langganannya. Lalu dia harus mengisi apartemen dengan beberapa barang yang diperlukan.
Ya hari ini Lean tidak akan pulang ke rumah, banyak hal yang musti dia urus dan setidaknya sehari di luar rumah akan menjadi lebih bebas ketimbang dia kembali pulang.
" Oke, mobil udah masuk bengkel. Jadi tinggal ngurus cuti ke kampus. Buseet, ngurus cuti kan kudu ketemu sama Mama atau Papa. Hadeeeh, mereka berdua kan yang jelas bisa kasih izin cuti. Terus kira-kira aku kudu ngasih alesan apa coba."
Lean mengacak rambutnya kasar. Dia tengah berpikir keras saat ini. Meksipun semalam dia sudah bicara kepada papanya, tapi tetap saja rasanya tidak puas jika tidak laporan langsung ke kampus.
" Dah lah, nggak usah aja dari pada ribet ditanya-tanya," gumam Lean. Akhirnya dia memutuskan untuk tidak pergi ke kampus dan memilih diam di apartemen untuk membereskan beberapa barang.
Ting tong
Bel apartemen berbunyi, ia bergegas membukanya karena ia yakin barang dan tukang yang ia pesan sudah datang. Ya ada beberapa bagian apartemen yang harus ia perbaiki salah satunya adalah kamar. Dia berniat tidak akan menggunakan kamar yang sama dengan Jea sebelum menikah sah secara agama. Dia bertekad untuk tidak menyentuh Jea sebelum orang tuanya tahu, maka dari itu kamar yang awalnya ia fungsikan sebagai tempat kerja nya akan ia kembalikan fungsinya seperti semula.
Dan selama sehari itu Lean benar-benar hanya di apartemen untuk mengawasi jalannya pekerjaan. Besok baru dia akan mengisi kamar tersebut dengan perlengkapan. Mulai dari tempat tidur, kasur, lemari dan lain sebagainya.
" Pak Dosen, sisanya besok ya?"
" Oh iya Pak, udah sore ternyata. Makasih ya Pak."
Tukang tersebut pamit undur diri, masih ada pekerjaan yang tersisa tapi akan diselesaikan esok. Dan Lean malam ini benar-benar bisa kembali tidur dengan tenang. Setelah dia tidak istirahat dengan benar dari dua malam sebelumnya, kali ini dia bisa merebahkan tubuhnya.
Berbeda dengan Jeanica, gadis itu masih sibuk menerima tamu. Para pelayat masih datang hingga hari ini. Hanya saja kondisi Desi sudah jauh lebih baik, dia terlihat lebih tegar ketimbang kemarin. Desi juga bisa menerima tamu dengan lebih nyaman sehingga bisa mengobrol untuk menanggapi tamu.
Hingga pukul 8 malam, tamu masih datang meskipun tidak sebanyak siang tadi. Lantunan ayat suci juga masih Akbar suarakan untuk mendoakan sang ayah.
" Nduk, Pak Dosen kapan ke sini nya lagi?"
" Kurang tahu Bu, katanya setelah menyelesaikan urusan akan ke sini. Tapi Bu, Jea ngarsa jangan terlalu berharap sama Pak Dosen. Bu, Pak Dosen itu bukan dari keluarga sembarangan. Jea merasa kita tuh nggak sepadan dan kayaknya kita cuma akan jadi beban beliau."
Degh!
Desi langung menolehkan wajahnya ke arah Jea. Tasbih yang sedari tadi ia putar langsung terhenti karena fokus dengan apa yang akan dikatakan putri sulungnya setelah ini.
" Maksudmu piye to nduk?" tanya Desi dengan raut wajah tidak mengerti.
Jea mengambil nafasnya dalam-dalam dan membuangnya perlahan. Ia lalu mengambil ponsel, menunjukkan profil keluarga Lean serta keluarga Dwilaga yang lain. Disana tertulis lengkap siapa saja orang yang dibelakangnya menyandang nama Dwilaga.
Terang saja Desi terkejut melihat nama-nama itu. Apa yang dikatakan putrinya benar adanya bahwa keluarga mereka sangat jauh dengan keluarga itu. Pemilik universitas, pemilik rumah sakit dan anak turunannya memiliki perusahaan yang besar dimana orang-orang yang memiliki otak cerdas berkumpul di sana.
Meskipun Desi merupakan seorang guru SMP tetap saja dia merasa insecure dengan kepunyaan pria yang baru dua hari menjadi menantunya. Ia pun seolah setuju dengan apa yang dikatakan oleh Jea.
" Tapi Jea, terus kamu kedepannya gimana?"
" Bu, kalau seandainya ada wanita yang Pak Dosen sukai nanti, aku akan minta diceraikan. Wasiat Bapak kan udah dilakuin yakni kita nikah, tapi seiring berjalannya waktu kita nggak bisa maksa hati juga kan Bu. Dan aku udah bilang ke Pak Dosen kalau jangan ngasih tahu keluarganya soal pernikahan ini. Tapi sebenarnya Pak Lean ada ngomong yang lain."
Desi mengerutkan kedua alisnya, dia penasaran dengan cerita Jea yang tiba-tiba dipotong itu. Ia ingin tahu tanggapan Lean melalui cerita Jea.
" Ngomong apa?"
" Ehmm katanya di keluarga dia tuh punya prinsip bahwa nikah tuh cuma sekali, jadi dia nggak akan pernah mau pisah sama aku. Malah dia mau segera buat ngesahin pernikahan kita."
Sebenarnya bukan sesuatu yang aneh jika Desi dan Jeanica merasa tidak yakin dengan ucapan Lean. Ibarat zaman ini masih mengenal kasta, mereka benar berada di kasta yang jauh dengan Lean. Tapi ucapan terakhir Jea tentang Lean membuat sebuah titik keyakinan di hati Desi bahwa Lean dan keluarganya tidak melihat orang dari status sosialnya.
" Nduk, pesen ibu adalah kamu udah jadi istri sekarang jadi suamimu menjadi prioritas utama buat mu. Patuhi setiap ucapannya jika itu memang benar dan baik. Dan kalau kamu diminta ikut bersamanya ya kamu harus ikut. Ingat itu."
" Tapi Bu, Ibu sama Akbar gimana?"
" Lho, Ibu sama Akbar ya ndak gimana-gimana. Kamu ikut suamimu ke Jakarta kan bukan berarti kamu udah nggak jadi anak Ibu. Kamu bisa pulang dengan leluasa. Kamu di Jakarta juga buat nyelesein kuliah kamu kan, disamping itu jadilah istri yang baik bagi suami mu. Ibu berdoa semoga pernikahan mu berjalan sakinan mawadah warohmah. Meskipun cara kalian menikah terbilang memaksa, tapi Ibu harap kamu benar-benar bahagia, karena itu juga permintaan Bapak mu Nduk."
Jea tidak mampu berkata-kata. Dia sudah cukup bingung dengan situasi ini. Maka biarlah apa yang terjadi kedepannya nanti menjadi rahasia yang akan ia jalani. Untuk saat ini Jea tidak mau memusingkan apa yang terjadi nanti, cukup dijalani dan diikuti saja alurnya.
Apa Jea tidak takut? Jawabannya bohong jika bilang tidak. Dia jelas takut, dia takut dianggap memanfaatkan situasi dan kondisi. Dia takut dituduh sebagai seorang wanita yang mengambil keuntungan dari seorang pria kaya. Dia takut disebut sebagai wanita materialistis. Tapi untuk saat ini dia hanya perlu menjalani takdir yang diperuntukkan padanya.
TBC