Gamil Arfan Wiguna sangat mengharamkan untuk balikan dengan mantan. Bahkan, dia memiliki jargon yang masih dia pegang teguh sampai saat ini.
"Buanglah mantan pada tempatnya."
Namun, kedua orangtuanya mendesak Apang untuk segera menikah karena Apang sudah dilangkahi adiknya. Di saat seperti itu, semesta malah mempertemukan Apang dengan mantan pertamanya. Perempuan yang belum Apang buang pada tempat semestinya.
Apakah Apang akan membuangnya juga ke dalam bak sampah sama seperti mantan-mantannya? Atau malah terjadi cinta lama belum kelar di antara mereka berdua.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon fieThaa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
8. Menjaga
Apang sudah memiliki izin untuk memecat kepala kebersihan tersebut. Dia tak sembarangan mengambil keputusan. Sebelumnya dia berdiskusi dengan semua petinggi Wiguna Grup perihal tindakan yang tidak adil. Juga ada beberapa hal janggal yang Apang jabarkan.
"Baru sekarang hal ini terjadi," ucap ayah Aska setelah mendengar penjelasan Apang.
"Apa gaji dan tunjangan kurang?" Kini, Daddy Aksa mulai membuka suara.
"Enggak, Dad. Semuanya sudah sesuai dengan pesan almarhum Kakek Genta," balas Agha. Reksa pun ikut membenarkan.
Beda halnya dengan Restu yang mencium aroma berbeda dari seorang Gamil Arfan Wiguna. Dia juga meyakini jikalau uncle Aksa sudah mengendus aroma yang sama.
Dan bukan hanya kepala kebersihan yang Apang pecat, pihak keamanan yang ikut serta membantu dua penculik Naira pun Apang panggil. Namun, itu tanpa sepengetahuan petinggi. Nasib mereka masih sedikit beruntung. Tidak Apang pecat, tapi dengan syarat yang begitu berat.
.
Apang menghela napas begitu berat. Dia memijat dahinya yang sedikit berdenyut. Ponsel berdering dan nama sang ahjussi yang menghubunginya.
"Makan siang kita ketemu di kedai kopi."
Apang sudah menunggu Restu di kedai kopi langganan keluarga Wiguna. Dia meyakini jika sang ahjussi sudah melacak tentang Tuan Juan dan Justin.
Sepuluh menit berselang, Restu datang dengan wajah seriusnya. Dia memberikan iPad yang dia bawa. Mata Apang dengan serius melihat data yang didapatkan oleh Restu.
"Ini yang buat gua dan Uncle sangat berhati-hati," jelasnya.
"Lalu, pemilik asli perusahaan itu siapa?"
"Lagi gua serahin ke Reksa. Soalnya gua gak bisa nembus ke situ. Kalau Reksa juga tetap gak bisa, akan Reksa serahkan ke temannya yang di Jepang."
Apang pun mengangguk mengerti karena Tuan Juan dan Justine bukan orang sembarangan. Mereka adalah pemilik perusahaan besar di negeri ini.
"Lu lagi kenapa? Apa ada yang sedang lu perjuangkan?"
Pertanyaan Restu membuat Apang sedikit bingung harus menjawab apa. Diamnya Apang membuat Restu tersenyum tipis.
"Office girl macam apa yang mampu membuat lu bisa jadi manusia seserius ini?" sindir Restu.
"Apaan sih? Gak jelas!"
Restu pun tertawa. Dia sudah menghisap rokok pertama yang dia bakar. Menatap Apang dengan begitu dalam.
"Apang serius salah, gak serius lebih salah. Aneh!" omel Apang.
.
Di rumah sakit, Naira terus melihat ke arah pintu. Dia tengah menunggu Apang datang. Sudah jam dua siang, lelaki itu belum juga datang. Ada rasa takut dari raut wajahnya. Dia takut jika dua pria biadab itu datang ke rumah sakit. Apapun bisa mereka lakukan.
Makanan yang sudah perawat antarkan pun belum dia sentuh sama sekali. Hatinya akan berdegup hebat jikalau ada petugas kebersihan membersihkan kamar yang dia huni.
Jam lima sore barulah Apang datang ke rumah sakit. Dahinya mengkerut ketika melihat nampan makanan masih tertutup plastik wrap. Sedangkan Naira tertidur dengan posisi meringkuk bagai anak bayi. Telapak tangan Apang mengusap lembut ujung kepala Naira. Perlahan mata Naira terbuka. Apang terkejut ketika tangan Naira memeluk perutnya dengan sangat erat.
"Kenapa?"
"Aku takut."
Dahi Apang mengkerut. Di luar ada dua orang yang ditugaskan untuk menjaga Naira. Apa mungkin orang suruhannya tidak bekerja?
Tangan Apang kembali mengusap lembut ujung kepala Naira. Perlahan, Naira pun mengendurkan pelukannya. Menatap Apang yang berdiri di samping ranjang pesakitan.
"Di luar seperti ada orang yang mondar-mandir dan melihat ke dalam jika perawat atau petugas kebersihan membuka pintu. Aku juga takut setiap kali petugas kebersihan datang, takutnya itu suruhan mereka."
Apang menghela napas kasar. Kini, dia duduk di samping ranjang pesakitan Naira. Menatapnya dengan begitu dalam.
"Jangan takut selagi gua ada di samping lu."
Mata Naira berkaca. Dan tak terasa bulir bening menetes begitu saja. Ibu jari Apang mengusap air mata yang sudah meluncur di pipi Naira. Mereka hanya saling pandang dengan rasa yang mereka tahan.
.
"Gua gak bisa ke sini nanti siang. Lu juga jangan takut. Di luar ada yang jaga."
Naira mengangguk sebelum Apang pergi. Helaan napas kasar keluar dari mulut Naira. Yang ada di kepalanya kini adalah sang bunda. Bagaimana kondisi sang bunda? Juga ada ketakutan karena dua pria biadab itu bisa saja mencelakai bundanya.
Sedangkan di kontrakan yang Naira huni, Apang sudah menyewa perawat untuk bunda Nena. Pagi inipun dia menyempatkan diri untuk mengunjungi bunda Nena.
"N-nai--"
Apang melirik ke arah perawat. Perawat pun menjelaskan.
"Dari semalam pasien seperti ini."
Apang merasakan jikalau bunda Nena mencari Naira. Insting seorang ibu begitu tajam.
"Tolong tinggalkan saya berdua dengan Ibu Nena."
Apang sudah duduk di lantai di samping kasur tipis yang bunda Nena gunakan.
"Tante," panggil Apang. Dia mulai meraih tangan putih bunda Nena.
"Masih ingat sama Arfan? Lelaki yang pernah Tante minta untuk menjaga Naira."
Apang berkata dengan penuh perasaan. Matanya pun nanar. Bibirnya tersenyum kecil.
"Maaf, Arfan baru bisa ketemu Tante dan Naira lagi. Selama sepuluh tahun ini Arfan seakan kehilangan jejak kalian." Kembali Apang menghela napas kasar.
"Tante jangan khawatir, ya. Naira sedang Arfan jaga sesuai keinginan Tante tempo hari. Juga Arfan akan menjaga Tante dan mengusahakan kesembuhan Tante."
Apang melihat bulir bening menetes di ujung mata bunda Nena. Dia seakan mengerti dengan apa yang dikatakan oleh Apang.
"Jangan nangis, Tan. Arfan yakin kalian akan bisa melalui semuanya. Kalian adalah dua wanita hebat."
Perawat kembali masuk. Dia menyerahkan obat yang baru saja diambil dari dokter yang menangani bunda Nena.
"Pak, ini obatnya."
Apang mengambil obat yang biasa bunda Nena minum. Dia memang tak mengerti perihal obat-obatan. Namun, feelingnya mengatakan jika ada yang tak beres dengan obat tersebut.
Dua orang yang bertugas menjaga rumah kontrakan Naira pun memberikan laporan jikalau ada dua orang yang terus bolak-balik ke kontrakan tersebut.
"Mereka berdua selalu memakai topi dan masker, Pak. Jadi, kami tidak melihat jelas wajah mereka," jelas salah seorang pria yang Apang tugaskan.
"Setelah mereka pergi, kami sepakat untuk mengumpulkan bapak-bapak agar nongkrongnya di sini sekalian jaga-jaga. Dan supaya dua orang yang kemarin tak terlalu curiga kepada kami." Ide dua orang suruhan Apang memang cemerlang.
"Jangan sampai lengah dan kecolongan."
"Siap, Pak!"
.
Bukannya ke kantor Wiguna Grup, Apang malah datang ke kantor AdT. Corp. Di mana dia sudah membuat janji dengan baba Raditya Addhitama juga Khairan Kharisma.
"Tumben banget lu?" sergah Khairan yang tak lain adalah menantu ketiga baba Radit. Juga suami dari kakak sepupu Apang, Aleeya.
"Ikut Apang."
Mertua dan menantu itu saling pandang ketika mereka diajak ke sebuah kontrakan yang begitu kumuh. Mata mereka berdua melebar ketika ada seorang wanita terbaring lemah tak berdaya di dalam kontrakan tersebut.
"Itu siapa, Pang?" tanya Khairan.
Apang tak menjawab, dia malah menyerahkan obat kepada mereka berdua. Kompak dahi mereka mengkerut. Kemudian, menatap ke arah Apang.
"Dokter bodoh mana yang memberikan obat ini?"
...***To Be Continue***...
Aku up lagi nih, coba atuh minta komennya. Kayaknya makin sedikit aja.
Glirn udh blikn sm mntan,mlah d sruh naik mbil smpah.....
nsibmu y pang pang... 🤣🤣🤣
kereeen abang Er....
semangat.....