Rafael Graziano Frederick, seorang dokter spesialis bedah, tak menyangka bahwa ia bisa kembali bertemu dengan seorang gadis yang dulu selalu menempel dan menginginkan perhatiannya.
Namun, pertemuannya kali ini sangatlah berbeda karena gadis manja itu telah berubah mandiri, bahkan tak membutuhkan perhatiannya lagi.
Mirelle Kyler, gadis manja yang sejak kecil selalu ingin berada di dekat Rafael, kini telah berubah menjadi gadis mandiri yang luar biasa. Ia tergabung dalam pasukan khusus dan menjadi seorang sniper.
Pertemuan keduanya dalam sebuah medan pertempuran guna misi perdamaian, membuat Rafael terus mencoba mendekati gadis yang bahkan tak mempedulikan keselamatan dirinya lagi. Akankah Mirelle kembali meminta perhatian dari Rafael?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon PimCherry, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
SAYA!
"Kita mau pergi ke mana, Raf?" tanya Yasa yang langsung ditarik begitu saja oleh sahabatnya, sesaat setelah ia menyerahkan laporan magannya pada sang dosen pembimbing.
"Ikut saja, tidak usah bawel," ujar Rafael.
Rafael membawa Yasa ke arah parkiran mobil lalu memaksa sahabatnya itu untuk masuk ke dalam mobil dan duduk di kursi samping kemudi.
Yasa berdecak kesal ketika melihat Rafael mengemudikan mobilnya dengan kecepatan tinggi.
"Pelan pelan sedikit, Raf. Aku masih mau hidup. Aku belum menikah, belum punya anak. Kalau kamu mau mati, sendiri saja, jangan ajak ajak," ujar Yasa sambil berpegangan di pegangan pintu dan kursi yang ia duduki.
"Kalau pelan pelan, nanti terlambat. Hari ini Marco akan pergi ke bandara. Aku yakin ia mau menjemput Mirelle."
Yasa menghela nafasnya kasar, "Kalau tak mau terlambat, tadi kamu pergi saja sendiri, tidak perlu mengajakku."
"Aku membutuhkan bantuanmu, Yas. Kamu harus memegangi Marco sementara aku berbicara dengan Elle," ucap Rafael.
"Apa yang sebenarnya ingin kamu bicarakan? Ia tidak mengganggumu, Raf. Aku jadi heran denganmu. Ketika Mirelle di sini, kamu menjauh bahkan merasa Mirelle mengganggumu. Namun ketika ia tak ada, kamu seperti orang yang kesetanan karena kehilangan," gerutu Yasa.
Namun, Rafael sama sekali tak menanggapi ucapan Yasa. Ia terus saja melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi, hingga akhirnya mereka sampai di bandara.
"Lihatlah, itu Marco!" tunjuk Rafael saat melihat Marco yang baru saja memasuki area gedung bandara.
Rafael segera turun dari mobil dan membiarkan mobilnya terparkir begitu saja di area drop off. Seorang petugas keamanan meneriakinya tapi tak digubris oleh Rafael.
"Hanya sebentar saja, Tuan. Sahabatku itu lagi jatuh cinta, jadi agak sedikit kurang waras," ujar Yasa, "Saya titip mobilnya dulu ya. Tenang saja, nanti tip nya besar."
Yasa pun segera berlari meninggalkan petugas keamanan tersebut untuk menyusul Rafael. Ia menggerutu terus menerus karena Rafael justru malah meninggalkannya, yang mengakibatkan dirinya tersasar.
"Ini anak ya, ngajak tapi ninggalin. Maunya apa sih?" karena tak menemukan Rafael, Yasa segera mencari kursi dan duduk. Ia akan menunggu Rafael saja di sana.
Sementara itu, Rafael mengendap endap mengikuti langkah Marco. Ia tak mau jika Marco sampai menyadari kehadirannya. Sahabatnya itu pasti akan mengusirnya.
Marco berhenti di pintu kedatangan, sementara Rafael bersembunyi di balik tiang.
*****
"Bagaimana, sudah bertemu?" tanya Yasa saat melihat Rafael kembali.
"Tidak."
"Tidak? Tidak apa maksudmu?"
"Aku tidak bertemu dengannya," ucap Rafael.
"Lalu, siapa yang dijemput oleh Marco?" tanya Yasa.
"Aku tidak tahu. Seorang wanita."
"Wanita? Apa itu kekasihnya?" tanya Yasa yang jiwa ingin tahu nya mulai meronta ronta.
Rafael berdecak kesal, "Wanita itu sepertinya seusia dengan Mommyku. Tidak mungkin kan Marco menyukainya."
"Berarti rencanamu gagal lagi, Raf," ucap Yasa.
Rafael menghela nafasnya, "Apa aku tidak punya kesempatan lagi, Yas?"
"Kesempatan apa? Sebenarnya aku bingung denganmu. Apa tujuanmu bertemu dengan Elle? Dia sudah melepaskan dan tak mengganggumu. Itu semua sesuai keinginanmu, lalu sekarang apa lagi yang kamu inginkan?"
"Ntah lah Yas, tapi aku merasa kosong di sini," ucap Rafael sambil menunjuk da da nya.
"Ku rasa, tanpa kamu sadari kamu telah mencintai Mirelle, Raf. Tapi sayangnya, semua sudah terlambat. Sudah tiga tahun, ia pasti sudah melupakanmu. Bisa juga ia sudah memiliki pria yang ia sukai," ucap Yasa.
Rafael kembali menghela nafasnya kemudian menunduk.
"Kita pulang, Yas," ajak Rafael. Keduanya melangkah menuju ke luar di mana tadi Rafael meninggalkan mobilnya. Namun saat keluar, mereka tak menemukan mobil mereka.
"Itu petugas keamanannya," ucap Yasa yang mengenali petugas keamanan tersebut.
Mereka berlari mendekat, "Di mana mobilku?"
"Mobil anda?" tanya petugas tersebut.
"Kamu mengenaliku kan?" tanya Yasa, "Aku tadi yang menitipkan mobil sebentar di sini. Yang aku bilang kalau sahabatku itu gila karena jatuh cinta."
Rafael langsung menoleh dan menatap sahabatnya itu, "Kamu mengatakan itu?!"
Yasa menatap Rafael dan tersenyum sambil memamerkan giginya, "aku harus mencari alasan karena kamu parkir sembarangan dan langsung melarikan diri begitu saja."
"Lalu di mana mobilku sekarang?" tanya Rafael.
"Di mana mobil sahabatku?" tanya Yasa pada petugas keamanan itu.
"Di bawa mobil derek."
"What?! Aku menitipkannya padamu, bahkan berjanji akan memberikan tip yang besar," ucap Yasa.
"Anda bisa mengambilnya di bagian ketertiban, Tuan," ucap petugas keamanan tersebut kemudian kembali melayani beberapa orang yang ingin bertanya padanya.
Rafael dan Yasa menghela nafasnya. Namun mereka tak bisa marah pada petugas itu karena ini memang kesalahan mereka.
"Makanya kalau bucin akut itu harus tetap berpikiran jernih," gumam Yasa yang masih terdengar oleh Rafael.
"Bicara sekali lagi, aku tinggal kamu di sini!" ancam Rafael.
"Tak apa, tapi beri aku ongkos. Kamu yang membawaku ke sini, jadi kamu harus bertanggung jawab."
Mereka akhirnya pergi menuju bagian ketertiban untuk mengambil mobil mereka dan membayar denda.
*****
Tiga tahun kembali berlalu dan kini Rafael telah menjadi seorang dokter spesialis bedah. Meskipun masih dalam kategori dokter baru, tapi kemampuan yang ia miliki sudah diperhitungkan.
Sudah enam tahun berlalu sejak terakhir Rafael bertemu Mirelle. Gadis itu benar benar tak menampakkan diri lagi. Rafael sendiri mulai menjalani hari seperti biasa, hanya saja ia lebih banyak menghabiskan waktunya untuk bekerja.
"Berkumpul! Berkumpul!" tiba tiba saja ruang dokter yang tadinya sunyi, kini menjadi sedikit gaduh.
Ruangan untuk dokter dokter baru memang menjadi satu. Mereka tak mendapatkan ruangan khusus karena dianggap masih perlu banyak belajar. Bahkan ruang praktik pun mereka harus berbagi dengan mengatur jam praktik.
"Ada apa, Bob?" tanya Reagan.
"Sebagian dari kita akan dikirim ke medan pertempuran di Negara X," jawab Bobby.
"Apa? Aku tidak mau!" ucap Reagan.
"Tapi kita tak bisa menolak, Gan. Di sini kita hanya dokter junior yang harus mematuhi perintah dokter senior," ucap Bobby.
"Hei, mau dokter junior atau pun senior, kita sama sama manusia. Mereka tak bisa seenaknya menyuruh kita pergi. Apa mereka kira kita mau mati di sana. Ini bukan bencana alam, tapi medan pertempuran. Kamu tahu kan maksudku?" ucap Reagan.
Rafael yang mendengar itu hanya diam saja. Ia tak tahu apakah ia terpilih atau tidak, jadi ia tak mau terlalu percaya diri kalau ia akan terpilih.
Dokter dokter dikumpulkan di ruang serbaguna dan di sana terlihat lebih banyak dokter dokter baru. Suasana begitu berisik hingga suara pemimpin rumah sakit itu membuat semuanya diam.
"Sebelum saya mengumumkan siapa yang akan pergi, adakah yang mau mengajukan diri?" tanya pemimpin rumah sakit itu.
Suasana kembali berisik karena tak ada yang mau mengajukan diri. Mereka tahu bagaimana bahayanya berada di medan pertempuran.
"Saya!"
🧡 🧡 🧡