Ricard Dirgantara, pelayan bar yang terpaksa menjadi suami pengganti seorang putri konglomerat, Evelyn Narendra.
Hinaan, cacian dan cemooh terus terlontar untuk Richard, termasuk dari istrinya sendiri. Gara-gara Richard, rencana pernikahan Velyn dengan kekasihnya harus kandas.
Tetapi siapa sangka, menantu yang dihina dan terus diremehkan itu ternyata seorang milyader yang juga memiliki kemampuan khusus. Hingga keadaan berbalik, semua bertekuk lutut di kakinya termasuk mertua yang selalu mencacinya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sensen_se., isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 8 : TERAPI
Richard menganga, masih terkejut dengan apa yang menimpanya. Dadanya sepenuhnya basah, tetapi ia tidak merasa jijik sama sekali. Memaklumi kondisi sang istri. “Pak, Pak. Tolong berhenti dulu!” pinta Richard pada sopir taksi.
“Di depan ada pom bensin, Tuan! Kita berhenti di sana, ya,” ucap sopir tersebut.
“Ah ya, sekalian cuci mobilnya dulu. Tenang saja, semua biaya saya yang bayar,” balas Richard memijat tengkuk istrinya yang masih berusaha mengeluarkan isi perutnya.
Mobil berhenti di depan toilet umum, Richard memapah istrinya turun, menyeka wajah dan mulutnya wanita itu hingga bersih. Setelah keluar, mendudukkan Velyn di sebuah kursi. “Baju kamu masih bersih, tunggu di sini ya, aku mandi dulu!” pamit Richard mengambil baju ganti yang kebetulan mobilnya masih antre untuk dicuci.
Richard juga membelikan air mineral, membuka segelnya sebelum memberikan pada Velyn, “Ini minumlah.”
Velyn mengangguk, menerima botol tersebut dan segera meneguknya perlahan. Sedangkan Richard segera membersihkan diri.
Tak berapa lama, pria itu sudah kembali dalam keadaan yang bersih dan segar. Ia duduk di sebelah Velyn, menyandarkan kepala wanita itu di bahunya sambil menunggu mobil selesai dicuci.
“Maaf ya, Cad,” gumam Velyn dengan suara lirih.
“Iya, tidak usah dipikirkan. Lagi pula tidak membuatku terluka,” kelakar pria itu terkekeh.
Perjalanan kembali dilanjutkan setelah satu jam mereka menunggu. Tak banyak bicara, Velyn kembali tertidur. Kepalanya berdentum kuat.
...\=\=\=\=000\=\=\=\=\=...
Hari sudah berganti malam, mereka sampai di sebuah villa tempat tinggal Richard dulu bersama kakek penyelamatnya. Villa sederhana satu lantai itu dirawat dan dijaga oleh sepasang suami istri paruh baya yang Richard percaya. Karena pemiliknya sudah meninggal dunia satu tahun yang lalu.
“Paman!” panggil Richard setelah turun dari mobil.
“Loh, Nak Richard? Baru pulang?” ucap Dana—penjaga yang sedang duduk di teras villa. Bukan seperti pelayan pada umumnya, karena sedari awal Paman Dana dan istrinya sudah mengabdi lama di sana, dan mereka sudah seperti keluarga sendiri.
“Iya, hehe. Tolong bantu ambil koper saya ya, Paman. Kami akan tinggal beberapa hari di sini,” sahut Richard membukakan bagasi.
Richard menyelesaikan pembayaran, bahkan memberikan bonus yang cukup banyak untuk sopir taksi itu.
“Cad, kita di mana?” Velyn baru saja turun, saat mendengar orang bercakap-cakap. Mengedarkan pandangan pada tempat yang sangat asing di matanya.
“Lo, ini siapa, Cad? Cantik sekali!” tanya Paman Dana menarik dua koper, menghentikan langkah saat melihat Velyn.
Velyn merapatkan tubuhnya pada Richard, ia tampak ketakutan. Berdiri di belakang tubuh kekar Richard.
“Ini Velyn, istriku, Paman.”
Paman Dana membeliak, “Kau menikah? Kenapa tidak mengundang kami?” sentak pria itu memukul lengan Richard.
“Mendadak, Paman. Yasudah kami istirahat ya,” pamit Richard ketika merasakan ketidaknyamanan pada istrinya.
Richard membawanya masuk ke kamar miliknya dulu. Sederhana, tidak seluas kamar Velyn. Tapi sangat rapi, bersih dan tertata. Bi Conie selalu membersihkannya setiap hari.
“Cad, ini kopernya mau Paman beresin sekalin?” tawar Paman Dana mengetuk pintu.
“Tidak perlu, Paman. Terima kasih. Paman lanjutkan pekerjaan saja,” ujar Richard menghampiri lalu membawa koper tersebut masuk.
“Cad, pinter banget cari istri. Nemu di mana itu?” goda Paman Dana bersuara lirih.
“Di kota tetangga, Paman.” Richard tersenyum, tidak ingin menceritakan awal pertemuan mereka yang terlalu ekstrime. Richard tidak mau ada yang memberi label buruk pada istrinya.
“Ya sudah, selamat istirahat. Besok saya suruh Conie masak yang banyak buat kalian!”
“Terima kasih, Paman,” balas Richard.
Richard kembali sembari menarik koper-kopernya. Merapikan pakaian Velyn terlebih dahulu di sisi lemarinya yang tidak terlalu besar. Ia tidak langsung merapikan miliknya sendiri, karena di sana ada laptop dan beberapa dokumen yang dikirim oleh Delon. Ia tidak ingin Velyn curiga.
“Istirahatlah! Apa mau makan dulu?” tawar Richard mengambil sebuah bantal dan hendak membawanya keluar.
“Kamu mau ke mana?” tanya Velyn.
“Tidur di luar, sama Paman.”
“Bukankah kamu memperkenalkan aku sebagai istrimu? Nanti pasti banyak pertanyaan. Tidur di sini saja,” tutur Velyn menepuk sisi sampingnya.
Richard tercengang, ia sampai mengerjap berulang. Mengingat, selama ini mereka tidak pernah tidur di ranjang yang sama, kecuali saat pertama kali mereka bertemu.
“Eee ... serius enggak apa-apa?” Richard memastikan.
“Iya!” Velyn merebahkan tubuhnya lebih dulu, menarik selimut hingga setengah tubuh.
Richard bergerak kaku, merebahkan tubuhnya di sebelah Velyn. Bahkan ia berada di ujung tepi, menatap langit-langit dan tidak berani bergerak lagi.
“Vel, maaf kamar ini tak sebesar kamarmu. Bahkan sangat sederhana. Ini ... tempat tinggalku dulu,” ujar Richard.
Tidak ada sahutan apa pun, pria itu penasaran, saat menoleh sudah mendapati Velyn sudah terlelap. Richard tersenyum melihat wajah teduh istrinya. Memiringkan tubuh lalu merapatkan selimut. Lama-kelamaan, ia pun tertidur.
...\=\=\=\=0000\=\=\=\=...
Kicauan burung mulai bersahut-sahutan. Dedaunan pun saling bergesekan seiring dengan embusan angin yang menerpa. Cahaya mentari menyelusup jendela kamar hingga menggerakkan kelopak mata dua insan yang kini tengah berpelukan di atas ranjang.
Dua mata itu terbuka, saling melotot dan terkejut karena berada di posisi yang begitu intim. “Richard!” teriak Velyn mendorong lelaki itu.
Richard sendiri segera beranjak dan menjauhkan tubuhnya. “Ah, maaf! Aku ... aku tidak sengaja,” ucapnya tidak berani menoleh.
Buru-buru beranjak ke kamar mandi untuk membersihkan diri. 'Dia lupa, dia sendiri yang minta aku tidur di sana. Orang tidur mana sadar sih!' gerutunya dalam hati.
Sedangkan Velyn memilih untuk turun, membuka jendela kamar yang sepenuhnya kaca itu.
Udara segar dan sejuk langsung menerpa, rambut panjangnya yang terurai melambai-lambai. Ia menarik napas dalam-dalam, lalu mengembuskannya. Cukup menenangkan. Apalagi pemandangan di depannya sangat bagus. Pepohonan rindang, ada pegunungan dan sawah juga yang semakin memanjakan mata. Suasana yang belum pernah ia temukan selama ini.
Tetapi, sejak kejadian itu, Richard memilih tidur di lantai beralaskan selimut. Karena Velyn terlihat marah. Tujuannya ke sini untuk membantu menyembuhkan, bukan menambah beban. Karena itulah, Richard mengalah.
...\=\=\=\=\=000\=\=\=\=\=...
Selama seminggu mereka tinggal di Villa. Richard merawat Velyn dengan baik, rutin memijat terapi dan menyiapkan berbagai makanan bergizi dengan bantuan Bi Conie. Kondisi Velyn pun sudah semakin membaik, walaupun tanpa obat-obatan medis.
Richard juga mengajaknya keliling di sekitar Villa, ada danau dan pemandian air panas di sana. Velyn sangat menyukainya, menyatu dengan alam, melepas penat dan beban di pikirannya, membuat wanita itu terlihat rileks.
“Vel,” panggil Richard. Meski sudah tenang selama tinggal bersama di Villa, Velyn jarang berbicara. Hanya penting-penting saja. Tidak seperti saat sakit, yang justru terdengar manja dan banyak bicara.
Malam itu, hujan turun dengan lebatnya. Disertai guntur yang mulai bersahutan. Hawa dingin itu, sama dinginnya dengan sikap Velyn.
“Hem?” sahutnya tanpa menoleh.
“Apa sampai sekarang kamu masih membenciku?”
“Ya! Gara-gara kamu, pernikahanku dengan Gerald gagal. Kamu mengacaukan semua impianku. Andai saja malam itu kamu tidak merenggut mahkotaku, aku pasti sudah bahagia bersama Gerald sekarang.”
Richard menghela napas panjang. Duduk di lantai, bersandar pada ranjang. Satu lututnya menopang lengan kanannya. Pandangannya menerawang jauh. “Tapi, aku sendiri tidak tahu kenapa itu bisa terjadi.”
“Bullshitt! Kamu pasti memanfaatkan situasi 'kan? Melihat aku tak berdaya langsung diterkam aja!” cebik Velyn merebahkan tubuhnya. Memejamkan mata dengan paksa. Kesal karena mengingat kejadian itu.
"Memangnya malam itu kamu datang sama siapa aja? Kenapa bisa sendirian di sana?” cecar Richard penasaran.
“Ya sama sahabat-sahabat aku lah. Sonia, Wirda, Nikita! Aku ‘kan lagi ngerayain bridal shower! Iiih pokoknya kamu ngeselin, Cad!” pekik wanita itu menimpuk Richard dengan bantal, menaikkan selimut hingga menutup seluruh tubuhnya.
Richard menoleh, ada yang janggal dari keterangan Velyn. Ia berpikir selama beberapa saat, lalu beralih menyentuh pekerjaannya. Tapi, malam itu Richard tidak fokus. Ia penasaran apa yang terjadi dengannya malam itu. Banyaknya masalah yang ia hadapi membuatnya lupa, kalau harus menyelidiki hal itu.
...\=\=\=\=000\=\=\=\=...
Pagi-pagi sekali, ponsel Velyn berdering hingga mampu membangunkannya dari tidur lelap. Matanya menyipit saat melihat sang pemanggil adalah Stevy—sekretarisnya.
Buru-buru Velyn beranjak duduk dan mengangkatnya, “Halo, Stev!” sapanya dengan gugup dan dada yang berdentum hebat. Sudah seminggu melupakan pekerjaannya.
“Nona, maaf mengganggu. Tapi ada kabar baik. Dirgantara Corp telah memberikan suntikan dana yang sangat besar untuk perusahaan kita. Dan yang lebih fantatis lagi, banyak perusahaan luar negeri yang berminat untuk bekerja sama dengan kita. Mereka bilang, atas rekomendasi dari Dirgantara Corp , Nona!” lapor Stevy bersemangat.
Velyn tercengang, ia masih menyerap apa yang diucapkan sekretarisnya. Rasanya masih tidak percaya. “Coba ulangi sekali lagi,” ucap Velyn memasang telinganya baik-baik.
Pendengarannya tidak salah, Stevy mengucapkan kalimat yang sama. Velyn tersenyum begitu lebar, “Aku akan segera kembali!” ucap Velyn mematikan telepon.
“Aaaaaa! Akhirnya! Terima kasih, Tuhan!” jerit Velyn menggigit selimut yang membalut tubuhnya, untuk melampiaskan kebahagiaan. “Richard! Ayo pulang sekarang!” teriaknya mengikat rambut dan buru-buru turun dari ranjang.
Bersambung~
semoga sehat selalu 🤗🤗🤗
ck.. ck.. ck..
Malunya gak akan abis tujuh turunan..
Sulit buat Velyn.. makin cinta dech.. /Heart//Heart/
aq kasih bunga sama Vote
Mana panas pula lihat Stevy dah masuk mobil Delon