Menikah?
Setelah mengajaknya berpacaran secara tiba-tiba, kini Tama mengajak Embun menikah.
"Pak Tama ngomong apa sih? nggak usah aneh-aneh deh Pak," ujar Embun.
"Aku serius, Embun. Ayo kita menikah!"
Sebenarnya tidak seharusnya Embun heran dengan ajakan menikah yang Tama layangkan. Terlepas dari status Dosen dan Mahasiswi yang ada diantara mereka, tapi tetap saja saat ini mereka berpacaran. Jadi, apa yang salah dengan menikah?
Apakah Embun akan menerima ajakan menikah Tama? entahlah, karena sejujurnya saat ini Embun belum siap untuk menikah.
Ditambah ada mantan kekasih Tama yang belum move on.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Anggi Dwi Febriana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Perhatian Tama
Setelah 2 hari kemarin Embun izin tidak kuliah dikarenakan sakit, hari ini Embun akan kembali kuliah. Terlalu lama izin juga tidak baik kan? apalagi Embun adalah mahasiswi dengan bantuan beasiswa. Sudah semestinya dia belajar dengan lebih giat dibandingkan yang lain agar beasiswa yang dia dapatkan tidak sia-sia.
"Kelas pertama, kelas Bang Tama," gumam Embun seraya menyisir rambutnya.
Selama 2 hari kemarin Embun sakit, Tama dan Amara tidak pernah meninggalkan dirinya sendirian. Dan 2 hari ini Amara bahkan menginap di rumahnya. Jujur Embun merasa sangat merepotkan dua kakak beradik itu.
"Embunn, aku lupa handuk. Tolong bawain kesini dong."
Terdengar suara Amara dari kamar mandi yang meminta tolong untuk dibawakan handuk. Ya, lupa membawa handuk saat mandi adalah salah satu kebiasaan buruk Amara. Dan Embun sudah cukup terbiasa dengan hal itu.
"Iya, sebentar Ra," jawab Embun.
Setelah itu Embun beranjak dari meja riasnya untuk mengambilkan handuk Amara. '
Tok... tok... tok...
Embun mengetuk pintu kamar mandi.
"Ini handuknya Ra," ujar Embun.
Pintu kamar mandi langsung terbuka setelah Embun mengucapkan itu. Dari sela pintu yang hanya dibuka sedikit, Amara meraih handuk yang Embun bawakan.
"Makasih yaa," ujar Amara yang setelahnya kembali menutup pintu kamar mandi.
Sementara itu Embun memutuskan untuk menunggu dibawah. Sembari menunggu Amara yang masih mandi, Embun akan membuat sarapan. Hari ini simpel saja, rencananya Embun hanya akan membuat nasi goreng sebagai sarapan mereka. Karena hari ini dia dan Amara ada kelas, dan kebetulan mereka tadi juga bangun agak kesiangan, jadi Embun tidak sempat masak. Sebenarnya sih ada ayam goreng sisa semalam yang Amara beli. Tapi masa iya Embun membiarkan Amara sarapan dengan ayam goreng lagi.
Mending nasi goreng kan? rasanya enak, bikinnya juga mudah. Dan kebetulan Amara sangat suka dengan nasi goreng buatan Embun.
Baru saja Embun menuruni anak tangga terakhir, terdengar suara mobil berhenti didepan rumahnya.
"Siapa ya?" gumam Embun. "tamu tetangga depan kali ya."
Namun ternyata tidak, karena tidak lama setelahnya Embun mendengar suara pintu rumahnya diketuk. Bersamaan dengan itu, Embun juga mendengar suara Tama memanggil dirinya.
Embun yang tadi hendak menyiapkan bahan-bahan untuk memasak nasi goreng dengan segera langsung beranjak untuk membukakan pintu. Kenapa pagi-pagi seperti ini Tama sudah datang coba? bukankah kelas pertama pagi ini adalah kelas Tama. Apa tidak bisa bertemu di kampus saja? jujur, Embun masih merasa canggung dengan Tama meskipun kemarin laki-laki itu sudah secara terang-terangan meng-klaim dirinya sebagai kekasihnya.
Embun membuka pintu, saat ini antara dirinya dan Tama saling bertatapan. Dan saat melihat Embun, sebuah senyum tampak tersungging dibibir laki-laki itu.
"Selamat pagi, Mbun," ucap Tama.
Embun tersenyum tipis, jujur dia masih merasa canggung.
"Selamat pagi juga, Bang," jawab Embun.
"Udah sarapan? aku diminta Bunda buat bawain ini buat kalian sarapan," ujar Tama seraya menunjukkan sebuah paperbag ditangannya.
"Ya ampun, padalah enggak perlu repot-repot segala loh Bang," ujar Embun merasa tidak enak hati, "Ini aku baru mau masak nasi goreng buat sarapan sebenarnya," tambahnya lagi.
Tama tersenyum.
"Ya udah, kalau gitu pas banget aku datang sebelum kamu masak," ujar Tama, "ayo masuk, biar kamu bisa langsung sarapan."
Tanpa menunggu respon dari Embun, Tama masuk kedalam rumah. Dan mau tidak mau tentu saja Embun juga ikut masuk kedalam.
Terlihat Tama langsung mengeluarkan kotak-kotak berisi makanan yang dia bawa.
"Perlu piring lagi enggak Bang?" tanya Embun.
Karena jujur saja Embun tidak tau harus melakukan apa. Tama yang cekatan membuat Embun hanya bisa diam tanpa tau harus bagaimana.
"Ambil piring aja buat kamu makan. Kamu udah masak nasi belum?" tanya Tama.
Embun menganggukkan kepala.
"Udah," jawabnya.
Karena sebelum mandi tadi, Embun memang sempat memasak nasi terlebih dahulu. Jaga-jaga kalau ternyata Amara ingin makan dengan ayam goreng semalam. Jadi Amara bisa memilih mau sarapan dengan nasi goreng atau nasi putih dengan ayam.
Setelah mengeluarkan kotak-kotak tersebut, Tama membukanya. Kotak pertama berisi perkedel, ayam goreng, dan udang tepung. Kotak kedua berisi daging ayam brokoli saus tiram. Lalu kotak ketiga berisi puding buah lengkap dengan vla coklat. Lihat, banyak sekali bukan?
Tama yang melihat Embun hanya diam tampak tersenyum tipis, tanpa kata laki-laki itu mengambil 2 piring.
"Ini nasi nya mau seberapa?" tanya Tama.
Jujur selama ini Tama nyaris tidak pernah seperti ini. Bahkan kepada Shenina pun, dulu lebih sering wanita itu yang melayani dirinya. Tapi dengan Embun, Tama ingin melakukan semua hal untuk Embun.
"Ehh? biar aku ambil sendiri aja Bang," jawab Embun seraya beranjak dari kursi dan berjalan mendekat kearah Tama yang sudah berdiri didepan rice cooker.
Embun terlalu larut dengan lamunannya sampai-sampai lupa untuk mengambil piring seperti yang tadi Tama perintahkan.
Tama tersenyum tipis, dia membiarkan Embun melakukannya sendiri.
"Kondisi kamu gimana Mbun? udah mendingan?" tanya Tama.
Embun yang sedang mengisi nasi dipiringnya menganggukkan kepala.
"Iya Bang, udah sangat mendingan," jawab Embun.
"Kalau masih merasa enggak enak, izin sehari lagi enggak papa. Nanti aku bantu mintain izin ke dosen yang ngajar kamu hari ini," ujar Tama.
Meskipun Embun mengatakan kalau kondisinya cukup baik, tapi tetap saja Tama merasa khawatir. Apalagi wajah Embun saat ini masih agak terlihat pucat. Nyatanya 2 hari sakit membuat Embun terlihat masih belum fit sepenuhnya.
Embun tersenyum tipis.
"Kan hari ini Bang Tama yang ngajar di kelas aku," jawab Embun.
"Ya bener sih, kalau kelas aku sih gampang. Maksudnya dosen yang ngajar setelah aku loh, Mbun," ujar Tama.
Kalau untuk kelasnya, Embun tidak perlu memusingkan hal itu. Tanpa harus Embun meminta izin pun Tama akan mengurus perizinannya kalau memang kondisinya tidak memungkinkan untuknya masuk. Mana mungkin Tama tega memberikan alfa kepada Embun kalau memang kondisinya sedang sakit.
"Enggak papa Bang, aku beneran udah baik-baik aja kok," jawab Embun.
Embun sadar kalau Tama mengkhawatirkan kondisinya. Tapi sungguh, Embun merasa sudah sembuh. Demam ataupun pusing yang dia rasakan sudah sepenuhnya hilang. Meskipun sebenarnya Embun masih merasa tubuhnya agak sedikit lebih lemas dibandingkan dirinya saat sehat. Tapi itu sama sekali tidak masalah dan Embun juga yakin hal itu tidak akan mengganggu aktivitasnya di kampus.
"Ya udah kalau gitu, tapi kalau emang kamu merasa enggak enak badan lagi, jangan dipaksa ya. Kamu boleh langsung datang ke ruangan aku buat istirahat. Atau kalau mau, nanti aku antar kamu pulang," ujar Tama.
Mendengar itu Embun hanya mengangguk-anggukkan kepala. Meskipun dalam hati agak bertanya-tanya kenapa dia harus ke ruangan Tama kalau merasa tidak enak badan coba? yang ada nanti Embun akan menjadi bahan gosip mahasiswa yang lain dan juga dosen-dosen di kampus. Kalau Amara yang melakukan hal itu, masih sangat masuk akal mengingat status Amara adalah adik Tama. Tapi kalau Embun? jelas itu akan menjadi pertanyaan.
"Wiihhh, ada udang goreng," ujar Amara dengan sorot mata yang tampak bersinar.
Sudah dibilang kalau Amara itu suka sekali dengan makanan. Nyaris tidak ada makanan yang Amara tidak suka. Asal rasanya enak, Amara pasti akan menyukainya.
Embun dan Tama yang mendengar ucapan Amara hanya tersenyum tipis. Mereka sudah sangat terbiasa melihat betapa excited nya Amara setiap kali melihat makanan.
"Bang Tama enggak mau makan lagi?" tanya Embun yang sekali lagi bertanya kepada Tama.
Tama menggelengkan kepala.
"Enggak, aku tadi udah sarapan di rumah kok. Kalian aja yang makan," jawab Tama.
"Iya Mbun, kita aja yang makan. Bang Tama juga pasti udah makan banyak di rumah," ujar Amara.
Embun menganggukkan kepala.
"Atau Abang mau aku bikinin kopi?"
Amara yang mendengar Embun masih saja memberikan tawaran kepada Tama hanya bisa mengulum senyum. Meskipun dalam hati rasanya ingin sekali mencie-cie kan pasangan yang sebenarnya belum resmi menjadi pasangan itu.
"Boleh," jawab Tama.
Kalau kopi, Tama tidak menolak. Kalian perlu tau kalau kopi buatan Embun itu sangat enak, tidak kalah dengan kopi yang ada di coffe shop. Mungkinkah ini efek karena Embun bekerja di cafe yang menu utamanya adalah kopi ya? sepertinya memang begitu.
Dengan segera Embun langsung beranjak untuk membuatkan Tama kopi. Disisi lain, kini hanya ada Amara dan Tama berdua saja.
"Bang," panggil Amara dengan suara lirih yang meski begitu masih bisa Tama dengar.
Merasa dipanggil, Tama yang tadi sedang menatap kearah Embun pun mengalihkan perhatiannya kepada Amara.
"Kenapa?" tanya Tama dengan suara lirih juga.
Karena Amara memanggilnya dengan suara lirih, jadi Tama pikir ini karena adiknya itu ingin membicarakan sesuatu yang bersifat rahasia.
Dan tau apa respon Amara? gadis itu hanya menaik-turunkan alisnya seraya tersenyum. Tama langsung paham kalau adiknya itu sedang menggoda dirinya. Melihat itu, mau tidak mau Tama pun ikut tersenyum. Tama sama sekali tidak malu meskipun Amara tau kalau dirinya menyukai Embun. Ya untuk apa juga malu? justru bagus kalau Amara tau. Dengan begini Amara malah bisa membantu dirinya semakin dekat dengan Embun kam? karena Amara sendiri sangat setuju kalau seandainya Tama dan Embun menjalin hubungan.
Selesai sarapan, Embun dan Amara langsung berangkat ke kampus. Kali ini mereka tidak berangkat naik sepeda motor Embun, melainkan naik mobil Tama. Hal ini karena Tama melarang Embun untuk membawa motor sendiri mengingat kondisinya masih belum sehat sepenuhnya. Dan Embun sendiri tidak berani membantah ucapan Tama, jadi dia memilih untuk menurut.
"Loh Ra, bukannya kamu depan?" ujar Embun saat melihat Amara duduk dikursi belakang.
Amara tersenyum tipis.
"Kamu aja yang duduk didepan. Aku lagi pengen duduk dibelakang Mbun," jawab Amara.
Padahal biasanya Embun yang selalu duduk dikursi belakang seandainya mereka pergi bertiga seperti ini. Dan Embun sudah nyaman dengan begitu. Lalu sekarang secara tiba-tiba dia harus duduk dikursi depan bersama Tama. Ya memang ini bukan pertama kalinya Embun duduk disamping Tama. Tapi kan itu karena tidak ada Amara. Dan sekarang kondisinya berbeda.
"Ayo Mbun masuk, udah mau siang loh. Nanti kita telat," ujar Tama.
Padahal pintu mobil sudah dibuka, tapi Embun tidak langsung masuk karena untuk sejenak dia larut dengan isi kepalanya sendiri. Baru lah setelah mendengar ucapan Tama, Embun masuk kedalam mobil.
Selama perjalanan menuju kampus, tidak banyak obrolan diantara mereka bertiga. Karena memang tadi di rumah mereka sudah cukup banyak mengobrol. Dan lagi, jarak rumah Embun dengan kampus juga tidak terlalu jauh. Jadi dalam perjalanan waktu tempuh yang cukup singkat itu, apa yang harus mereka obrolkan coba?