Aminah hancur berantakan tak berdaya, ketika suaminya yang bernama Galah menceraikannya mendadak. Alasannya, ketidakpuasan Galah terhadap Aminah saat adegan di atas ranjang yang tak pernah memuaskannya.
Galah lelaki Hiperseks, ia selalu berekspektasi berlebihan dalam adegan Hotnya. Belum lagi, Galah kecanduan alkohol yang sering memicu Emosinya meluap-luap.
Dunia mulai berputar dalam beberapa tahun setelah Aminah menjanda dan memiliki anak satu. Ia bertemu dengan lelaki yang lebih muda darinya yang bernama Aulian Maherdika Rahman. Maher keturunan orang kaya dengan lingkungan keluarga yang selalu mencemooh kemiskinan, baik kerabat sekaligus keluarga barunya
Apa yang akan terjadi dengan Aminah dan Maher dalam menghadapi Perasaannya yang sudah tumbuh dan saling mencintai. Hubungan mereka jelas bertolak belakang dengan keluarga Maher yang sombong, Angkuh dan selalu mencemooh Aminah berstatus janda anak satu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Gondrong Begaol, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Arumi bukan Aminah
"Kue ini apa ya namanya?" Tanya Papi Maher.
"Oh ini .., kue Bugis kek!" Jawabnya sambil menggandeng tangan Papi Maher.
"Oh Bugis, seperti nya enak!"
"Kakek mau coba?"
"Boleh .." jawab malu-malu.
Arumi lekas mengambilkannya dan menyuapi Kakek dengan satu buah kue Bugis sambil memasang wajah senyum teramat manis.
"Mmm ..., lembut sekali kue nya" kata Papi sambil mengunyah kue Bugis. "Selembut kamu ya, Nak." Sambung kembali dengan pujian Papi.
Arumi memerah malu atas pujiannya. "Kakek ini pandai sekali merayu"
"Kekek bukan merayu, Nak! Tapi, memang benar adanya" jawab nya tertawa tipis-tipis. "Rasanya ingin sekali aku memberitahu siapa aku." Sambung kembali batin Papi tiba-tiba dan hampir keluar dari rencana nya.
"Aku jadi malu, Kek!" kata Arumi mulai salah tingkah.
"Selain baik, dia juga cantik!" seru Batin Papi Maher. "Maher memang cerdas" sambung kembali dengan menunjukkan senyum nya yang sederhana.
Arumi melihat senyum nya yang entah kenapa, "Hayo Kakek kenapa tersenyum? Pasti Kakek menyadari kecantikan aku ya" kata Arumi menduga.
Papi Maher memerah malu atas kebenarannya di ketahui oleh Arumi. Ia berusaha membuang pandangannya entah kemana arah nya tak begitu jelas.
"Kenapa aku jadi ikutan salah tingkah ya" seru kata hati Papi.
Pertemuan yang sesederhana di dalam Toko Aminah, membuat Papi serta Arumi seolah saling mengenal, bakan rasa canggung mereka sudah tidak di batasi lagi.
Robi yang berhati-hati saat hendak turun dari mobil dan merencanakan untuk masuk Toko Aminah. Ia mulai ragu, karena Aminah belum terlihat hidung batangnya di balik Pintu Kaca Toko.
Maher kesal dengan Robi yang tak mengaktifkan ponselnya, "Sial, kenapa ponsel Robi gak aktif sih, tau kerjaan lagi banyak! Belum lagi aku harus jemput Papi di Bandara." kata Maher dengan wajah masam nya.
Saat ini, waktu seolah berpacu dengan cepat. Maher tak enak diam hingga mondar mandir kesana kemari sambil memeriksa ponselnya sesekali. Namun, tidak ada kabar dari siapa pun. Ia pun berencana menelpon Arumi untuk menanyakan keberadaan Robi.
"Kring ...." suara ponsel Arumi berdering di dalam saku nya.
"Maher ...?" Batin Arumi di tengah candaan dan obrolan dengan Papi Maher.
"Ada telpon ya?" Tanya Papi Maher.
"Iya, Kek ..., sebentar ya aku angkat telpon dulu" jawab nya dan lekas berbicara dengan Maher.
"Halo, ada apa?" Kata Arumi dengan wajah tenang di hadapan Papi Maher.
"Halo juga, kamu lagi jaga Toko atau sama Robi?" Tanya Maher di balik ponsel.
"Tidak, aku lagi jaga Toko say!"
"Hmm ..., yasudah, maaf ganggu" kata Maher.
Obrolan di balik ponsel mulai di curigai oleh Papi Maher karena kata-kata Arumi dengan kata Say! Kedua alis Papi Maher pun tertarik dengan sendirinya sambil memainkan jarinya di janggut berwarna putih abu yang baru saja tumbuh.
"Tut ..,tut ..." suara ponsel tertutup Maher.
"Maaf ya Kek, ada iklan sedikit" Kata Arumi sambil menaruh kembali ponselnya di dalam saku.
"Ya tidak apa-apa!" Jawab nya singkat, "Tapi, siapa yang menelpon mu, Nak?" Tanya kembali Papi Maher mencurigai bahwa yang menelponnya adalah Putra kesayangannya.
"Teman dekat, Kek!" polos nya tersenyum.
"Kakek boleh tau teman dekat yang menelpon mu?" Cecar Papi dengan wajah santai mensiasati rasa ingin tahunya tidak terlalu menonjol.
"Dia Maher ..." jawabnya tak menyadari bahwa dirinya sedang berada dalam target Papi Maher.
"Sudah kuduga, wanita ini adalah Aminah! Aku beruntung punya calon menantu seperti dia" kata hati Papi Maher mulai terbawa suasana.
"Papi yakin banget sama mimik wajahnya" seru kembali batin Papi.
"Oh ya, tadi kita sampai mana ya, Kek? Aku jadi lupa gara-gara telpon tadi"
"Sampai mana ya?" jawab Papi pura-pura berpikir.
"Tara ..., Pancake Madu yang spesial sudah jadi" Kata Aminah sambil berjalan menuju tempat Arumi. "Ups .." sambung kembali Aminah terdiam melihat keduanya.
"Dasar ..." cibir Arumi dan Papi Maher hanya sibuk menatapi Aminah yang keluar dari ruangan belakang.
"Hehe ..., maaf! Aku kira tidak ada pelanggan!" Kata Aminah memerah malu seraya tersenyum manis.
Arumi berkata, "Taruh saja di Rak kaca ya"
"Baik bos ku" jawab Aminah penuh canda. "Tapi, jangan di jual ya, kan untuk Mami tercinta! Karena kemarin kehabisan, jadi Maher memesannya sekaligus Dua!" sambung Aminah.
"Kalo begitu, jangan di pajang deh. Kamu taruh saja di meja! Nanti aku sendiri yang membungkusnya."
"Ok say" jawab padat Aminah dan lekas kembali ke ruangan belakang.
"Hah, Mami?" Batin Papi terkaget atas pembicaraan mereka soal Mami Maher.
"Jadi, Mami sering beli kue di sini?"
"Kenapa Robi tidak bilang ya"
"Kok jadi bikin penasaran sih?"
Batin Papi menyinyir tak henti sambil menunjukkan ekspresi wajah bingung.
Arumi menegur Kakek yang tengah sibuk melamun sambil memandangi kue pancake Madu. "Kakek .." tegurnya lembut. Namun, tak di responnya.
"Kek ..." ucap nya kembali sambil menepuk pundaknya dengan lembut.
"Oh ya, ya, ya ... Kenapa, Nak?" Kaget Papi karena sibuk melamun.
"Hmm ..." gumam Arumi. "Kakek mau pancake Madu?"
"Memang boleh? Itukan pesanan Mami nya Maher teman dekat mu!" Jawab Papi.
"Memang pancake itu untuk Mami nya Maher. Tapi, aku bisa membuatkan untuk Kakek!" jelas Arumi tidak tahu kalau Pancake itu yang terkahir di buatnya oleh Aminah.
"Oh gitu, boleh deh. Tapi, Kakek menginginkan Pancake untuk Mami Maher, kaya nya itu lebih menggugah selera Kakek deh!"
"Tapi, ini kan pesan dia, Kek"
"Please, Nak ...! Mumpung Kakek masih hidup. Jadi, bisakan kalian mengalah demi Kakek dan membuat kan yang baru untuk Mami Maher teman dekat mu!" Rayu Papi Maher dengan memasang ranjau pada mimik wajah nya ingin di kasihani.
"Hhmm ..." desah Arumi merasa keberatan. Namun, tak tega melihat wajah Kakek yang berharap penuh pada Pancake madu.
"Ya sudah kalo begitu, aku siapin dulu ya" jawab Arumi dan lekas membungkusnya.
"Terima kasih ya, Nak!" jawab Papi tersenyum manis. "Enak saja si Mami, makan kue Pancake buatan mantu kesayangan Papi" sambung batin Papi mencibir.
Arumi pun kena ranjau tipu daya Papi Maher, ia dengan ceroboh memberikan kue Pancake semuanya. Padahal, pancake itu yang terakhir, karena stok bahan kue tak tersisa sama sekali.
"Jadi, berapa semuanya, Nak?" Tanya Papi Maher mulai mengambil uang di balik saku nya.
"Soal kue ini tidak usah di bayar, Kek!" jawab Arumi.
"Serius, Nak?"
"Ya Kek ..."
"Nanti kamu rugi lagi"
"Kalo hanya beberapa kue saja tidak akan rugi Kek!" Jelas Arumi berhati lembut.
"Kalau begitu, Kakek terima ya kue Pancake nya dan semoga kalian sukses dengan Toko kue nya" ujar Papi Maher.
Arumi menunjukkan senyum sederhana nya dan mampu melumpuhkan Papi Maher seketika, hingga ia tersenyum kembali dengan perasaan berbunga-bunga bercampur aduk dengan kebahagiaan yang luar biasa.
"Kakek pergi dulu, sampai jumpa di lain waktu ya" katanya dan lekas pergi dengan perlahan seraya kedua matanya berbinar.
"Ya Kek ..., hati-hati di jalan ya!" balas Arumi melihat kepergiannya.