Aditya Dave Mahendra, di takdirkan menjadi pewaris yang akan memimpin beberapa perusahaan besar milik kedua orang tuanya.
Lahir dari kedua orang tua yang sama-sama menjadi anak tunggal dalam keluarga kaya raya, bisa di bayangkan berapa banyak aset-aset miliknya yang pasti tidak akan habis 7 turunan.
Pria tampan yang memiliki garis wajah tegas itu, menuruni sifat ayahnya. Aditya di kenal sangat tegas dan disiplin dalam segala hal. Dia juga terkenal dingin di perusahaan dan orang-orang sekitar. Kecuali pada keluarganya dan orang yang menurutnya spesial.
Aditya bahkan sangat over protective pada adik perempuannya, Aurelia. Sampai tidak ada laki-laki yang berani mendekati Aurelia meski kini gadis itu sudah berusia 18 tahun.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Clarissa icha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 8
"Kalau sampai aku melihatmu masih mendekati Elia, kamu akan tau akibatnya.!" Aditya melepaskan cengkraman tangannya dari kerah baju Rexy. Pria 24 tahun itu bahkan sempat melayangkan tinjuan di wajah laki-laki yang baru saja mengajak Elia berkenalan.
"Ck,,, aku tidak percaya Elia punya Kakak sepertimu. Pantas saja dia terlihat sangat tertekan.!" Cibiran Rexy membuat amarah Aditya semakin tersulut. Pria itu hampir melayangkan tinjuan lagi di wajah Rexy, namun tangannya di tahan oleh Juni.
"Sudah Dit, jangan membuat keributan disini." Lerainya karna keributan Aditya dan Rexy menjadi pusat perhatian seluruh pengunjung kafe. Beberapa bahkan ada yang sedang mengabadikan keributan itu menggunakan ponsel.
Aditya berdecak kesal, dia terpaksa melepaskan Rexy meski sebenarnya ingin membuat wajah laki-laki itu babak belur karna berani mendekati Elia, bahkan berani menyentuh kepala adiknya itu.
"Ingat baik-baik.!" Seru Aditya seraya mengarahkan telunjuknya ke wajah Rexy.
"Sekali saja aku melihatmu mendekati Elia, kamu akan tau akibatnya.!"
"Aku tidak main-main dengan ucapanku.!" Geramnya penuh amarah dan tatapan tajam.
Aditya terlihat sangat geram pada Rexy dan tidak suka pada laki-laki itu. Apalagi saat mendengar Rexy berani mencibirnya. Mungkin dari situ Aditya merasa kalau Rexy bukan laki-laki yang baik.
"Cepat pergi." Alex mengusir Rexy dengan gerakan kepala. Bukan karna dia ingin membela Aditya, yang ada dia malah ingin melindungi Rexy dari amukan Aditya. Bertahun-tahun mengenal Aditya, Alex sudah sering melihat betapa mengerikannya Aditya ketika sedang marah. Aditya tak akan berfikir dua kali untuk menghajar seseorang yang mencari masalah dengannya.
"Aku pasti akan mendapatkan adikmu.!" Seru Rexy yang sengaja menyiram bensin di kobaran api. Dia kemudian pergi dari sana dengan tatapan mengejek pada Aditya.
"Sudah Dit,, jangan buang-buang waktu untuk meladeni bocah ingusan seperti itu." Juno menahan lengan Aditya yang terlihat ingin mengejar Rexy. Tatapan Aditya pada Rexy sangat mematikan, seolah ingin mengulitinya hidup-hidup.
"Ingin cari mati dia.!" Geram Aditya. Perlahan amarahnya mereda ketika Rexy meninggalkan kafe.
"Beberapa orang disini merekamnya dengan ponsel." Ujar Alex lirih.
Sontak Aditya mengedarkan pandangan. Dia sempat kaget karna melihat semua pengunjung menatap ke arahnya. Saking geramnya pada Rexy dan ingin menghajarnya, Aditya lupa kalau di dalam kafe itu banyak orang.
Aditya menatap tajam beberapa orang yang dia curigai telah merekamnya.
"Siapapun yang berani menyimpan rekaman apa lagi menyebarkannya, kalian akan berhadapan dengan hukum.!!" Ancam Aditya tegas. Tatapannya yang tajam membuat semua pengunjung kafe bergidik ngeri.
3 orang pengunjung terlihat gemetar saat memegang ponsel. Mereka buru-buru menghapus rekaman vidio di galery ponsel masing-masing karna takut dengan ancaman Aditya.
Apalagi melihat tampang Aditya yang mereka yakini bukan orang sembarangan.
"Kalian lanjut saja, aku akan menyusul Elia." Pamit Aditya pada dua sahabatnya.
"Baiklah, hati-hati di jalan." Ujar Alex, dia tidak berniat mencegah Aditya meski urusan mereka belum selesai.
"Hmm,,," Aditya mengangguk.
"Jangan terlalu keras pada Elia, kamu bisa merampas masa remajanya." Ucap Juno menasehati, sembari menepuk pelan pundak Aditya. Juno menyadari semakin Elia beranjak dewasa, sikap protektif Aditya makin menjadi. Melebihi sikap protektif seorang kekasih pada pasangannya.
"Aku tidak bisa menutup mata, dunia luar cukup mengerikan untuk Elia." Jawab Aditya. Secara tidak langsung Aditya membenarkan tindakannya demi kebaikan adik satu-satunya itu.
Aditya memang sedikit keras kepala dan tidak ada toleransi jika itu mengenai kebaikan Elia.
...******...
Aditya buru-buru masuk ke dalam rumah dengan langkah lebar untuk menemui adiknya.
Elia tadi menangis saat meninggalkan kafe, hal itu membuat Aditya merasa khawatir.
Naik ke lantai dua, Aditya mengetuk pintu kamar Elia.
"El,, kamu di dalam.?" Serunya tanpa ketegasan di dalamnya. Berbanding terbalik saat berada di kafe tadi.
"Adikmu belum pulang nak,," Suara lembut Davina terdengar dari arah samping.
Aditya menoleh tanpa bisa menutupi keterkejutannya. Aditya terkejut lantaran Elia belum pulang. Padahal seharusnya Elia sudah sampai di rumah karna lebih dulu meninggalkan kafe.
"Elia pamit sama Mama, katanya mau makan siang dengan Mauren dan Viona." Tuturnya.
Aditya tampak gelisah dan menghela nafas berat.
Davina sedikit curiga melihat gelagat putranya, namun sudah bisa menebak hal apa yang sedang terjadi di antara kedua anaknya itu.
"Apa Elia tidak pergi dengan mereka.?" Tebak Davina yakin. Apalagi raut wajah Aditya tampak tidak bersahabat.
Dulu juga pernah kejadian hal serupa. Aditya marah dan membuat Elia menangis karna ketahuan bertemu dengan laki-laki.
"Anak itu semakin susah di atur. Makin di larang justru malah di langgar." Keluh Aditya tak habis pikir. Padahal bukan tanpa alasan dia over protektif pada adiknya. Semua dia lakukan demi kebaikan adik perempuannya itu. Jika sampai hal buruk menimpa Elia, tentu Aditya yang akan merasa bersalah karena gagal menjadi Kakak yang baik untuknya.
"Tapi jangan terlalu keras Kak, Mama khawatir adikmu tidak menikmati masa mudanya."
Davina mulai membandingkan masa remajanya dengan Elia yang sangat jelas berbanding terbalik. Dulu Davina bisa menikmati masa remajanya tanpa ada kekangan dari siapapun. Bebas mau pergi kemanapun. Bahkan club malam tidak asing baginya. Tak seperti Elia yang sampai detik ini belum pernah menginjakkan kakinya di club malam.
Sudah pasti Davina bersyukur akan hal itu. Dia juga tidak akan pernah mengijinkan Elia datang ke club malam. Hanya saja Davina ingin Elia bisa mengekspresikan diri dengan lingkungan sekitar tanpa merasa tertekan.
...******...
Elia duduk termenung di depan kafe. Ponselnya tergeletak di atas meja dalam keadaan mati.
Dia sengaja menonaktifkan ponselnya karna Aditya terus menerornya dengan chat maupun panggilan telfon.
"Kak Adit sangat menyebalkan.! Apa dia ingin melihat adiknya menjadi perawan tua.!"
"Siapa pria yang berani mendekatiku kalau dia terus seperti itu." Elia menghela nafas berat.
Wajahnya tampak murung. Dia sangat ingin memiliki kekasih seperti teman-temannya yang lain.
"El,, kamu masih di sini.?" Juno menatap heran, dia kemudian duduk di depan Elia.
Tadi Elia sempat lari meninggalkan kafe, Juno pikir Elia sudah pulang. Bahkan Aditya saja sampai pamit pulang lebih dulu karna ingin mengejar Elia.
Pemilik wajah cantik itu sedikit mengulas senyum melihat kedatangan Juno.
"Aditya pulang menyusul kamu." Tuturnya.
"Kak Juno apa kabar.?" Elia malah mengalihkan pembicaraan.
"Biar aku hubungi Adit, dia pasti khawatir padamu." Juno merogoh ponsel di saku celana, belum sempat mencari kontak Aditya, ponselnya sudah berpindah tangan. Elia merebut ponsel Juno seraya menggelengkan kepala.
"Jangan beri tau Kak Aditya. Aku akan pulang 30 menit lagi. Kak Juno tidak keberatan menemaniku mengobrol disini.?" Elia menatap memohon. Tatapan matanya yang polos dan penuh ketulusan, membuat Juno tidak punya alasan untuk menolaknya.
Untung Elia polos orangnya,gak cerdik,kalo cerdik dia yg akan meninggalkan kamu..