NovelToon NovelToon
SENORITA PERDIDA

SENORITA PERDIDA

Status: tamat
Genre:Misteri / Cintapertama / Mafia / Percintaan Konglomerat / Tamat
Popularitas:37.2k
Nilai: 5
Nama Author: Vebi Gusriyeni

Series #2

Keputusan Rayden dan Maula untuk kawin lari tidak semulus yang mereka bayangkan. Rayden justru semakin jauh dengan istrinya karena Leo, selaku ayah Maula tidak merestui hal tersebut. Leo bahkan memilih untuk pindah ke Madrid hingga anaknya itu lulus kuliah. Dengan kehadiran Leo di sana, semakin membuat Rayden kesulitan untuk sekedar menemui sang istri.

Bahkan Maula semakin berubah dan mulai menjauh, Rayden merasa kehilangan sosok Maula yang dulu.

Akankah Rayden menyerah atau tetap mempertahankan rumah tangganya? Bisakah Rayden meluluhkan hati sang ayah mertua untuk merestui hubungan mereka?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vebi Gusriyeni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 30 : Kembali

...•••Selamat Membaca•••...

Di dalam ruang ICU, hanya suara mesin yang terus bekerja—ventilator pelan, infus menetes teratur, dan monitor detak jantung mengeluarkan bunyi yang stabil namun menegangkan.

Maula masih tak bergerak.

Kepalanya terbalut perban steril, posisinya dijaga dalam sudut elevasi 30°. Sebuah selang kecil keluar dari kraniotomi di sisi kiri tengkoraknya—drain eksternal untuk mengeluarkan sisa darah dan cairan serebrospinal agar tekanan intrakranial tidak melonjak lagi. Kabel EKG menempel di dadanya, dan tabung oksigen ringan masih terpasang di hidung.

Rayden duduk di sisi tempat tidur. Tak bergeming. Matanya terus menatap wajah Maula, menghafal tiap lekuk yang pucat dan tiap gerakan kecil dari bibir atau kelopak yang belum juga bergerak.

“Piccola... kalau kamu bisa mendengar aku, gerakkan jarimu, sadarlah, aku merindukanmu,” gumamnya lirih.

Sunyi. Hanya monitor yang menjawab.

Rayden menutup matanya sebentar, lalu memegang tangan Maula. Ia tahu, proses pemulihan pasca-kraniotomi tidak instan. Terlebih dengan edema serebri yang masih bisa memburuk dalam 48 jam pertama.

Namun tiba-tiba...

Sedikit getaran.

Jari manis Maula seperti berkedut. Sekali. Lalu diam. Rayden terkesiap. Ia menatap monitor, kemudian menatap wajah Maula. Tidak, dia tidak berhalusinasi. Ia mencium tangannya dengan pelan.

“Piccola... gerakan itu kamu, kan?”

Tiba-tiba bola mata Maula bergerak di balik kelopaknya. Kemudian kelopak matanya terbuka perlahan. Lambat sekali, seperti kelopak bunga yang enggan mekar di tengah musim salju.

Matanya sayu dan pandangannya kabur, pupilnya masih sedikit anisokorik—tanda bahwa otaknya masih dalam proses adaptasi pasca-dekompresi tapi dia sadar.

Rayden langsung berdiri, menekan tombol perawat.

“Dia sadar! Dia sadar!”

Maula menatapnya, samar. Bibirnya retak-retak, suara belum keluar. Namun sorot matanya tidak bisa disangkal bahwa dia mengenali Rayden.

“Ray...” suara itu serak, kering, nyaris tak terdengar tapi bagi Rayden, itu seperti ledakan keajaiban.

“Aku di sini, aku di sini, Piccola,” Rayden mencium tangannya lagi. “Kamu kembali.”

Tim medis datang dengan cepat. Suster mengecek GCS (Glasgow Coma Scale) Maula. Ia menjentikkan jari di depan wajah Maula.

“Bisa kedipkan satu kali, kalau anda paham?” tanya perawat dalam bahasa Rusia pelan.

Maula mengedip sekali. Respons kognitif mulai pulih.

“Coba tekan tanganku,” ujar dokter Katya sambil menggenggam tangan kanan Maula.

Perlahan, tekanan ringan terasa di jari. Lembut, tapi hidup.

“GCS 12. Sadar penuh, masih disorientasi ringan. Bagus sekali,” kata Katya. “Dia kembali.”

Rayden menutup wajahnya sendiri dengan lega. Tangisnya pecah, tertahan di tenggorokan.

Perawat mengecek ulang pupil kiri masih agak melebar tapi reaktif terhadap cahaya. Suara detak jantung tetap stabil. Ventilator sudah dilepas sejak tadi siang dan saturasi stabil dengan nasal cannula.

Katya mendekat ke Rayden dan menyentuh bahunya.

“Satu langkah kecil yang sangat berarti. Tapi kita masih harus waspada. Krisis belum selesai. Dan tentang kandungan... kami akan evaluasi lebih lanjut besok pagi, saat tubuhnya lebih stabil.”

Rayden mengangguk. Tak ada kata lain.

Hari ini, ia tidak hanya melihat istrinya selamat dan Maula, perempuan yang menantang kematian dua kali, telah membuka matanya kembali, membawa cahaya ke dunia yang sempat dibekukan ketakutan.

Pukul 20.46 – ICU, hanya ada Rayden saja di rumah sakit menunggu istrinya. Sementara yang lain kini di hotel untuk istirahat, Rayden sudah memberitahu mereka bahwa Maula sudah sadar dan besok mereka akan datang.

Rayden duduk di tepi ranjang, tak beranjak. Tangannya menggenggam jemari Maula yang hangat bahkan lebih hangat dari tadi siang. Tanda sirkulasi mulai stabil. Saturasi 98%, denyut jantung normal.

Tapi bukan angka-angka itu yang membuat dada Rayden sesak. Melainkan mata cokelat Maula yang terbuka sekarang.

Dan untuk pertama kalinya sejak luka lama terbuka, suara Maula terdengar.

“Rayden...”

Suara itu serak, lemah, tapi utuh. Rayden langsung menunduk, membenamkan wajahnya di dekat tangan Maula.

“Ya sayang. Maaf… aku minta maaf… aku minta maaf atas semuanya…,” suaranya pecah. Tangis yang selama ini ditahan akhirnya runtuh, tumpah tanpa bisa ditahan.

Maula mengangkat tangannya pelan, menyentuh kepala suaminya. Jemari kurusnya menyusuri rambut Rayden yang basah oleh air mata.

“Aku pikir… aku tidak akan bangun lagi, jangan minta maaf terus,” bisiknya.

Rayden mendongak, matanya merah, nafasnya berat. “Aku sudah menyakitimu… waktu itu… aku kejam dan ini semua ulahku… aku—”

“Kamu… laki-laki yang aku pilih. Bukan karena kamu sempurna. Tapi karena aku tahu, cinta tidak harus selalu benar caranya… harus kuat untuk bertahan, benar kan.”

Rayden menutup wajahnya lagi, menggigil.

Maula menarik napas berat. “Waktu kamu marah, waktu kamu kasar... aku benci kamu. Tapi jauh di dalam hatiku, aku tahu itu bukan kamu. Itu luka yang belum sembuh. Luka kamu. Luka kita. Dan kita tidak pernah berani buka bersama.”

Air mata Maula mengalir. “Aku… aku lelah hidup dalam rasa takut. Tapi aku juga tidak bisa hidup tanpa kamu.”

Rayden mencium punggung tangan Maula. “Aku janji Piccola, aku janji ini yang terakhir. Aku akan jadi suami yang baik untumu.”

“Jangan terlalu dramatis.”

Maula memejamkan mata sejenak.

“Bayi kita…” suara Maula pecah.

Ia membuka mata, menatap Rayden. “Aku takut…”

Rayden menatapnya. “Takut kenapa?”

Maula menggigit bibirnya. “Takut… kalau tubuhku tidak kuat. Takut kalau semua ini mengorbankan dia. Aku sudah berdarah… banyak sekali… dan aku… aku belum siap kehilangan anak kita, Ray.”

Rayden langsung berdiri, memeluk kepala Maula dengan hati-hati, menahan agar tak menyentuh luka operasinya. “Dengar aku… dia masih di sana. Aku sudah tanya dokter. Belum ada tanda keguguran. Kita akan jaga dia. Sama-sama.”

Maula terisak. “Tapi kalau harus milih… kamu tahu kan, aku pasti milih dia...”

Rayden menggeleng cepat. “Tidak. Kita tidak akan pilih. Kita akan selamat semua. Bertiga. Kita bisa. Kali ini… aku tidak akan biarkan kamu menanggung semuanya sendiri.”

Ia mengecup pelipis Maula, lama.

“Kamu kurusan ya sekarang,” gurau Maula sambil tersenyum.

“Oh ya? Berantakan juga ya?” Maula menyipitkan mata dan tersenyum usil.

“Iya, kayaknya aku mulai tergoda dokter di sini, rapi semua soalnya.” Rayden menggigit pelan hidung Maula yang masih ada selang oksigen tipis. Maula terkekeh pelan.

“Bagaimana kondisi Vanessa?”

“Dia sudah dibawa pulang, keadaannya sudah membaik dan besok atau lusa mereka akan ke sini mungkin.”

“Isabella?” Rayden membawa tangan istrinya ke pipi dan menciumnya.

“Sudah meninggal, terakhir dihabisi oleh Archer saat pulang ke rumah. Tidak ada lagi Isabela yang akan mengganggu hidup kita.” Maula memejamkan matanya lalu tersenyum.

“Aku kangen rumah Ray, pengen ke kampus lagi, nongkrong di cafe lagi, dan jalan-jalan sama kamu.” Rayden menciumi tangan Maula seperti tak pernah puas.

“Sabar ya, kamu sembuh, besoknya aku akan bawa kamu ke manapun yang kamu mau.”

“Janji ya.”

“Iya sayang.”

...•••Bersambung•••...

1
Putri vanesa
Semoga Maula kuat dan msih aman sma yg lainnya, Ray knpa gk minta tolong papamu dan om axelee
Putri vanesa
Sukaa banget setelah sekian lamaaaa Mauuulaa ❤️❤️
Vohitari
Next, seriesnya seru thor
Pexixar
Lanjut lagi
Miami Zena
Series yg paling ditunggu, mentalku aman kok thor
Sader Krena
Lanjutan ini selalu kutunggu, cepat rilis thor
Flo Teris
Selalu nungguin series nya, btw mentalku aman banget
Cloe Cute
Segerakan series 3 kak, udah gak sabaar aku tuh
Bariluna Emerla
Aku menunggu series 3 kak
Zayana Qyu Calista
Sedih kan kamu Ray, mana istri lagi hamil lagi kamunya berulah. Sekarang Maula hilang malah kelimbungan, cepat rilis yang ketiga kak, udah gak sabar mau baca
Rika Tantri
Puas banget sama pembalasan Maula tapi kesel banget sma Rayden. Udah tau si barabara itu otaknya gesrek, masih aja diikutin
Zayana Qyu Calista
Ditunggu banget nih series 3, yg paling dinanti ini mah. Cepetan kak ya
Arfi
Cepat di rilis kak, gk sabar aku
Arfi
Puas banget sama Maula ih, salah cari lawan kan lo Bar
Hanna
Kamu tuh ceroboh banget tau dak sih Ray, gak bisa baca apa kalo dia pura2
Hanna
Wajar aja Maula ngamuk dan ninggalin kamu Ray, dia ngeliat pergulatan panas kamu sama barbara.
Hanna
Puas banget aku weehh
Hanna
Dia nyoba ngeracau pikiran Maula ini mah
Ranti Zalin
Puas banget ngeliat dia diginiin, mampos
Ranti Zalin
Bikin masalah nih org njirr
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!