Siapa sangka Riana kembali bertemu dengan Brian, mantan suaminya, pria yang benyak menoreh kan luka pada pernikahan mereka terdahulu.
Rupanya semalam itu membuahkan hasil, dan kini demi status sang anak, mereka terpaksa kembali menikah, tentunya dengan banyak perjanjian dan kesepakatan.
Tanpa sepengetahuan Riana, Brian punya niat terselubung, setelah anak yang dia inginkan lahir.
Bagaimana reaksi kedua orang tua Riana, manakala mengetahui pernikahan Riana yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi.
Bagaimana kelanjutan pernikahan mereka setelah Riana mengetahui niat jahat Brian menikahinya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon moon, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 8.
BAB 8.
Mobil yang mereka tumpangi melaju dengan kecepatan sedang, sengaja Fabian lakukan agar keduanya bisa berbicara dengan nyaman.
Riana melipat kedua tangannya di dada, wajahnya datar dan sama sekali tak peduli dengan keberadaan Brian di sisi nya.
Brian pun demikian, sama seperti beberapa tahun silam, keduanya memang tak pernah menyimpan rasa cinta sama sekali, menikah bukan karena cinta, menjalani rumah tangga hanya berdasar kewajiban saja, tanpa ada rasa, hingga bertemu seperti ini pun, tak membuat getaran dalam dada mereka, walau satu bulan yang lalu mereka terlibat hubungan selibat, yang bagi pria dan wanita dewasa lajang merupakan hal biasa, tapi tidak bagi Brian yang telah lama ingin memiliki anak, kematian istri dan anaknya beberapa tahun silam, cukup membuatnya trauma untuk kembali menikah dan memiliki anak.
"Sudah berapa minggu?"
"Aku tidak mengerti maksudmu,"
"Tentu saja kandunganmu,"
"Rahimku baik baik saja, dan aku tidak mengerti apa yang sedang kamu bicarakan." Jawab Riana, wajahnya sama sekali tak berubah.
"Berhentilah berbelit-belit, aku sedang tidak punya banyak waktu,"
"Kalau kamu tak punya waktu, kenapa repot repot menemuiku," Jawab Riana.
Riana yang kini, tak ingin kembali menjadi Riana lemah yang mudah ditindas dan diberi kata kata kasar, terlebih dari Brian.
Brian mengusap kasar wajahnya.
"Hari itu, kenapa kamu meninggalkanku, bukankah kamu tahu apa resikonya setelah apa yang kita lakukan?"
Riana menatap Brian.
"Kita? Memang ada apa dengan kita, aku bahkan tak ingat kapan terakhir kali kita bertemu." Riana masih berusaha mempertahankan diri.
"Ice …" pekik Brian tak sabar, ia sungguh kesal karena sejak tadi Riana terus bicara berbelit belit.
"Ice? Kamu haus? Kenapa tidak turun dan membeli ice, hmm?"
Brian menarik nafas perlahan, ia mengubah posisi duduk nya, kini ia berbalik menatap Riana, kemudian menyudutkannya ke pintu mobil, "Okey … aku tahu kamu mencoba menghindari pertanyaan ku, tapi aku yakin sekali kamu tahu apa yang kumaksudkan, untuk kamu ketahui wahai mantan istriku, aku sudah mendapatkan identitas wanita yang tidur denganku satu bulan yang lalu, walau kamu diam diam lari dan pergi meninggalkan aku, dan kamu bahkan melihat wajahku, padahal malam itu aku berusaha keras menahan tanganku agar tak menarik paksa topengmu, beberapa hari yang lalu dokter mengatakan aku mengidap couvade syndrome, itu artinya kamu sedang mengandung anakku, karena dalam rentang 3 bulan terakhir hanya dirimu satu satunya wanita yang tidur denganku." Perkataan Brian pelan, namun penuh penekanan.
Riana tak terkejut sama sekali dengan perkataan Brian, ia sudah tahu, cepat atau lambat Brian akan segera menyelidiki wanita yang pernah berkencan dengannya, minimal karena Brian penasaran, tapi ketika Brian mengatakan Riana adalah wanita terakhir yang tidur dengan nya, rasanya Riana sungguh ingin muntah.
"Hah … kamu pikir aku percaya, dan lagi, aku tak peduli pada siapa saja wanita yang tidur denganmu, asal kamu tahu, bukan hanya kamu pria yang tidur denganku."
Jijik sekali Riana dengan kalimatnya sendiri, tapi demi menghajar baji**ngan di hadapannya, Riana tak peduli, walau pada kenyataan, satu satunya pria yang pernah merasakan tubuhnya hanya Brian.
Brian terdiam, "murahan." Desisnya dengan tatapan menghunus tajam.
Riana hanya tersenyum pahit ketika mendengar dirinya disebut murahan, "jika kamu menyebutku murahan, lalu julukanmu apa? Pria yang bahkan tidur dengan wanita lain, sementara ia terikat sebuah pernikahan, menurut ku, kamu bahkan lebih murah dari seorang pria murahan." Balas Riana.
"Kalaupun aku hamil, aku benar benar tidak tertarik membahas berapa usia kandunganku, apalagi jika harus membicarakannya denganmu,"
"Dan lagi anak ini adalah anakku, tentunya kamu mengingat dengan jelas perkataan mu, bahwa kamu tak menginginkan anak dariku, jadi jika sekarang aku hamil, bayi ini adalah milikku, aku tak sudi meminta pertanggung jawaban darimu, kamu sama sekali tidak berhak atasnya, aku akan mendaftarkan kelahirannya atas namaku, nama keluargaku, karena aku pun tak sudi anakku menyandang nama keluarga mu." Balas Riana, ia tahu persis jika Brian sangat menginginkan seorang pewaris.
"Apa kamu Bilang?" Brian mengepalkan tangannya, wajahnya memerah menahan amarah, kemudian ia mencengkeram dagu Riana, Brian tidak menyangka, kalimat yang dulu sering ia ucapkan usai berhubungan dengan Riana, kini menjadi bumerang untuknya.
Fabian yang sejak tadi mendengar semua pembicaraan sang tuan dengan mantan istrinya, hanya bisa diam, sadar diri bahwa ia tak berhak ikut campur.
"Kasihan sekali kamu, hidupmu pasti menyedihkan, karena di antara sekian banyak wanita di permukaan bumi, rupanya kamu hanya datang padaku, bahkan mengemis menginginkan anak dariku." Riana kembali mengejek, puas sekali rasanya bisa menyakiti Brian.
Tatapan keduanya sangat lekat dengan aroma kebencian, tak ada yang mau menurunkan ego.
"Apa kamu yakin dengan perkataanmu? Kamu bilang akan menambahkan nama keluargamu pada anak ini?, hahahaha … bagaimana bisa kamu menambahkan nama keluargamu, jika mereka saja tidak tahu kalau kamu sedang hamil, kamu pikir kedua orang tuamu terutama papamu akan diam saja? Setidaknya papamu akan mencari tahu siapa pemilik benih yang kini berada di dalam tubuhmu, dan bukan tidak mungkin jika mereka menganggapmu mencoreng nama besar keluarga William."
Kali ini Riana yang terdiam, ia pun belum memikirkan bagaimana reaksi kedua orang tuanya jika mendengar kehamilannya, terlebih tanpa hadirnya seorang suami.
Melihat Riana terdiam, Brian merasa diatas angin, karena bukan rahasia lagi, bagi orang orang indonesia, hamil tanpa suami adalah aib yang bisa mencemarkan nama baik keluarga.
"Bagaimana? Masih ingin menolak ku, tak masalah jika kamu menolakku, aku masih ingat dimana rumah kedua orang tuamu, dan mengatakan keinginan ku, walau kelak aku babak belur dihajar papa mu, setidaknya aku berjuang agar anakku memiliki papa."
Riana meradang, bibirnya bergetar, "jangan libatkan orang tuaku," Riana tak ingin menyakiti kedua orang tuanya, terutama Richard yang kini hipertensinya dalam kondisi mengkhawatirkan, mendengar berita kehamilannya, pasti akan sangat berbahaya bagi papa Richard.
"Terserah, pilihan ada padamu, kita menikah diam diam pun tak masalah." Brian merasa kali ini pun rencananya berjalan lancar, setelah anaknya lahir ia akan membawa bayi nya pergi jauh, asal sudah memiliki darah dagingnya, Brian tak butuh Riana, karena secara otomatis Gustav.Inc sudah berpindah ketangannya, karena ia sudah memiliki anak dari Riana, rencananya kini adalah hidup berdua dengan sang anak, Fabian bahkan sudah membantunya mencari negara yang akan ia tinggali.
Riana terdiam, setetes air mata luruh begitu saja, ia benci dirinya yang lemah, terlebih jika lemah di hadapan Brian, pria yang paling tidak ingin ia temui, apalagi kembali menikah, sama sekali tak pernah terbersit di benak nya, tapi kesehatan papa Richard adalah prioritas utamanya, papa Richard bahkan sangat bangga pada putri satu satunya tersebut.
"Kamu menang," ucap Riana dengan untaian air mata. "Tapi aku punya syarat,"
Brian mengangkat kedua pundak nya, ia sudah menang, maka apapun syarat Riana akan dia kabulkan selama tidak merugikan dirinya.