Hai, novel ini adalah karya kedua MAY.s
Semoga kalian suka😘
Alex Kenzo Prasetya. Dia adalah mahasiswa yang terkenal badung di kampus, ketua dari geng The Fly yang sering bertingkah usil kepada siapapun yang ia suka. Akan tetapi setelah ia diam diam menyukai gadis cantik yang sering menjadi korban keusilan anak buahnya itu, perlahan ia pun berubah lebih baik dari kebiasaannya.
Aradilla Resty. Gadis itu tak pernah menyangka akan menjadi target keusilan geng The Fly. Yang kemudian setelah tahu jika Alex menyukainya, tentu ia menjadi dilema. Antara memilih pria pilihan papanya, atau menerima pesona berandal kampus itu.
Penasaran? Ikuti terus sampai akhir kisah Alex dan Resty. Dijamin seru loh..
Note: Sedikit ada squel dari novel yang sebelumnya. Biar nanti tidak bingung, silahkan baca dulu Love Of Aurora.
TIDAK MENERIMA BOOM LIKE🙏
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon MAY.s, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Eps 08
"Papa menikah lagi, ya?"
"Hah?"
Tommy menaruh kembali sendok berisi nasi yang sejatinya akan mendarat masuk dalam mulutnya. Ia terdiam sejenak menatap Resty yang menyorotnya penuh harap. Lalu mengulas senyum tipis kepada anaknya itu.
"Aku serius, Pa. Papa sudah berkorban banyak demi aku, sekarang sudah saatnya papa memikirkan kebahagiaan papa juga. Mama pasti bahagia di sana lihat papa ada teman bareng, bisa move on sama mama, nggak menduda terus kayak sekarang," seru Resty panjang kali lebar.
Tommy hanya bisa terkekeh mendengar ocehan anaknya yang baru kali ini berani mengungkapkan untuk menyuruhnya menikah lagi.
Mendapati tiada respon yang berarti dari papanya, Resty pun seketika menundukkan kepala, bingung harus berkata apa lagi agar Tommy mau menimang omongannya itu.
"Papa cinta sekali ya sama mama?" tanyanya kemudian masih dengan kepalanya yang tertunduk.
Tommy seketika terdiam. Pertanyaan seperti itu sudah sering ia dengar dari Resty, akan tetapi untuk menjawabnya secara langsung terasa masih ada yang mengganjal dari lubuk hatinya sendiri.
"Papa menyayangi mama, juga sangat menyayangi kamu, putri cantik milik papa." Tommy berkata sambil mengenggam lembut tangan Resty.
Gadis itu pun hanya bisa menghela nafas panjangnya. Selalu jawaban seperti itu yang Tommy lontarkan tiap kali dirinya menanyai tentang perasaannya terhadap almarhum mamanya.
Resty menyeringai tipis, mencoba berpikir positif dengan apa yang tiba-tiba terngiang di benaknya saat ini. Bayangan tentang dua hari kemarin, saat dirinya tak sengaja menemukan foto masa muda papanya dengan perempuan lain selain mamanya, tentu membuatnya sedikit curiga. Ditambah lagi Tommy dari dulu tak pernah bilang mencintai mama, hanya menyayangi mama. Bukankah rasa cinta dan rasa sayang itu sedikit ada perbedaan makna? Itulah yang selama ini mengganjal pikiran Resty.
"Baiklah, ayo kita makan," ajak Tommy lalu kemudian mereka pun sama-sama menikmati sarapannya tentu dengan pikiran yang berpikir kemana-mana.
"Bagaimana kuliahnya, ada hambatan nggak?" tanya Tommy begitu mereka sudah selesai sarapan dan berpindah tempat duduk santai di ruang keluarga.
"Lancar, Pa," sahut Resty sambil jarinya begitu lincah berselancar di layar ponselnya.
"Kamu cerita saja sama papa kalau ada yang nggak nyaman atau bagaimana di kampus." Seruan Tommy itu membuat Resty mengalihkan pandangannya menatap Tommy.
"Pasti papa masih curiga sama aku tadi," batin Resty menerka sendiri.
"Kalau ada waktu senggang suruhlah teman-teman kamu main kesini. Papa juga pingin kenal sama mereka."
"Aku akrabnya cuma sama Ika, Pa. Yang lainnya nggak begitu kenal. Tahu sendirilah Pa, kelasku kan lebih banyak cowoknya."
"Kalau begitu ajak Ika main kesini, sering-sering juga nggak pa-pa."
Resty menatap heran pada papanya yang tumben-tumbenan sangat wellcome menyuruhnya mengajak temannya bermain ke rumahnya.
"Papa tidak lagi mengincar daun muda kan?" selidik Resty sedikit menggoda dengan jari telunjuk yang bermain di depan wajah Tommy.
"Nggak lah, Sayang." Tommy meraih jari telunjuk itu, kembali membawa tangan Resty ke dalam genggaman hangatnya.
Sebenarnya Tommy menyuruh Resty mengajak temannya bermain ke rumah karena biar Resty tidak merasa jenuh dengan kondisi rumah yang terbilang sepi. Rumah besar itu memang hanya dihuni oleh mereka berdua ditambah seorang pekerja ART dan satu penjaga rumah. Sedangkan papa dan nenek Tommy sendiri sudah meninggal dunia beberapa tahun yang lalu. Nenek Tommy meninggal saat Resty masih berusia empat tahun, dan papa Tommy menyusul saat Resty beranjak SMP.
"Kalau aku keluar sama teman dan nggak sengaja pulang malam, apa sudah nggak pa-pa?"
Tommy sedikit mengernyit mendengar pertanyaan Resty. Sedari dulu Tommy memang tidak membiarkan Resty keluar malam, itu karena Resty masih berusia remaja dan begitu labil saat itu. Tapi mungkin kali ini Tommy harus bisa memberikan anaknya itu kepercayaan, agar tidak merasa terkungkung oleh aturannya itu.
"Asal papa tahu kamu keluar sama siapa, lebih lebih papa sudah kenal teman kamu itu, kan lebih baik."
"Idiiih, ujung-ujungnya masih kepingin dikenalin sama teman aku juga. Dasar Papa!" Mulut Resty sedikit mengerucut, sebentar kemudian tersenyum riang mendapati persetujuan dari papanya.
Beralih Resty mendekap manja kepada papanya, dan Tommy menyambut dekapan itu dengan penuh kasih.
*
Pagi hari sudah kembali menyapa. Seperti biasa Resty kembali bersiap-siap berangkat ke kampus. Jam masuk yang sudah mepet membuatnya tak bisa berlama-lama bersolek, bahkan sarapan paginya pun terpaksa ia lewati. Beruntung mak Asna langsung gerak cepat membawakannya bekal sandwich, dan akhirnya Resty bisa mengganjal perutnya itu sambil mengendarai mobilnya menuju kampus.
Gadis itu memarkir mobilnya di tempat yang telah disediakan oleh kampus. Keluar dari mobil itu dengan tergesa-gesa, tanpa menyadari ternyata ada dua pasang mata yang menyorotnya dari kejauhan.
"Kamu tahu kan apa yang harus kamu lakukan?" tanya salah satu dari mereka.
"Siap! Percayakan semuanya sama aku."
Kedua orang itu menyeringai jahat setelah menemukan ide licik yang ia tujukan kepada Resty. Lalu setelahnya mereka mulai berpencar, seorang pergi ke arah kelasnya, seorang lagi langsung menuju tempat mobil Resty terparkir.
Selang beberapa jam kemudian, saat Resty sudah selesai mengikuti dua makulnya hari ini, ia dan Ika berencana main ke rumah Resty. Mereka berdua berjalan beriringan menuju tempat parkir dengan obrolan seru mengiringi langkah mereka.
Dan langkah itu seketika terhenti di saat dari jarak dua meter Resty sudah melihat ke empat ban mobilnya sudah kempes. Dengan mulut yang terperangah tak percaya, Resty tentu sangat merasa dongkol bukan main.
"Ban mobilku!" pekiknya sambil berlari mendekati mobilnya.
"Perasaan tadi nggak begini deh." Resty dan Ika turut mengitari mobilnya, memandang heran pada seluruh ban mobil yang sudah kempes.
"Sepertinya ini memang disengaja," Ika turut berkomentar.
Resty hanya bergeming. Ia sudah tahu kalau kejadian ini sangat disengaja, hanya ia heran sendiri atas dasar motif apa mereka melakukan ini pada Resty.
"Mm, kalau dilihat bisa jadi ini ulah kacungnya si Alex lagi." Ika berkata sambil menopang tangan di bawah dagu.
"Hus, jangan asal nuduh!" Resty masih berusaha mengelak, meski sebenarnya ia pun tadi sempat berpikir ke arah situ.
"Yaelaaah, kalau bukan mereka yang ngelakuin, trus siapa lagi coba?" Ika sangat yakin dengan instingnya itu.
Resty hanya mengangkat kedua bahunya bersamaan dengan mulutnya yang berdecik kesal.
"Trus gimana dong, Res? Ceritanya nggak jadi main ke rumah kamu nih?"
"Jadi lah!"
Resty meraih ponselnya, lalu ia mendial nomor telpon sopir papanya agar nanti mengurus mobilnya itu.
"Mobilnya kenapa?"
Tiba-tiba suara sapaan Alex membuat Resty mengurungkan panggilan telponnya.
*
Ayo dong readers dukung karya ini dengan like dan komentar dari kalian.
Tanpa dukungan kalian, apalaaaah arti othor😟