Walaupun Danver menjadi pengganti kembarannya menjadi suami Faye, tapi dia sangat menikmati pernikahannya dengan Faye.
Lalu bagaimana dengan Faye kalau dia tau laki-laki yang menjadi suaminya saat ini adalah kembaran dari laki-laki yang dia inginkan menjadi suaminya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Miss Nath, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 10 : Rencana Danzel
Danzel yang marah langsung membalikkan badannya dan hendak keluar dari ruang kerja Tuan Adam.
"Bagaimana kalau Tuan Cyrus yang akan menyentuh kekasihmu dan keluarganya?" tanya Tuan Adam.
Dan pertanyaan Tuan Adam berhasil membuat langkah Danzel terhenti lalu menoleh kembali pada Tuan Adam.
"Apa maksud Daddy?" tanya Danzel.
"Perlu kamu ketahui Tuan Cyrus sangat menyayangi putrinya dan putri Tuan Cyrus sangat menyukai mu, makanya Tuan Cyrus memaksa Daddy untuk menikahkan mu dengan putrinya. Tidak mungkin kan Tuan Cyrus tidak mencari tahu tentang kamu dulu sebelum memutuskan untuk menikahkan putrinya dengan mu?! Pasti dia sudah tahu seluk beluk keluarga kita terutama kamu! Kamu mengerti kan apa maksud perkataan Daddy? Jika kamu menolak pernikahan ini maka kamu harus bersiap melihat perempuan yang kamu cintai itu beserta keluarganya celaka! Jadi pikirkan lah baik-baik!" jawab Tuan Adam.
Setelah mengatakan itu Tuan Adam pun keluar dari ruang kerjanya dan diikuti Nyonya Cyntia dari belakang.
Tak lama setelah kedua orangtuanya keluar barulah Danzel keluar dari ruang kerja Tuan Adam dan berjalan gontai menuju kamarnya di lantai dua.
°°°
Kamar Danzel.
Sesampainya di kamar, Danzel langsung mendaratkan bokongnya di sofa panjang yang ada di depan ranjangnya. Dia menghela nafasnya kasar sambil meletakkan kepalanya di sandaran sofa.
Danzel merenungi kata-kata Daddy-nya.
Walau tidak mengenal baik dengan keluarga Cyrus, tapi Danzel tahu siapa keluarga Cyrus. Keluarga Cyrus adalah salah satu konglomerat di negara itu bukan hanya itu, bahkan keluarga Cyrus masuk ke dalam lima belas besar orang terkaya di dunia.
"Benar yang dikatakan Daddy, kalau aku menolak menikah dengan putri Tuan Cyrus, pasti Tuan Cyrus tidak akan terima dan akan menghancurkan Shenina dan keluarganya. Tapi kalau aku terima, lalu bagaimana dengan Shenina? Apa yang harus aku katakan pada Shenina?" monolog Danzel.
"Aaargh.... aku juga tidak mau melepaskan Shenina! Aku sangat mencintai Shenina!" teriak Danzel frustasi sambil mengacak-acak rambutnya.
Namun tak lama dia teringat akan kembarannya, Danver.
"Apa aku meminta tolong saja pada Danver untuk menggantikan ku?" monolog Danzel.
"Iya! Aku harus meminta bantuan Danver!" cicit Danzel penuh keyakinan.
Danzel pun mengeluarkan ponselnya untuk menghubungi Danver, tapi sayangnya Danver tidak menjawab telepon Danzel.
"Hish... Sedang apa sih si gila itu! Kenapa dia tidak menjawab telepon ku! Apa dia tidak bisa merasakan apa yang aku rasakan sekarang! Saudara kembar macam apa dia!" kesal Danzel sambil melempar ponselnya ke sisi sofa yang kosong.
Drt... Drt... Drt...
Tiba-tiba ponsel Danzel bergetar. Cepat-cepat Danzel mengambil ponselnya karena dia pikir itu telepon dari Danver. Padahal yang menelpon adalah Shenina. Danzel menyimpan nama Shenina dengan emoji bentuk hati.
Danzel mengatur nafasnya lebih dulu sebelum mengangkat telepon dari Shenina agar Shenina tidak tahu kalau saat ini dirinya sedang resah.
"Halo Sayang." ucap Danzel.
"Sudah sampai? Kenapa tidak mengabari ku?" tanya Shenina.
"Sudah. Maaf, begitu sampai rumah aku langsung menemui Daddy. Ada apa? Apa kamu merindukan ku?" goda Danzel.
"Bagaimana kalau aku jawab iya. Apa kamu akan datang menemui ku sekarang?" Shenina malah menggoda balik.
Danzel terkekeh pelan.
"Kamu menang! Aku memang tidak bisa menemui mu sekarang." ucap Danzel dengan suara yang berat.
"Ada apa? Apa kamu bertengkar dengan Daddy mu?" tanya Shenina yang merasa ada yang tidak beres dengan Danzel hanya dari suara-nya saja.
"Tidak Sayang, aku dan Daddy baik-baik saja. Hanya masalah di yayasan." jawab Danzel berbohong.
"Oh syukurlah kalau kamu dan Daddy mu baik-baik saja." balas Shenina sambil bernafas lega.
"Istirahat lah dulu, baru pikirkan masalah yayasan. Karena otak tidak akan bisa diajak berpikir jernih disaat tubuh sedang lelah." nasehat Shenina.
"Iya Sayang. Kamu juga hati-hati yah saat pulang nanti." balas Danzel.
"Iya Sayang." balas Shenina.
"Ya sudah, aku tutup yah teleponnya." kata Shenina lagi dan tanpa mendengar jawaban Danzel, Shenina langsung menutup teleponnya.
Begitu panggilan dengan Shenina berakhir, Danzel kembali menghubungi Danver. Dan kali ini Danver baru menjawab telepon Danzel.
°°°
Bersambung...
