KESEMPATAN KEDUA
Karya ini mendapatkan penghargaan juara Harapan di You are a written Sesson 6. 😅🤭 maaf kepotong entah kenapa.
********************
Kaina menatap dua insan yang tengah memadu kasih. Hatinya hancur berkeping-keping. Kaina menekan dadanya yang teramat sakit.
Dua tahun ia bertahan dengan segenap cintanya. Tapi, semuanya musnah bagai abu yang terbang. Sang suami sejak awal tidak mencintainya.
"Jangan mengharap apapun dengan pernikahan ini!" ujarnya waktu itu.
Ya, ini semua salahku. Aku yang memaksa perjodohan ini. Padahal aku tahu jika Sam memiliki kekasih dan kekasihnya adalah kakak sendiri.
Trisya adalah gadis cantik. Seorang model terkenal. Kesayangan keluarga. Sebenarnya ia bukan kakak kandungku. Ia adalah putri bawaan ibuku.
Sedang aku. Aku hanya anak yang tak dianggap. Sebagus apapun nilaiku. Tidak ada yang mau memuji.
Mungkin hanya ayah yang tersenyum walau sekilas. Ibuku? Hanya menganggapku antara ada dan tiada.
Perjodohan ku terjadi antara ayah bang Sam dan ayahku ketika masa sekolah. Mereka adalah sahabat.
Ayah menikahi ibu yang janda dengan anak satu. Aku terlahir setelah setahun pernikahan mereka.
Semenjak aku mengetahui jika aku dijodohkan dengan pria idamanku, bang Sam.
Aku selayak cicak yang menempel terus ketika ia datang ke rumah. Ayah sampai marah karena kelakuanku.
"Jangan buat malu!"
Saat itu sebenarnya aku hanya mengejek Trisya. Bahwa apapun usahanya. Akulah yang akan menikah dengan bang Sam.
Walau kini aku menyesali apa yang telah kuputuskan. Bang Sam menunjukkan bahwa aku adalah istri yang sama sekali tidak ia inginkan.
Bahkan dengan gamblang ia mempertontonkan kemesraannya di depanku. Entah itu berciuman bahkan bercinta.
Ya, mereka bercinta. Mereka mengaku telah menikah Sirri. Walau aku tidak percaya.
Andai aku bisa mengulang kisah ...
"Heek!!" Aku terkejut.
"Kaina, kenapa kau tidur di kelas!" suara bentakan mengagetkanku.
"Ah!" aku memijat pelipis. Pusing mendera.
"Kau kenapa? Apa kau sakit?" aku menatap suara yang berbicara padaku.
"Bu Rosmala?" aku sedikit terkejut. Di mana aku?
Kuedarkan pandangan. Kelas?
"Ini tanggal berapa?" tanyaku.
"Ini tanggal 20 April," jawab bu Rosmala, "kamu kenapa?"
"Tahun berapa?" tanyaku lagi.
"2019," aku membeliakkan mata mendengar jawaban itu.
Jadi ini dua minggu sudah aku mengetahui perjodohanku dengan bang Sam?
"Kaina, kau kenapa?" Aku menutup mataku.
"Jika kau memang tidak enak badan. Ibu sarankan kau pulang saja," saran Bu Rosmala.
Aku menggeleng. "Tidak apa-apa Bu. Saya mungkin sedikit tertidur tadi. Maaf."
Permintaan maafku cukup membuat satu kelas terkejut. Ya, memang siapa yang tidak mengenalku.
Kaina Syarifah Agatha. Putri seorang pengusaha kaya raya. Cantik dengan kecerdasan di atas rata-rata. Aku adalah seorang yang sangat sombong juga angkuh.
Semua orang membenciku. Aku maklum akan itu.
"Tidak apa, Kaina. Ibu mengerti."
See? Siapa memang yang berani macam-macam denganku. Kampus ini milik ayahku.
"Apa saya tidak dihukum?" pertanyaanku ini membuat semuanya shock termasuk Bu Rosmala.
"Baiklah ... coba kau kerjakan ini," ujarnya sambil meninggalkan rumus akuntansi di papan tulis.
Aku menatap sebentar rumus itu. Lalu hanya butuh satu menit. Rumus itu sudah selesai kukerjakan.
Pintar kan aku?
Bu Rosmala menatap jawabku. Ia manggut-manggut. Aku melirik sekitar. Banyak cibiran tersembunyi.
Aku hanya menghela napas. Sebenarnya tidak habis pikir dengan mereka ini.
Ketika melihat orang bodoh dari mereka. Mereka tidak segan mengejek bahkan membully. Jika ada yang lebih pintar. Mereka tidak suka.
Apa mereka ingin semua orang sama dengan otak mereka? Pas-pasan gitu? Tapi jika idola mereka yang pintar mereka memujanya jika tidak ya pasti dibela. Kan aneh.
Bel berbunyi. Aku sudah merapikan alat tulisku. Aku ingat, hari ini Pak Udin, supir pribadi ayahku tidak akan datang menjemput. Alasannya pak Udin lupa.
Aku tertawa miris. Bahkan orang yang bekerja di rumah saja sangat membenciku.
"Pak Udin sengaja kah nggak jemput aku!" Teriakku kesal.
"Ti-tidak, Non. Sa-saya benar-benar lupa!" Jawabnya sambil terbata.
Aku mengamuk, mengusirnya juga istrinya yang bekerja sebagai pembantu di sana. Tak peduli pembelaan Trisya terhadap mereka. Aku mengamuk sejadi-jadinya. Dengan terpaksa ayahku memecat pak Udin dan istrinya dengan pesangon yang sangat besar.
Aku memilih naik angkutan kota ketimbang taksi. Berdirinya aku di halte mengundang banyak mata menatapku. Aneh.
Mereka tidak percaya dengan apa yang dilihat. Seorang princess naik angkutan umum.
Ketika mobil berwarna hijau dengan angka 56 di kaca depan mobil. Aku naik bersama beberapa orang.
Aku sengaja duduk dekat pintu, enggan berinteraksi dengan siapa pun, menatap jalan yang dilalui.
Sampai aku depan komplek perumahan. Untuk menuju rumah, aku sengaja berjalan kaki ketimbang naik ojek. Bukan apa-apa. Ongkosnya sangat mahal. Padahal hanya berjarak tidak lebih dari 200meter saja. Tapi, harus merogoh kocek hingga tiga puluh ribu. Jika diberi lima puluh ribu, mereka beralasan tidak ada kembalian.
Aku berjalan perlahan, menikmati pemandangan. Sengaja memperlambat. Karena aku ingat juga jika ada pertemuan keluarga.
Ketika sampai gerbang, aku membuka sendiri pintu pagar. Mang Ujo, satpam rumah tengah tertidur.
Krieet!
Mendengar bunyi pagar terbuka, mang Jaya terbangun dan kaget melihatku membuka pintu pagar.
"Non ..."
"Sudah tidak apa-apa, Mang," ucapku sambil menutup pintu pagar.
Sampai halaman kulihat pak Udin berlari ke arahku.
Dengan wajah bersalah. Walau aku tahu itu hanya akting belaka. Ia meminta maaf. Aku hanya mengangguk saja. Memilih mengabaikannya.
Pak Udin terkejut ketika aku melewatinya. Selain mobil ayah ada mobil lain di sana. Aku kenal, siapa pemilik mobil itu.
Namun aku memilih berjalan lewat garasi bukan pintu utama. Melihat aku yang lewat dapur membuat Bik Ijah, istri pak Udin kaget.
Aku mencomot udang tepung yang sudah digoreng dari piring.
"Ah ... anas!" teriakku tertahan sambil mengipas mulut.
Kuambil gelas dan mengisinya dengan air putih dari lemari pendingin. Meneguknya cepat.
"Bik. Tolong nanti makan malamnya anterin ke kamar ya. Aku rada pusing," pintaku pada Bik Ijah.
"I-iya, Non."
"Makasih, Bik!" ujarku sambil mencium kening Bik Ijah.
Aku sedikit berlari menuju kamar. Sengaja. Tapi ....
"Kai!" Ayah memanggil.
"Ya," terpaksa berhenti.
"Kau tidak memberi salam pada Om Surya dan Tante Rina?" Aku lupa jika hari ini mereka juga datang.
Aku berjalan menghampiri tamu ayahku. Netraku melirik sosok tegap yang duduk dengan muka datar. Tangannya sibuk dengan ponselnya.
"Selamat sore, Om, Tan!" sapaku sambil mencium punggung tangan mereka satu persatu.
"Maaf saya tinggal dulu ke kamar," ucapku beralasan.
Mereka sepertinya aneh melihat sikapku. Terutama bang Sam. Aku tidak peduli.
Tujuanku adalah kebahagian semua orang. Termasuk diriku sendiri.
Ya, aku memutuskan untuk merubah takdir. Setelah tersadar, mendapat kesempatan kedua.
Bergegas menuju kamar. Sebelum ditanya apa pun oleh ayah tentunya.
Usai mandi dan berpakaian rumahan. Aku langsung merebahkan badan. Tak butuh waktu lama aku tertidur.
POV'S Kaina end.
Pagi hari Kaina terbangun dengan segar. Ia langsung berdiri membuka gorden. Masih gelap karena baru pukul 04.30.
Menanti adzan subuh. Kaina memilih untuk mandi. Setelah mandi dan berbusana. Ia mengambil wudhu.
Setelah wudhu. Kai keluar kamar mandi, mencari mukena juga sajadah. Sudah lama ia meninggalkan ibadah wajibnya itu.
"Aku harus memperbaiki diri," begitu tekadnya.
Gadis itu menggelar sajadah, kemudian memakai mukenanya. Di sana ada rak yang berisi banyak buku. Kai mengambil Al-qur'an. Membacanya secara perlahan.
Al-Baqarah adalah surah pertama yang ia baca. Hampir satu jus gadis itu membaca, hingga terdengar adzan subuh. Barulah ia menghentikan bacaannya. Diberi tanda agar nanti ketika membaca kembali, ia ingat sudah sampai ayat berapa.
Usai sholat. Kai membereskan kamarnya. Selama ini ia tidak pernah bebenah. Bukan berarti dia tidak bisa. Tapi, kan ada pembantu. Jadi dalam pikirannya buat apa dia membereskan kamarnya.
Namun, sekarang ia rubah. Ia tidak mau lagi bersikap buruk. Gadis itu ingin merubah kesan semua orang menjadi baik padanya, walau itu sulit. Tapi, apa salahnya mencoba.
Usai membereskan kamar. Kai, menuju dapur. Sampai sana ia melihat bik Ijah dan beberapa pembantu lainnya tengah sibuk menyiapkan sarapan.
Semua kaget ketika melihat Kai sudah ada di dapur pagi-pagi begini.
"Non, ngapain di dapur. Nanti pakaiannya bau," ujar Tuti. Pembantu termuda di sini.
"Tidak apa-apa. Aku hanya mau masak buat bekalku nanti," jawabku sambil mengambil bahan-bahan dari lemari pendingin.
"Biar saya saja, Non," ujar bik Ijah ingin menyerobot pekerjaanku.
"Tidak, Bik. Aku saja. Bibik kerjain yang lain aja, bukannya sekarang Ibu besar dan sudah bangun? Lebih baik Bibik ke sana," ujar Kai.
Bik Ijah menurut. Wanita berusia tiga puluhan itu berlalu dan pergi ke kamar ibuku.
Tini ingin mengekori. "Mau kemana, Tin?" tanyaku yang membuat Tini terkejut.
"Ah ... mau bantuin Bik Ijah, Non," jawab Tini..
"Nggak usah. Kamu kerjain yang lain aja!" titah Kai yang tidak bisa disanggah Tini.
Ah ... beruntung Kai tahu dan ingat semuanya. Tini adalah seseorang yang akan menghancurkan pernikahan ayah dan ibu Kai.
Gadis belaga polos itu, menggoda ayah dengan tubuh moleknya. Tentu, Kai tidak terima.
Walau Kai tidak begitu diperhatikan oleh kedua orang tuanya. Tapi, mereka adalah segalanya bagi Kai.
Jadi sebelum ada api. Sebaiknya langsung dipadamkan saja bara yang sudah kelihatan, bukan. kai langsung menyiramnya.
Kai mengambil beberapa nugget ayam, sosis juga dua butir telur. Pertama Kali menggoreng nugget dan sosisnya terlebih dahulu. Kemudian ia membuat omlet.
Usai memasak untuk bekalnya. Ia segera memasukkannya ke dalam wadah. Gadis itu ingat jika hari ini akan ada kuliah tambahan mendadak.
Saat itu Kai memaki pak Bejo yang tidak juga mengantar makan siang untuknya. Kai termasuk tidak suka makan di kantin atau di mana pun kecuali restoran milik keluarga.
Akibat hal itu, Kai jatuh sakit karena maag kronis. Sakit tentunya ketika tahu jika pak Bejo juga sengaja tidak mengantar makanan ke kampus.
Setelah memasukkan semuanya ke wadah. Kai membawa wadah itu ke kamarnya. Gadis itu segera mandi, hari ini ada kuliah pagi. Jadi ia harus buru-buru berangkat.
Semua kaget ketika Kai buru-buru keluar rumah setelah mencium tangan kedua orang tuanya.
Tidak memakai supir. Karena Kai ingat jika semua mobil dibilang rusak oleh pak Bejo. Supir di rumah ada dua. Selain pak Udin tentunya.
"Kenapa Kai tidak pakai mobil, Pak Udin?" Tanya Umar, ayah Kai.
"Mobil rusak semua," jawab pak Udin.
"Oh, kalau begitu biar saya telepon bengkel untuk datang ke sini ...."
Brum ... brumm! Bunyi mesin mobil menyala.
"Loh itu nyala?" Kata Umar heran.
"Ah ... anu ...," Pak Udin tergagap.
Umar menghela napas panjang. "Jangan seperti itu lagi ya Pak. Dia juga putriku, seburuk apapun dia. Jadi kau harus menghormatinya!"
"M-maaf, Tuan," ujar Udin tergagap sambil menunduk.
"Ya sudah, sekarang kita berangkat. Bu, Ayah pergi dulu ya. Assalamualaikum!"
"Iya, Yah. Wa'alaikum salam!"
Bersambung..
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 120 Episodes
Comments
fiza
aku rasa trsingung nih,namaku tini jgk😭..tapi nama sama perangai tidak sama ea..eewww..curang tu pilihan,
2024-11-27
0
Nurwana
astaga jadi pembantu saja belagu kayak tuan rumah.
2024-12-09
0
Nurhayati
waaah SuE bgT tuch paRa pembanTu🤦🤦
2024-11-13
0