NovelToon NovelToon
Jerat Cinta Gadis Desa

Jerat Cinta Gadis Desa

Status: sedang berlangsung
Genre:Romansa pedesaan
Popularitas:2.7k
Nilai: 5
Nama Author: Ika Dw

Sari, seorang gadis desa yang hidupnya tak pernah lepas dari penderitaan. Semenjak ibunya meninggal dia diasuh oleh kakeknya dengan kondisi yang serba pas-pasan dan tak luput dari penghinaan. Tanpa kesengajaan dia bertemu dengan seorang pria dalam kondisinya terluka parah. Tak berpikir panjang, dia pun membawa pulang dan merawatnya hingga sembuh.

Akankah Sari bahagia setelah melewati hari-harinya bersama pria itu? Atau sebaliknya, dia dibuat kecewa setelah tumbuh rasa cinta?

Yuk simak kisahnya hanya tersedia di Noveltoon. Dengan penulis:Ika Dw
Karya original eksklusif.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ika Dw, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 7. Dendam Kesumat

"Ada apa nduk? Memangnya apa yang sudah terjadi? Apa yang membuatmu menangis? Apa kamu punya masalah? Coba cerita sama kakek, siapa tahu saja kakek bisa membantumu."

Mendapati cucunya pulang dari warung dengan menangis Rahmat langsung bergegas untuk mencari tahu apa penyebabnya. Sari memang jarang mengadu meskipun banyak orang yang mencacinya, dia selalu memendam perasaannya sendiri dan itu membuatnya khawatir. Ia yakin di luar sana ada orang yang sudah mengganggunya. Orang-orang kampung di tempatnya itu memang cukup keterlaluan, suka sekali membuat gadis itu menangis.

Sari menggeleng dengan mengusap air matanya. Dia menyibukkan dirinya menata kebutuhan yang baru dibelinya. Dia bahkan tak mau bertatapan dengan kakeknya, takut kakeknya khawatir.

"Sari nggak apa-apa kok kek, sari baik-baik saja. Kakek udah makan belum? Ini Sari baru beli telur. Sari kan tadi belum memasak sayur, gimana kalau Sari buatkan telur dadar?"

"Kakek baru saja makan kok nduk, sama sayur sisa kemarin, barusan ditemani sama nak Jaka. Kamu belum jelaskan sama kakek, apa yang membuatmu menangis?"

Sari tersenyum tipis sembari mengusap air matanya yang mulai mengering. "Siapa juga yang menangis kek, Sari baik-baik saja kok, ini barusan kelilipan debu, jadi agak gimana gitu, kurang nyaman," jawabnya beralibi.

"Kamu pikir kakek ini bocah berumur tiga tahun yang mudah kamu bohongi? Kakek ini sudah tua ndok, sudah banyak makan asam garam. Kakek sudah sangat paham mana yang jujur dan mana yang bohong! Kakek sudah merawatmu sedari kecil, mana mungkin kakek nggak tahu kalau kamu lagi sedih. Jangan suka membohongi orang tua, dosa! Ayo cerita sama kakek, sebenarnya ada apa?"

Rahmat sudah sangat memahami Sari, setiap ada masalah dia murung, nangis bahkan malas keluar kamar. Tak jarang Sari keluar rumah pulang dalam kondisi baik, selalu saja ada masalahnya.

"Kek, kenapa sih kek, budhe Lasmi benci banget sama aku? Sebenarnya aku itu punya salah apa sama dia? Aku loh nggak pernah ganggu dia, tapi dia seneng banget nyakitin perasaanku."

"Oh..., jadi Lasmi lagi yang buat kamu nangis? Perempuan itu nggak ada kapok-kapoknya, seneng banget buat orang sakit hati. Apa dia pikir kelakuannya sudah bener? Kehidupan Anaknya saja nggak jelas, ngapain ngurusin kehidupan orang lain? Orang kalau nggak mikir pakai otak ya gitu, otaknya dangkal, nggak ditaruh di kepala, tapi di lutut. Sudah ndok cah ayu, kamu nggak perlu mengambil hati atas ucapannya, kalau kamu memang berani lawan saja dia. Orang tua kalau nggak bener ya sekali kali dilawan, biar kapok sekalian!"

Lebih dari sekali Rahmat melabrak Lasmi karena sering membuat Sari menangis, tapi tak juga membuatnya jera, sepertinya wanita itu memang tidak bisa diajak hidup rukun bertetangga.

"Kakek, aku nggak salah kan kalau balik memakinya?" tanya Sari. Sebelum memutuskan untuk pulang Sari sempat berbalik mencaci wanita itu, dia balik menyenggol anak Lasmi yang kini bekerja di luar kota. Ia sudah terlanjur sakit hati atas ucapannya yang selalu menjelek jelekkan ibunya yang kini sudah tiada.

"Kalau kamu memang berani ya dilawan saja! Orang tua macam itu tak bisa dihormati. Selama posisimu nggak salah, kamu berhak membela diri, nanti kalau dia marah, biar kakek yang hadapi. Punya tetangga gini amat, bukannya mau diajak hidup rukun malah bikin rusuh mulu!"

Sudah sangat hafal dengan karakter Lasmi yang suka membuat masalah. Dia selalu berpikir bahwa kehidupannya lebih benar dibandingkan kehidupan orang lain. Banyak orang yang tidak menyukai karakternya yang cukup kasar, padahal tingkah laku keluarganya sendiri juga belum tentu lebih baik.

"Memangnya kamu balas gimana cah ayu?" tanya Rahmat.

"Ya aku bilang saja belum tentu keluarganya lebih baik. Anaknya bekerja di luar kota, setiap pulang pakai baju kurang bahan terus keliling kampung macam orang gila, kurasa dia juga bukan wanita baik-baik, ya meskipun aku nggak tahu apa pekerjaan yang dilakukan oleh mbak Wati di luar sana, tapi aku yakin dia memang kurang bener. Salah sendiri dia ngatain aku wanita murahan, ngatain ibu wanita murahan, sakit hatiku, kakek! Kalaupun cuma mengataiku aku ikhlas, tapi kalau sudah berkaitan dengan ibu aku tidak bisa menerimanya. Aku ingin ibuku tenang di sana, hidupnya sudah banyak menderita, tapi kenapa masih ada orang yang julid padanya."

Sari kembali menangis sembari mengungkapkan rasa jengkelnya akibat omongan Lasmi. Sebenarnya ia malas bertetangga dengan wanita itu, tapi mau bagaimana lagi, ia tidak memiliki biaya untuk pindah tempat.

"Sabar ya nduk, orang sabar kasih sayangnya besar. Kamu nggak salah ngatain balik keluarganya, dia memang sangat keterlaluan. Apa dia pikir anaknya lugu bekerja di luar kota? Sudah, biarkan saja dia mau ngomong apa, jangan dimasukkan ke dalam hati."

Rahmat berusaha untuk menenangkan pikirannya yang kacau. Dia sendiri sedih setiap kali melihat cucunya menangis karena menerima hinaan dari mulut-mulut usil di luar, tapi mau bagaimana lagi? Ia juga tidak bisa membungkam mulut semua orang yang suka nyinyir terhadap keluarganya.

Diam-diam Jaka mendengarkan obrolan mereka dari dalam kamar yang ditempatinya. Berasa kondisinya mulai tenang dia keluar ingin tahu sebenarnya apa yang terjadi pada Sari hingga membuatnya menangis dan marah. Apa itu ada kaitannya dengan keberadaannya di situ, pikirnya.

"Kakek, Sari, aku dengar kalian lagi ada masalah, sebenarnya ada apa sih? Maaf..., bukannya aku mau ikut campur, tapi kalau masalah yang kalian hadapi ada hubungannya dengan keberadaanku di sini aku harus ikut turun tangan. Aku nggak ingin kalian dihujat gara-gara keberadaanku di sini."

Jaka mengambil tempat duduk di kursi kayu usang ingin mendengar penjelasan dari dua manusia beda jenis yang kini juga duduk di tempat yang sama dengannya, karena ia memiliki keyakinan masalah yang dialami oleh Sari pasti ada hubungan dengannya.

"Ini nggak ada hubungannya sama kamu nak Jaka, kamu nggak usah nggak enakan kayak gitu, ini sudah menjadi rutinitas kami setiap hari, selalu dihina tetangga yang bermulut pedas. Sudah, abaikan saja, nggak perlu terlalu menanggapinya, anggap saja dia itu orang gila."

"Kalau kita biarkan saja bukannya malah ngelunjak kek, kasihan Sari yang selalu disudutkan. Sebenarnya apa sih yang membuat mereka begitu benci pada kalian? Memangnya apa yang pernah kalian lakukan pada mereka hingga memiliki dendam kesumat pada kalian?"

"Kami bukan orang jahat yang suka membuat masalah. Memang masalah tadi ada kaitannya sama keberadaan mas Jaka di sini. Dia bilang aku pulang membawa pria asing, terus aku dibilang wanita murahan sama seperti ibuku. Katanya niatku menolongmu pasti ada keinginannya, niatku menolongmu hanya ingin memanfaatkanmu. Memangnya apa yang aku manfaatkan dari mas Jaka? Sebenarnya aku tulus berniat menolongmu, tapi kenapa akibatnya seperti ini?"

1
Ika Dw
Halo, author kembali lagi dengan cerita baru...yuk, mampir simak kisahnya 🙂
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!