Safa, gadis dari kalangan atas terpaksa menawarkan diri untuk menjadi istri dari Lingga, seorang CEO terkemuka demi menyelamatkan Perusahaan orang tua angkatnya.
"Ayo kita menikah. Aku akan melahirkan anak untukmu, asal kamu mau menolong Papaku"
"Kau yakin mau menikah dengan ku?"
"Aku yakin!"
Safa menjawabnya dengan tegas. Tanpa memikirkan suatu saat nanti hatinya bisa goyah dan mencintai Lingga.
Tapi sayangnya hati Lingga telah mati, dia hanya mencintai Asyifa tunangannya yang telah meninggal dunia. Lingga menikah hanya karena paksaan orang tua serta untuk melahirkan penerus keluarganya.
"Dia sangat mencintai anaknya, tapi tidak dengan wanita yang melahirkan anaknya" ~ Safa ~
Bagaimana nasib Safa saat Lingga pulang membawa wanita yang wajahnya begitu mirip dengan Asyifa? Apa yang akan Safa lakukan disaat dia sendiri sedang berjuang antara hidup dan mati?
Akankan Safa bertahan atau merelakan suaminya bahagia dengan wanita itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon santi.santi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hadiah untuk Safa
Lingga tampaknya sangat menikmati perannya sebagai Papa baru. Dia benar-benar menjadi seorang Papa yang siaga. Bahkan sudah dua hari Lingga tidak pergi ke dari kantor, dan menyerahkan semua pekerjaannya pada Taufan. Padahal suster yang dikatakan Lingga kemarin telah datang tadi pagi.
Sekarang, pemandangan yang Safa lihat setiap hari adalah Lingga yang selalu berada di dekat putranya. Bahkan jika putranya tidur, Lingga akan ikut tidur di samping putranya itu.
Karena Kendra ada di kamar Safa, pastilah Lingga ikut berada di kamar itu. Jadi kalau Lingga tidur di ranjangnya, Safa bingung harus bagaimana. Hingga Safa sering memilih untuk duduk di Sofa sambil membereskan barang-barang milik Kendra.
Oek..oek...
Safa yang tidak sengaja tertidur di Sofa terbangun karena suara tangisan Kendra. Lingga yang tidur di samping Kendra dengan bertelan jang dada itu juga langsung bangun.
Entah apa yang membuat Lingga sering memamerkan otor perutnya itu. Safa sendiri heran padahal kamarnya juga sejuk dan tidak panas sama sekali. Apa yang Lingga lakukan itu jelas membuat Safa sering salah tingkah sendiri kalau sedang berhadapan dengan Lingga karena disajikan dengan pemandangan seperti itu.
"Haus ya sayang?" Safa meraih Kendra kemudian menggendongnya.
Safa membawa Kendra duduk di sofa agar lebih nyaman saat mengasihinya. Tapi, satu hal yang membuat Safa malu sejak kemarin adalah, Lingga tetap berada di sana saat Safa memberikan asi untuk Kendra.
Meski mereka suami istri dan pernah berhubungan sampai menghasilkan Kendra yang artinya Lingga sudah melihat semua bagian tubuh Safa, tapi Safa tetap saja malu karena sudah lama mereka tak berhubungan lagi.
Safa mulai menyingkirkan rasa malunya karena Kendra yang terus menangis tak sabaran. Satu per satu kancing bajunya telah ia buka, hingga dia mengeluarkan salah satu dari sumber kehidupan milik putranya itu.
Safa sama sekali tak menatap ke arah Lingga, dia tidak tau Lingga menatap ke arahnya atau tidak. Tapi lebih baik menghindari tatapan Lingga yang pastinya akan membuatnya malu.
Tok...tok...
Lingga beranjak untuk membuka pintu kamar Safa yang diketuk.
"Kenapa Bi?" Tanyanya pada Bi Sri.
"Ada Tuan dan Nyonya besar di bawah Den. Katanya mau bicara sama Non Safa"
Lingga melihat ke belakang yang sedang merapikan bajunya.
"Iya, sebentar lagi kami turun"
"Baik Den"
Setelah kepergian Bi Sri, Lingga menghampiri Safa lagi.
"Ayo ke bawah, biar aku yang gendong" Tapi sebelum mengambil alih Kendra, Lingga sempat memakai bajunya terlebih dahulu. Setelah itu, Kendra kembali menempel pada tubuh kekar Papanya.
"Papa sama Mama sudah dari tadi?" Safa lebih dulu mendekati mertuanya karena Lingga berjalan di belakang Safa.
"Baru saja, gimana cucu Mama? Rewel nggak?Kamu pasti kecapean mengurusnya kan?" Novita memang terlihat begitu mengkhawatirkan Safa.
"Enggak Kok Ma. Cucu Mama pintar, Safa juga nggak capek sama sekali karena Safa cuma mengasihinya saja. Selebihnya Mas Lingga yang melakukannya, memandikan, menggantikan popok, bahkan menidurkan. Apalagi Mas Lingga juga mendatangkan suster untuk Kendra, padahal semua hal yang berkaitan dengan Kendra, sudah Mas Kendra lakukan sendiri"
Novita langsung menoleh pada Lingga setelah mendengar cerita Safa.
"Bagus kalau begitu, itu tandanya Lingga bertanggung jawab penuh atas anaknya. Bukan bisanya cuma buat doang. Anak itu anak bersama, bukan cuma anak Ibunya saja. Kebanyakan, suami itu hanya memberikan uangnya saja, dan tidak peduli dengan istrinya yang kelelahan mengurus bayi mereka!"
Memang benar, Safa setuju dengan ucapan Ibu mertuanya itu, tapi sebaik-baiknya Lingga mengurus anak, tapi segala bentuk perhatian dan tanggung jawab itu hanya ditujukan untuk putranya.
Saat mereka bertiga berada di kamar pun, Lingga tak pernah mengajaknya bicara. Mungkin hanya sepatan dua patah kata, itu pun hanya menanyakan soal perlengkapan Kendra yang ia simpan dan Lingga tak bisa menemukan saja. Tidak pernah Lingga mengajaknya berbincang membicarakan masalah Kendra atau yang lainnya. Layaknya orang tua yang baru saja dikaruniai anak.
Lingga hanya asik bermain dengan putranya, menggendong dan menamainya tidur. Safa sendiri di kamar itu lebih pantas di bilang suster dari Kendra. Makanya Safa heran, kenapa juga Lingga harus mencari suster untuk Kendra.
"Tidak papa ada suster, kamu jadi banyak waktu istirahat kalau Lingga ada di kantor" Indra ikut bicara.
"Iya Pa" Safa pun tak kuasa menolak apapun yang dilakukan Lingga. Dia hanya bisa pasrah dan pasrah.
"Papa dan Mama datang ke sini untuk membicarakan sesuatu sama kamu" Ucap Indra yang membuat jantung Safa langsung berdebar denga kencang.
Dia tiba-tiba merasa takut kalau Indra memintanya pergi dan meninggalkan Kendra karena sekarang impian keluarga kaya itu telah terwujud, yaitu mendapatkan keturunan dari Lingga.
"I-iya Pa, ada apa?" Safa benar-benar takut sampai gugup. Apalagi sekarang wajah Indra tapak begitu serius.
Pria berusia sekitar enam puluh tahunan itu meletakkan sebuah map ke atas meja.
Safa tentu semakin ketakutan dibuatnya. Kalau itu sampai terjadi, tentu dia tidak akan sanggup untuk meninggalkan putranya. Meski dia sendiri sadar kalau dia tidak berhak, namun dia adalah Ibunya, rasa sayangnya pada buah hatinya itu juga tak kalah besar dari Lingga.
"I-ini apa Pa?" Safa menatap Indra dan juga Novita.
Seandainya itu memang Indra menginginkan Safa pergi, apakah Lingga akan mempertahankan dirinya?
Safa juga menatap ke arah Lingga seolah meminta bantuan pada pria kaku itu. Meski sikapnya begitu dingin dan tak peduli padanya, tapi setidaknya Lingga mau menahan dirinya di sana. Jujur Safa belum siap kalau dia pergi saat ini.
"Bukalah!" Pinta Indra.
Dengan tangan gemetar, Safa meraih map di atas meja itu. Rasa takutnya membuat dia kesusahan membuka map di tangannya itu.
Safa membaca dengan teliti barisan kalimat dalam kertas yang terdiri dari beberapa lembar. Sampai akhirnya Safa mulai memahami isinya.
"Pa, i-ini?" Safa menatap Indra yang kini tersenyum ke arahnya.
"Itu hadiah untuk mu karena sudah melahirkan cucu Papa. Kamu itu seperti berkah buat kami karena kamu, akhirnya Lingga mau menikah dan memberikan kami pewaris. Dua persen saham itu khusus untukmu saja, bukan untuk Kendra karena kelak dia akan mendapatkan semuanya"
"Tapi Pa, ini terlalu besar" Safa tau seberapa besar perusahaan milik Lingga. Hanya dua persen saham saja tentunya begitu besar.
"Terimalah, itu memang sudah Papa siapkan sejak dulu. Papa pernah bernazar, siapapun yang bisa melahirkan anak dari Lingga, Papa akan memberikan saham itu untuknya, dan itu ternyata kamu. Jadi jangan ditolak!" Jelas Novita.
Safa gak tau lagi harus bagaimana, menerima pemberian mertuanya yang sebenar itu tentu saja membuatnya sungkan karena mereka sudah begitu banyak membantunya.
Safa menatap ke arah Lingga, matanya seolah meminta Lingga untuk memutuskan segalanya. Tapi yang Safa dapat dari Lingga adalah sebuah anggukan kecil. Pertanda jika Lingga meminta Safa untuk menerimanya.
sekarang lingga yg akan berjuang untuk mengejar cinta dari safa lagi
nyesekkkk akuuuu