Kirana menatap kedua anaknya dengan sedih. Arka, yang baru berusia delapan tahun, dan Tiara, yang berusia lima tahun. Setelah kematian suaminya, Arya, tiga tahun yang lalu, Kirana memilih untuk tidak menikah lagi. Ia bertekad, apa pun yang terjadi, ia akan menjadi pelindung tunggal bagi dua harta yang ditinggalkan suaminya.
Meskipun hidup mereka pas-pasan, di mana Kirana bekerja sebagai karyawan di sebuah toko sembako dengan gaji yang hanya cukup untuk membayar kontrakan bulanan dan menyambung makan harian, ia berusaha menutupi kepahitan hidupnya dengan senyum.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hanela cantik, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 7
pagi menjelang siang ini toko tempat Kirana bekerja lumayan sepi karena ini bukan hari weekend. Kirana lantas menyetok bahan makanan yang sudah Muali habis. Menyusunnya rapi pada etalase.
Sampai seseorang masuk dan memanggilnya.
Yuda sempat tertegun sejenak melihat Kirana yang muncul. Ia tersenyum sopan.
“Selamat siang, Mbak,” sapa Yuda ramah, membuat suasana hati Kirana yang tegang sedikit melunak.
Kirana mengangguk canggung sambil membalas senyum tipis. “Siang, Mas. Mau cari apa?”
Yuda berjalan mendekati etalase, sesekali matanya melirik ke arah Kirana, menimbulkan sedikit rasa salah tingkah pada wanita itu.
“Mau beli titipan Ibu,” kata Yuda, lalu menggaruk belakang lehernya. “Duh, sebentar saya cek lagi catatannya.” Ia merogoh saku celananya dan mengeluarkan ponsel.
“Oh, ya. Gula pasir sekilo sama minyak goreng dua liter, Mbak.” Yuda menyebutkan pesanannya. “Yang bagus ya, buat di rumah.”
Kirana segera bergerak cepat. Ia mengambil kemasan gula 1 kg dari rak. Untuk minyak goreng, ia mengambil botol premium berukuran dua liter yang baru ia susun tadi.
“Ini Mas, gula sekilo. Minyak gorengnya yang ini, ya. Dua liter,” ujar Kirana sambil meletakkan barang-barang itu di meja kasir.
“Mbak Kirana kerja di sini?” tanya Yuda penasaran. “Saya baru tahu. Kirain Mbak cuma di rumah saja.”
“Iya, Mas. Saya yang jaga toko ini,” jawab Kirana sambil mulai menghitung total belanjaan Yuda di kalkulator kecil. “Kalau pagi sampai sore saya di sini, Mas. Malam baru pulang ke rumah.”
“Oh begitu,” gumam Yuda, sedikit mengangguk. Ia meraih dompetnya. “Saya tebus dulu ya, Mbak. Berapa semuanya?”
Kirana menyebutkan total harga sambil menyodorkan kantong belanjaan berisi gula dan minyak goreng.
"kalo mbak kerja Arka sama Tiara sama siapa mbak" tanya Yuda dengan hati-hati.
" ohh mereka, saya tinggal di rumah mas, kalo pagi sampai siang nanti arka sekolah mas. Tiara di rumah kadang main sama tetangga"
Yuda sedikit heran mendengar penjelasan Kirana " itu ngga papa mbak, ngga bahaya"
Kirana menggeleng pelan " mereka sudah biasa mas, saya tinggal"
“Maaf kalau lancang, Mbak Kirana,” ujar Yuda pelan, nadanya berubah lebih serius. Ia menunggu Kirana mendongak.
“Suami Mbak... ke mana? Kenapa Mbak harus kerja keras sendirian begini?” tanyanya, berusaha menyampaikan rasa peduli tanpa menghakimi.
Senyum tipis di wajah Kirana langsung memudar. Ada jeda sesaat sebelum ia menjawab, seolah sedang menimbang-nimbang apakah harus jujur kepada pria yang baru dikenalnya ini.
“Sudah lama, Mas. Suami saya meninggal,” jawab Kirana singkat, matanya menatap lurus ke meja kasir. Ia tidak ingin memperpanjang cerita menyakitkan itu.
“Astaga, maafkan saya, Mbak. Saya sungguh tidak tahu,” ucap Yuda menyesal. “Saya turut berduka cita. Pasti berat sekali membesarkan mereka sendirian.”
Kirana menggeleng pelan, seolah berusaha mengenyahkan kesedihan. “Mau bagaimana lagi, Mas. Hidup harus terus berjalan. Demi anak-anak.”
Begitu tiba di rumah, Yuda langsung memarkir mobilnya. Saat ia berjalan masuk, Bi Sumi, asisten rumah tangga di rumahnya, muncul dari dapur.
“Bi, ini titipan Ibu,” kata Yuda, menyerahkan kantong berisi gula dan minyak goreng kepada Bi Sumi.
“Udah pulang, Yud?” sapa Lasma tanpa mengalihkan pandangan dari majalah yang sedang dibacanya.
Yuda menarik kursi di samping ibunya dan menjatuhkan diri dengan pelan. “Udah, Bu. Barusan dari warung di dekat pabrik. Sekalian beli pesanan Ibu.”
Lasma meletakkan majalahnya. “Oh, iya. Gimana tadi di warung? Sudah ramai?”
Yuda menggeleng. “Sepi, Bu. Tapi, Yuda ketemu sama ibunya Tiara dan Arka lagi, Bu.”
Lasma langsung mencondongkan tubuhnya, tertarik. “Oh, subhanallah. Ibunya yang jaga warungnya. Siapa nama ibunya itu?”
Yuda mengangguk. “Iya, Bu. Namanya Kirana. Dia yang jaga toko itu. Yuda baru tahu dia kerja di sana. Yuda sempat tanya soal anak-anak, dan Yuda juga tanya soal suaminya.”
Lasma menatap Yuda penuh perhatian. “Terus, gimana?”
“Suaminya sudah meninggal, Bu. Sudah lama,” ucap Yuda pelan, nada bicaranya sedikit berubah sendu.
Lasma menghela napas panjang, raut wajahnya menunjukkan rasa simpati. “Ya Allah… kasihan sekali. Ibu dengar dia tadi langsung sedih. Tapi, hebat ya dia kuat sekali. Semoga dia selalu diberi kemudahan.”
Yuda memijat pangkal hidungnya. “Iya, Bu. Yuda jadi… kepikiran. Berat sekali pasti jadi dia.”
Ia berdiri dari kursi dan berkata, “Yuda ke kamar dulu ya, Bu.”
Lasma mengangguk. “Iya, Nak. Istirahat sana. Dari tadi kelihatan capek.”
Yuda naik ke lantai dua, membuka pintu kamarnya lalu menjatuhkan diri di kasur. Ia menatap langit-langit kamar beberapa saat sebelum tangannya meraih ponsel di meja samping.
Rasa penasaran itu makin kuat.
Apa Kirana punya media sosial?
Ia mulai mengetik nama Kirana di kolom pencarian Instagram.
Tidak ada. Dia mengecek semua profil tapi tidak ada yang cocok satu pun.
Yuda mengusap tengkuknya.
“Aduh, Yud… lo ini kenapa sih? Baru ketemu dua kali, udah kepo banget,” bisiknya pada diri sendiri.
Namun tetap saja, jarinya kembali mencoba mencari dengan cara lain.
Ia bahkan mengetik Kirana janda lalu buru-buru menghapusnya karena merasa bersalah sendiri.
“Gila, Yud… dosa, dosa.”
Semakin lama ia mencari, semakin jelas satu hal:
Kirana memang tidak punya media sosial.
Yuda meletakkan ponselnya di dada dan menatap kosong ke langit-langit.
“Pantes aja…” gumamnya lirih.
“Dia tipe orang yang fokus hidup, bukan main HP.”
Ada perasaan antara kagum dan… kecewa kecil.
Karena ia tidak bisa tahu lebih banyak tentang wanita itu selain apa yang ia lihat sendiri.
Setelah beberapa detik, Yuda menutup kedua matanya.