NovelToon NovelToon
LUKA YANG KEMBALI

LUKA YANG KEMBALI

Status: tamat
Genre:Teen Angst / CEO / Action / Percintaan Konglomerat / Cinta Seiring Waktu / Cintapertama / Tamat
Popularitas:112
Nilai: 5
Nama Author: Dri Andri

SINOPSIS
Laura Christina telah menyimpan perasaan pada Julian Mahardika sejak mereka kuliah—sepuluh tahun yang terasa seperti selamanya. Julian, pria yang membangun tembok tinggi di sekitar hatinya setelah tragedi masa lalu, tidak pernah menyadari cinta diam-diam Laura. Ketika kehidupan membawa mereka kembali bersama dalam proyek berbahaya yang melibatkan konspirasi, pengkhianatan, dan ancaman maut, Laura harus memilih: tetap bersembunyi di balik senyumnya atau mengambil risiko kehilangan segalanya—termasuk nyawanya—untuk pria yang bahkan tidak tahu dia ada.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dri Andri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 23: PENGAKUAN TANPA JAWABAN

Hari pertama.

Julian gak pernah meninggalkan ICU. Felix udah ngatur supaya Julian bisa dapat izin khusus untuk nginep di dalam—melanggar protokol rumah sakit, tapi Felix punya wewenang sebagai kepala bedah.

Malam pertama, Julian duduk di kursi yang sama, posisi yang sama, memegang tangan Laura yang sama. Luka-luka di tubuhnya udah dibersihkan dan dijahit sama perawat yang dipaksa Felix. Tapi Julian gak peduli sama sakitnya. Semua sakit fisik itu gak ada apa-apanya dibanding sakit liat Laura terbaring gak sadar.

"Aku inget pertama kali lihat lo," bisik Julian di kesunyian ICU, cuma ditemani bunyi mesin ventilator. "Bukan di kantor dua bulan lalu. Tapi di kampus. Aku inget."

Dia berhenti, tersenyum pahit mengingat betapa bodohnya dia dulu.

"Lo duduk di perpustakaan, sudut kiri deket jendela. Selalu duduk di situ. Aku pikir lo mahasiswi yang rajin banget sampai tiap hari di perpus. Gak pernah kepikiran kalau lo duduk di situ karena—karena lo lagi liatin aku."

Air mata mengalir lagi. Julian udah gak coba tahan lagi. Gak ada gunanya pura-pura kuat kalau di dalem dia udah hancur total.

"Felix cerita semua yang lo lakuin dulu. Gimana lo ngapalin jadwal kelas aku. Gimana lo tau aku suka kopi item. Gimana lo diam-diam peduli tanpa pernah minta apapun balik." Suaranya bergetar. "Dan aku—aku terlalu sibuk dengan dunia aku sendiri sampai gak pernah lihat lo. Gak pernah kasih lo kesempatan."

Dia mengangkat tangan Laura, menciumnya dengan lembut.

"Maafin aku," bisiknya. "Maafin aku karena bikin lo tunggu sepuluh tahun. Maafin aku karena bikin lo ngerasa kayak gak cukup penting. Padahal kenyataannya—lo adalah orang paling penting dalam hidup aku sekarang."

Gak ada jawaban. Cuma bunyi mesin yang monoton.

"Bangun, Laura," bisiknya dengan desperate. "Kumohon, bangun. Aku—aku butuh lo bangun. Butuh tau lo baik-baik aja. Butuh lihat mata lo buka lagi."

Tapi Laura tetep diam. Wajahnya damai, seolah dia cuma tidur. Tapi Julian tau ini bukan tidur biasa. Ini adalah pertarungan antara hidup dan mati yang terjadi di dalam tubuh Laura, pertarungan yang dia gak bisa bantu dengan cara apapun.

***

Hari kedua.

Pagi datang dengan cahaya matahari yang masuk lewat jendela ICU. Julian masih di posisi yang sama—dia tidur sebentar di kursi, kepala bersandar di tepi ranjitan Laura, tangan masih gak lepas dari tangan Laura.

Felix datang dengan hasil scan otak terbaru. "Bengkaknya turun sedikit. Itu kabar baik. Tapi aktivitas otaknya masih rendah. Dia masih dalam koma dalam."

"Berapa lama?" tanya Julian dengan suara serak.

"Gak ada yang tau. Bisa hari ini, bisa besok, bisa—" Felix gak nyelesain kalimat, tapi maksudnya jelas.

Bisa gak pernah.

Siang harinya, Nia datang dengan makanan yang dia paksa Julian makan. "Lo gak akan berguna buat Laura kalau lo sakit," ujarnya dengan tegas.

Julian makan karena dipaksa, tapi semua makanan terasa kayak abu di mulutnya. Gimana bisa dia menikmati apapun sementara Laura terbaring seperti ini?

"Cerita dong tentang Laura," ujar Julian tiba-tiba. "Tentang dia pas kuliah. Aku—aku pengen tau semua yang aku lewatin."

Nia menatapnya dengan mata yang berkaca-kaca, lalu mulai cerita.

"Laura jatuh cinta sama lo di hari pertama orientasi. Dia bilang pas pertama kali lihat lo, ada sesuatu yang klik. Sesuatu yang bilang 'ini dia'." Nia tersenyum sedih mengingat. "Aku pikir dia cuma terpesona sesaat. Tapi ternyata gak. Hari demi hari, aku lihat dia makin jatuh. Dan yang paling nyakitin—dia gak pernah bilang apa-apa sama lo. Cuma natap dari jauh, berharap lo akan lihat dia."

Julian menutup matanya, setiap kata Nia seperti pisau yang menusuk.

"Ada satu waktu," lanjut Nia, "lo sakit parah sampai gak masuk kelas seminggu. Laura panik banget. Dia tanya ke Felix—soalnya dia tau Felix sahabat lo—dan Felix bilang lo kena demam berdarah. Laura langsung beli buah-buahan, bikin sup, masukin ke tas dan tinggalin di depan pintu kos lo dengan notes anonim. Dia lakuin itu setiap hari sampai lo sembuh."

"Itu—itu Laura?" Julian menatap Nia dengan shock. "Aku pikir itu dari kawan kos—"

"Bukan. Itu semua Laura." Nia mengusap air matanya. "Dan pas lo sembuh dan kembali ke kampus, dia cuma natap dari jauh dengan senyum lega. Gak pernah bilang itu dia yang ngelakuin. Gak pernah expect ucapan terima kasih. Cuma seneng lo udah sehat."

Julian merasakan dadanya hancur. Gimana bisa dia gak pernah tau? Gimana bisa dia seegois itu sampai gak pernah ngeliat orang yang begitu tulus peduli sama dia?

"Dan yang paling nyakitin," Nia melanjutkan dengan suara bergetar, "pas wisuda. Lo wisuda dengan nilai cumlaude, dapet penghargaan, semua orang tepuk tangan. Laura ada di antara penonton, nangis bahagia liat lo di panggung. Dia bilang ke aku, 'Lihat dia, Ni. Dia bersinar banget. Aku seneng bisa lihat dia bahagia kayak gini, walau dia gak pernah tau aku ada'."

Air mata Nia jatuh deras sekarang. "Dia mencintai lo dengan cara yang paling tulus, Julian. Tanpa pamrih. Tanpa expect apapun. Cuma seneng lo bahagia, walau dia sendiri menderita dalam diam."

Julian gak bisa tahan lagi. Dia nangis—nangis dengan cara yang gak pernah dia lakuin sebelumnya. Bahunya bergetar, suaranya keluar dalam isakan yang gak bisa dia kontrol.

"Aku gak layak," bisiknya di antara tangisan. "Aku gak layak dicintai seperti itu. Gak layak punya dia."

"Tapi dia milih lo," jawab Nia dengan lembut. "Dari sekian banyak orang, dia milih lo. Dan sekarang—sekarang lo harus buktiin kalau dia gak salah milih. Lo harus buat dia fight. Harus buat dia pengen balik."

Julian mengusap air matanya, menatap wajah Laura yang masih damai dalam koma. "Gimana caranya?"

"Terus bicara sama dia," jawab Nia. "Dokter bilang pasien koma kadang bisa dengar suara orang-orang terdekat. Jadi bicara. Cerita apapun. Bikin dia tau lo ada di sini. Bikin dia tau dia gak sendirian."

Setelah Nia pergi, Julian kembali ke posisinya di samping Laura. Dia memegang tangan Laura dengan erat, lalu mulai bicara.

"Lo tau gak, Laura? Aku benci proyek Green Valley itu sekarang. Aku benci Leon. Aku benci semua yang bawa lo ke situasi ini." Suaranya penuh kemarahan dan penyesalan. "Tapi lebih dari itu—aku benci diriku sendiri. Karena aku yang bikin lo ngerasa harus buktiin sesuatu. Aku yang bikin lo ngerasa gak cukup berharga."

Dia berhenti, menarik napas yang bergetar.

"Padahal kenyataannya, lo adalah orang paling berharga yang pernah ada dalam hidupku. Lo adalah alasan aku bisa bangun pagi dengan sesuatu untuk ditunggu. Lo adalah alasan aku bisa senyum lagi setelah bertahun-tahun aku lupa gimana caranya."

Mesin monitor berbunyi sama—gak ada perubahan. Tapi Julian terus bicara.

"Aku mencintai lo, Laura Christina." Kata-kata itu keluar dengan jelas sekarang, tanpa keraguan. "Aku mencintai lo dengan cara yang gak pernah aku pikir aku bisa rasain lagi. Aku mencintai lo bukan karena lo sempurna, tapi karena lo adalah LO. Dengan semua kekuatan dan kelemahan lo. Dengan semua cinta diam-diam yang lo kasih selama ini."

Dia mengangkat tangan Laura, menciumnya dengan lembut.

"Jadi kumohon," bisiknya, "buka mata lo. Lihat aku. Kasih aku kesempatan untuk bilang ini semua langsung ke mata lo. Kasih aku kesempatan untuk mencintai lo dengan cara yang lo pantas dapatkan."

***

Di luar ICU, Felix dan Nia berdiri di koridor, menatap lewat jendela kaca. Mereka bisa lihat Julian bicara—bibirnya bergerak, tubuhnya membungkuk ke Laura—tapi mereka gak bisa dengar apa yang dia bilang.

"Lo pikir dia bisa dengar?" tanya Nia pelan.

"Aku gak tau," jawab Felix jujur. "Secara medis, ada kemungkinan. Ada banyak kasus pasien koma yang cerita setelah sadar kalau mereka bisa dengar suara sekitar. Tapi gak semua. Dan kondisi Laura—" dia berhenti, gak mau ngomong yang pesimis.

"Dia harus bangun," ujar Nia dengan tegas, lebih pada dirinya sendiri. "Dia harus bangun karena—karena mereka berdua udah terlalu lama nunggu untuk akhirnya bisa bersama."

Felix menatap Nia dengan tatapan yang penuh empati. "Lo kenal Laura paling lama. Dia orang yang kuat, kan?"

"Dia orang terkuat yang aku kenal," jawab Nia, air matanya jatuh lagi. "Tapi semua orang punya batas. Dan aku takut—aku takut Laura udah terlalu lelah untuk fight lagi."

Mereka terdiam, masing-masing tenggelam dalam pikiran dan ketakutan mereka sendiri.

Di dalam ICU, Julian masih bicara dengan Laura yang gak merespons. Kata demi kata, cerita demi cerita, pengakuan demi pengakuan—semuanya keluar tanpa ada jawaban.

Tapi Julian gak berhenti. Karena selama mesin-mesin itu masih bunyi, selama jantung Laura masih berdetak, dia akan terus bicara. Terus berharap. Terus berdoa dengan caranya yang canggung.

Karena kehilangan Laura—kehilangan wanita yang udah mencintainya sepuluh tahun tanpa pamrih—akan menjadi hal yang gak akan pernah bisa Julian survive.

Dan malam kedua berakhir dengan Julian masih di sana, masih memegang tangan Laura, masih berbisik kata-kata cinta yang gak pernah dia ucapkan selama ini.

Berbisik pada wanita yang mungkin bisa dengar.

Atau mungkin tidak.

Tapi Julian akan terus berbisik, karena itu satu-satunya hal yang bisa dia lakukan.

Satu-satunya cara dia bisa bilang: "Aku di sini. Aku gak akan kemana-mana. Aku akan tunggu selama apapun sampai lo kembali padaku."

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!