NovelToon NovelToon
(Batas Tipis) CINTA & PROFESI

(Batas Tipis) CINTA & PROFESI

Status: sedang berlangsung
Genre:Trauma masa lalu / Cintapertama
Popularitas:445
Nilai: 5
Nama Author: Penasigembul

Dorongan kuat yang diberikan sepupunya berhasil membuat Marvin, pria dengan luka yang terus berusaha di kuburnya melangkahkan kaki masuk ke dalam ruang praktek seorang Psikolog muda. Kedatangannya ke dalam ruang praktek Bianca mampu membuat wanita muda itu mengingat sosok anak laki-laki yang pernah menolongnya belasan tahun lalu. Tanpa Bianca sadari kehadiran Marvin yang penuh luka dan kabut mendung itu berhasil menjadi kunci bagi banyak pintu yang sudah dengan susah payah berusaha ia tutup.
Sesi demi sesi konsultasi dilalui oleh keduanya hingga tanpa sadar rasa ketertarikan mulai muncul satu sama lain. Marvin menyadari bahwa Bianca adalah wanita yang berhasil menjadi penenang bagi dirinya. Cerita masa lalu Marvin mampu membawa Bianca pada pusaran arus yang ia sendiri tidak tahu bagaimana cara keluar dari sana.
Ditengah perasaan dilema dan masalahnya sendiri mampukah Bianca memilih antara profesi dan perasaannya? apakah Marvin mampu meluluhkan wanita yang sudah menjadi candu baginya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Penasigembul, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 7

“Kasih Caca waktu, Mas.” Ucap Vivi ketika suaminya mengatakan akan meminta Bianca ikut dengannya ke perusahaan untuk memperkenalkan Bianca sebagai penerus dirinya.

“Sampai kapan? Anak itu selalu beralasan dengan meminta sedikit waktu lagi.” Balas Bram dengan sedikit tidak sabar.

“Tapi baru beberapa tahun ini aku melihat Caca menikmati apa yang dia lakukan.” Masih dengan suara yang tenang Vivi memberi suaminya pengertian.

“Dia harus mulai belajar masuk ke perusahaan dan menjalankannya, supaya ketika aku harus benar-benar berhenti dia tidak kaget.” Bram tidak memiliki penerus lain selain putrinya. Ia sangat menaruh harapan pada putrinya untuk meneruskan bisnis yang ia rintis bersama istrinya, ia melakukan semua ini semata-mata untuk putri semata wayangnya.

“Biarkan aku yang bicara padanya.” Putus Vivi akhirnya. Setidaknya Bianca akan lebih nyaman jika bicara dengan dirinya. Vivi melihat betapa keras suaminya mendidik putri semata wayang mereka. Bianca sering merasa tidak nyaman jika Bram berada di rumah bahkan sampai saat ini.

Bram tidak menanggapi istrinya itu dan memutuskan keluar kamar menuju ruang kerjanya. Sikap otoriter dan penuh kontrol memang tidak pernah lepas dari pria itu. Sejak dulu ia menentang keinginan putrinya untuk menjadi seorang psikolog sampai putrinya rela kesulitan membiayai kuliah dan hidupnya sendiri karena Bram menghentikan semua fasilitas Bianca. Butuh waktu lama bagi Vivi untuk menemukan jalan tengah bagi keduanya, sampai akhirnya Vivi menyarankan Bianca untuk mengambil double degree, Psikologi dan Bisnis untuk meluluhkan hati Bram.

Vivi duduk di tepi ranjang memutar otaknya untuk bisa membujuk putrinya mengambil cuti beberapa waktu agar bisa memenuhi keinginan Bram. Ini hal yang cukup sulit, Vivi berpikir Bram akan melunak seiring berjalannya waktu, membiarkan putri mereka untuk menentukan jalan hidupnya sendiri tapi ternyata dirinya salah, suaminya tidak merubah pikirannya sedikitpun.

Samar, Vivi mendengar suara mobil putrinya, menandakan Bianca sudah pulang, wanita itu melihat jam dinding di kamarnya yang sudah menunjukkan pukul 18.30. “pantas Caca sudah pulang.” Gumam Vivi kepada dirinya sendiri.

Vivi keluar dari kamar menyambut putrinya, ia harus bisa menyampaikan lebih dulu keinginan suaminya sebelum Bram memutuskan untuk mengatakannya sendiri.

*

Bianca sedang menyisir rambutnya ketika ketukan di pintu kamarnya terdengar disusul dengan suara lembut mamanya.

“Boleh mama masuk, Ca?”

Bianca berjalan membuka pintu kamarnya dan mempersilahkan mamanya untuk masuk. Vivi langsung mengambil tempat di tepi tempat tidur putrinya dan meminta Bianca untuk duduk di sebelahnya.

“ada apa, ma?” tanya Bianca bingung, tidak biasanya mamanya mendatangi kamarnya terlebih kedatangan mamanya seperti ada yang ingin disampaikan.

Vivi tidak langsung bicara, ia hanya mengelus lembut rambut panjang putrinya, mengatur setiap kata yang akan ia sampaikan kepada putrinya. Keputusan suaminya akan membuat Bianca kecewa karena merasa pilihan hidupnya tidak didukung oleh orangtuanya.

“Apa kamu bisa cuti praktek untuk beberapa waktu, nak?” akhirnya Vivi bersuara dengan pertanyaan yang menurutnya paling aman.

“Apa ada hal mendesak, ma?” tanya Bianca tidak langsung menjawab pertanyaan mamanya. Vivi menggeleng, Bianca mengerutkan dahinya melihat respon mamanya.

“Papamu ingin mengenalkanmu ke perusahaan, sebagai awal untuk mengenalkan putrinya.” Vivi menjelaskan dengan sangat hati-hati. Bianca mulai mengerti kemana arah pembicaraan mamanya, ini soal melanjutkan bisnis papanya.

Bianca tidak merespon, wanita itu hanya diam menatap lurus ke depan, melihat putrinya yang tetap bungkam Vivi kembali melanjutkan ucapannya, “Mama sudah berusaha membujuk papamu untuk memberimu waktu, tapi “

“tapi papa tidak akan mengerti.” Sambar Bianca sebelum Vivi menyelesaikan kalimatnya. Vivi masih mengelus kepala putrinya lembut. “tidak ma, untuk kali ini saja kasih Caca waktu. Biarkan Caca menikmati apa yang menjadi pilihan Caca.” Bianca memejamkan matanya, hatinya bergejolak, tapi sekuat tenaga ditahannya.

“Mama mengerti, nak”

“tidak, mama tidak mengerti.” Potong Bianca lagi sambil menoleh dan menatap mamanya dalam, selama ini mamanya hanya berusaha menjadi penengah tanpa benar-benar mendukungnya. “Bianca Cuma minta waktu, ma. Bianca gak minta yang lain, Cuma waktu.” ada penekanan yang jelas setiap kali Bianca mengucapkan kata waktu.

Bianca merasa hidupnya tidak pernah bebas, hidupnya harus selalu sesuai dengan aturan dan ekspektasi papanya, bahkan mamanya meski dengan cara yang berbeda melakukan hal yang sama. Ia selalu dipaksa melakukan apa yang dikatakan kepadanya, tidak boleh membantah, menolak atau bahkan mengambil keputusan untuk dirinya sendiri. Terakhir kali ia memaksakan keinginannya semua fasilitas yang selama ini diberikan papanya diberhentikan.

“Papa hanya ingin tahu kamu butuh waktu berapa lama untuk bisa melanjutkan bisnisnya, nak.” Vivi kembali bersuara masih dengan tenang dan lembut.

“Sampai Caca siap dan atas kemauan Caca sendiri.” Jawab Bianca dengan suara yang terdengar ketus, dengan cepat Bianca memalingkan wajah dan memejamkan matanya, mengatur nafas dan kembali menguasai dirinya,

“Papamu tidak memintamu menggantikannya besok, Ca. Dia hanya ingin mengajak dan mengenalkanmu.” Bujuk Vivi mengingat suaminya hanya meminta agar Bianca mau diajak untuk mengunjungi perusahaan. “Soal waktu dan kesiapan yang kamu butuhkan akan mama bicarakan lagi pada papamu, setidaknya turutilah permintaannya untuk mengunjungi perusahaan.” Bianca menoleh menatap kearah mamanya, kali ini tatapannya tajam tapi Vivi dapat melihat ada kekecewaan disana.

“menuruti keinginan papa untuk sekali ini saja?” Bianca mengulangi ucapan Vivi barusan dengan suara gambang, “Apa selama ini aku tidak menuruti keinginan kalian?” lanjut Bianca ketus, ada goresan luka dalam suaranya. Bianca kembali memalingkan wajahnya dan saat itulah airmata berhasil lolos dari matanya. Vivi merangkul pundak Bianca berniat untuk memeluk putrinya, berharap putrinya mengerti bahwa ia mencintai Bianca tapi dengan cepat Bianca menghindari rangkulan itu.

“jika mama juga tidak bisa mengerti, Caca siap melepaskan apapun termasuk keluar dari rumah.” Lanjut Bianca sambil bangkit berdiri dari posisinya, setiap kata yang keluar dari mulutnya diucapkan oleh Bianca dengan penuh keyakinan.

Vivi menghela nafas panjang, “Ya Sudah, mama tidak akan memaksa. Nanti mama yang akan bicara dengan papamu.” Ujar Vivi mengalah ketika mendengar kalimat terakhir Bianca, ia tidak ingin apa yang Bianca ucapkan benar-benar akan dilakukan oleh wanita muda itu.

Dengan tenang Vivi kembali menarik Bianca untuk duduk disebelahnya, ia tidak berhenti mengelus punggung putrinya itu sampai Bianca tenang dan nafasnya lebih teratur. “Kita makan malam dulu yuk, Ca. Papa sudah menunggu di meja makan.” Ajak Vivi lembut ketika Bianca sudah jauh lebih tenang, ia menggandeng tangan putrinya meninggalkan kamar menuju ruang makan, Bianca dapat melihat Bram yang sedang menunggu mereka di meja makan sambil memerhatikan sesuatu pada layar ponselnya.

*

Ketika sedang asik dengan buku bacaan di tangannya tiba-tiba Bianca teringat akan sosok pria bernama Marvin yang menjadi klien favoritnya saat ini. Pertemuan terakhir mereka menyadarkan Bianca, pria itu memiliki magnet yang membuatnya tidak bisa berhenti memikirkan pemilik suara yang terdengar sangat familiar itu.

Bianca mulai penasaran dengan Marvin, dengan luka apa yang sebenarnya merusak pria berparas datar itu. Sebenarnya wajah kaku Marvin secara tidak langsung mengingatkan Bianca dengan wajah tegas ayahnya, tapi sorot mata yang berbeda, sorot mata pria itu seolah menyimpan awan gelap yang selalu ia sembunyikan.

tanpa sadar Bianca mengetik nama pria itu di kolom pencarian internet, dan segala informasi tentang pria itu muncul. Pria itu memiliki nama lengkap Arkana Marvin Dirgantara yang sudah diketahui Bianca begitupun dengan usianya. Bianca mengernyitkan dahi ketika menemukan berita kematian anak bungsu Antonius Dirgantara yang tercatat sebagai ayah dari Arkana Marvin Dirgantara.

Dengan cepat Bianca mengambil sebuah kertas mencatat penemuannya, ia pikir mungkin ini bisa menjadi clue baginya di sesi selanjutnya dengan Marvin.

‘Amelia Martha Dirgantara’ gumam Bianca sambil menuliskan nama itu di secarik kertas yang ia siapkan tadi. Bianca mengerutkan keningnya berusaha mengingat nama Martha dalam ingatannya, ia merasa seperti familiar dengan nama anak perempuan ini.

Pikiran Bianca mulai membuat banyak asumsi, penemuannya kali ini membuatnya mengetahui jika klien bernama Marvin yang sangat menarik baginya memiliki seorang saudara perempuan yang meninggal ketika berusia enam tahun.saur

‘apa kematian adiknya menjadi salah satu penyebab luka dari pria itu?’ gumam Bianca lagi, tapi dirinya segera tersadar, ini bukan yang seharusnya ia lakukan. Ia tidak pernah membawa masalah kliennya ke dalam rumah. Seharusnya pikiran tentang kliennya itu sudah ia tinggalkan di ruang konsultasinya.

Bianca segera menyudahi pencariannya tentang Marvin ketika menyadari apa yang baru saja ia lakukan, ia juga segera merapikan buku yang sempat ia baca tadi dan mulai mengistirahatkan dirinya.

1
Tít láo
Aku udah baca beberapa cerita disini, tapi ini yang paling bikin saya excited!
Michael
aku mendukung karya penulis baru, semangat kakak 👍
Gbi Clavijo🌙
Bagus banget! Aku jadi kangen sama tokoh-tokohnya 😍
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!