Dorongan menikah karena sudah mencapai usia 32 tahun demi menghilangkan cap perawan tua, Alena dijodohkan dengan Mahendra yang seorang duda, anak dari sahabat Ibunya.
Setelah pernikahan, ia menemukan suaminya diduga pecinta sesama jenis.
✅️UPDATE SETIAP HARI
🩴NO BOOM LIKE 🥰🥰🥰
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pena Digital, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 7: Meminta pisah
Ahen memegangi kepala Alena agar tidak banyak bergerak. Perlahan ia mendekatkan wajahnya.
"Tolong!!" teriak Alena.
Alena langsung meludahi wajah Ahen dan berhasil membuat Ahen menjauh darinya. Alena bernapas lega, ia langsung berdiri dan menempel di tembok.
"Apa maumu? Kan sudah ada perjanjian." tanya Alena.
"Tapi kamu mengadu pada Bi Mia."
Alena menggeleng.
"Enggak! Aku nggak ngadu apapun. Tentang apa?"
"Kalau kamu ingin mendapat hak batinmu, katakan padaku. Jangan sampai mengemis rasa kasihan dari orang lain."
"Jika orang lain berpikir begitu maka itu bukan salahku."
"Alena, kita menikah tidak atas dasar cinta. Aku tidak menyentuhmu karena aku tidak bisa melakukan itu tanpa adanya cinta."
Alena mengatur napasnya.
"Aku juga tidak berharap demikian. Aku adalah salah satu perempuan yang tidak mau mengemis cinta seorang laki-laki."
Ahen duduk di tepi tempat tidur dan kembali tenang.
"Kamu tidak harusnya berbicara apapun tentang kita pada orang lain termasuk Bi Mia. Kita pisah kamar juga atas persetujuanmu."
"Iya aku tau itu."
"Lalu kenapa Bi Mia mendatangiku dan memintaku untuk mengubah keputusan pisah kamar ini? Bi Mia tidak akan bicara seperti itu kalau tidak ada yang bicara padanya."
Alena berjalan mendekat pada Ahen.
"Kamu pikir aku bicara apa sama Bi Mia? Sampai kapanpun aku juga ogah satu kamar."
Mereka berdua sama-sama diam, hening menghiasi ruangan itu.
"Aku tau kamu cinta banget sama istri pertamamu, aku nggak ada niatan ingin setara sama dia. Aku menikah juga karena Ibuku."
Ahen hanya diam.
"1 tahun lagi, sebaiknya kita pisah aja." usul Alena.
Ahen menoleh pada Alena yang berdiri di sampingnya.
"Kau mau mempermainkan status pernikahan?"
"Ahen, jangan egois deh. Pernikahan ini nggak ada isinya. Pernikahan ini nggak hidup. Ibuku nggak akan kaget kalau kita pisahnya tahun depan, tinggal bilang aja kita nggak cocok, Ibuku pasti nggak akan bilang ini karena kurang waktu untuk adaptasi."
"Kalau begitu aku akan jadi duda untuk kedua kalinya."
Alena menghela napas.
"Apa bedanya sama sekarang? Cuma ganti status. Tapi hidup kita nggak kayak Suami Istri. Aku ngomong gini bukan karena ingin kamu cinta sama aku atau kasihan sama aku loh ya."
"Kenapa jadi begini?!" Ahen kembali emosi.
"Aku nggak mau punya suami pemarah. Apalagi marahnya karena istri pertamanya."
"Aku minta maaf atas itu."
"Ahen, aku nggak mau memaksamu terus-terusan disampingku nantinya. Maka dari itu, setujui aja usulanku. Setelah pisah nanti, aku nggak akan jelek-jelekin kamu di depan orang tuamu atau di depan Ibuku. Kamu tenang aja."
Ahen hanya diam. Tidak berselang lama, Ahen langsung keluar dari kamar Alena. Alena langsung merasa lega.
Ia lama-lama juga memikirkan perkataannya tadi.
Keesokan harinya. Sekitar pukul 06:30 pagi, Ahen sudah berada di meja makan dan Bi Mia sedang menata masakannya.
'Tak tak' suara sepatu yang beradu dengan lantai, suara itu kian mendekat ke arah ruang makan.
Ahen menoleh ke arah sumber suara dan melihat Alena yang datang sambil merapikan rambutnya dan menenteng tas laptop. Melihat Alena yang berpakaian rapi dengaan mengenakan setelan seragam dinas sekolah membuat Ahen heran.
"Mau kemana?" tanya Ahen.
"Kerja. Aku udah bosen di rumah."
"Kerja?" tanya Ahen.
"Iya, kerjaanku banyak di sekolah. Guru-guru lainnya mulai tanya kapan masuk lagi." jawab Alena.
Alena duduk berhadapan dengan Ahen.
"Aku naik ojek, pulangnya ke rumah Ibuku, mau ambil mobilku."
"Alena, kamu belum meminta izinku, loh."
"Ahen, kamu lupa? Kamu kan udah setuju kalau aku tetep kerja."
"Iya, tapi ini kan baru berapa hari pernikahan kita."
"Terus kenapa? Masa aku harus nunggu 1 tahun baru boleh kerja lagi."
Ahen menghela napas.
"Biar ku antar."
Alena menggeleng
"Nggak mau." tolak Alena.
Setelah semua hidangan siap, Alena mulai mengambil beberapa masakan untuk di santap.
"Alena, jangan keras kepala." bisik Ahen.
"Aku loh nggak maksa harus tau tempat kerjamu dimana aja, kenapa kamu maksa aku? Toh aku juga bakal pulang nanti."
Alena merasa tidak nyaman, ia menyudahi sarapannya dan berdiri, ia melangkah dan berhenti disamping Ahen, ia langsung mengulurkan tangannya.
Ahen agak terkejut. Melihat Ahen yang sepertinya tidak paham maksudnya, Alena menarik tangan Ahen dan menciumnya.
"Aku berangkat duluan." ucap Alena seraya melangkah meninggalkan ruang makan. Ahen pun ikut berdiri dan mengikuti Alena.
Saat membuka pintu, Alena dibuat terkejut dengan keberadaan Ali yang sepertinya hendak mengetuk pintu. Ali menurunkan tangannya dan menghindari tatapan mata Alena.
"Ada apa, Adik ipar?" tanya Alena dan menekan suara pada kalimat Adik Ipar.
"Aku mau bertemu dengan kakakku." jawab Ali.
Ali masih menolak bertatapan dengan Alena dan akhirnya memilih menundukkan kepalanya.
"Oh. Ada tuh di dalem. Masuk aja." ujar Alena, ia agak minggir agar Ahen bisa masuk ke dalam rumah, namun Ali juga mundur agar Alena bisa keluar.
Akhirnya Alena memilih keluar duluan, ia memicingkan mata saat melewati Ali.
"Adik Ipar." ucap Alena dengan suara pelan.
Melihat langkah kaki Alena yang mulai menjauh, Ali langsung menoleh ke belakang dan melihat Alena menuju gerbang.
"Len..." lirihnya.
"Ali." panggil Ahen.
Ali langsung menoleh ke arah sumber suara.
"Mas."
"Kenapa kesini tidak mengabariku dulu?" tanya Ahen.
"Lupa." jawab Ali sambil tertawa kecil.
"Ini sample barang-barang yang harus Mas Ahen minta dari sales. Ayah tidak bisa ke toko Mas nanti soalnya ada urusan, jadi Ayah menyuruhku kesini."
Ahen melihat karton di lantai.
"Oke. Kamu sibuk?"
"Aku langsung ke kantor setelah ini. Ada apa?"
Ahen menggeleng.
"Tadinya kalau tidak sibuk mau minta tolong. Tapi, gampang lah nanti."
Setelah itu Ali pun pamit.
"Kenapa mereka seperti canggung?" gumam Ahen, ia kembali mengingat sikap Alena dan Ali barusan.
"Apa mereka sebenarnya saling mengenal?"
Ahen pun masuk ke dalam rumah, ia pergi ke kamarnya untuk mengambil barang bawaan untuk ka tempat kerjanya.
Selain menjadi Manager, Ahen juga memiliki pekerjaan sampingan yakni toko bangunan yang kini sudah mempunyai cabang. Ahen sebenarnya ingin resign dari kantornya dan fokus pada usahanya namun atasannya yang merupakan teman baik Ayahnya menolak hal itu.
Sebelum pergi ke bekerja, Ahen terlebih dulu membuka lemarinya untuk memandangi foto berharganya.
Saat mengambil fotonya, Ahen mengernyitkan dahi saat menyadari ada satu foto yang hilang. Ia panik dan mencari di berbagai sudut ruangan kamarnya.
Ahen membuang napas kasar saat tidak menemukan apa yang di cari. Ia segere bertanya pada Bi Mia.
"Bi Mia merapihkan kamarku?"
Bi Mia mengangguk.
"Bi Mia ada ambil foto di kamarku?"
"Tidak, Tuan."
"Argh!" Ahen meremas rambutnya sendiri.
"Bi Mia cari sekarang juga. Jangan sampai Alena tau foto itu. Kabari aku nanti."
"Baik, Tuan."
Ahen memutuskan pergi bekerja. Ia harap-harap cemas, hatinya gusar.
ini berarti bik mia tau semua nya apa yang dirahasiakan ahen
nah kan ketahuan foto nya ilang satu
Lagian sampe harus ketemuan diluar segala kalo memang mau membicarakan masalah keluarga kan bisa dirumah atau ajak Lili juga kan pasti ngerti daripada kayak gitu jadi salah paham