Mira tiba-tiba terjebak di dalam kamar hotel bersama dengan Angga—bosnya yang dingin, arogan, dan cuek. Tak disangka, setelah kejadian malam itu, hidup Mira benar-benar terbawa oleh arus drama rumah tangga yang berkepanjangan dan melelahkan.
Mira bahkan mengandung benih dari bosnya itu. Tapi, cinta tak pernah hadir di antara mereka. Namun, Mira tetap berusaha menjadi istri yang baik meskipun cintanya bertepuk sebelah tangan. Hingga suatu waktu, Mira memilih untuk mundur dan menyudahi perjuangannya untuk mendapatkan hati Angga.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mama Rey, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
KEDATANGAN MERTUA
"Hei, kamu! Siapa namamu? Ah ya, Mira ...!" Angga mendelik.
Dia bahkan lupa dengan nama istrinya sendiri. entah itu benar-benar lupa ataukah hanya berpura-pura saja.
"Iya, Pak," kata Mira dengan tatapan datar.
"Saya nanti pulang larut malam. Kalau Mama dan Papa datang, katakan kalau saya ada meeting di luar kota. Paham?" kata pria dingin itu, lalu beranjak pergi.
Mira hanya mengangguk paham.
"Baik, Pak," sahutnya.
"Duh, Sayang ...! Ayo dong, cepetan! Ngapain sih masih berbincang dengan perempuan itu?!" Carla merajuk.
"Tau gini, tadi aku parkir di lantai dua saja, huft!" Wanita berambut blonde itu mendengkus.
"Ya, lain kali parkir di lantai dua saja, Sayang. Di bawah sini kan memang parkiran khusus karyawan." Angga mengelus pundak kekasihnya dengan lembut.
"Ini gara-gara satpam sialan itu. Masak aku ini dikira karyawanmu! Bete tau gak sih?!" Carla kian merajuk manja.
"Iya, nanti saya tegur satpamnya. Dia satpam baru," kata Angga sambil merengkuh bahu Carla.
Melihat hal itu, ketiga karyawan di depan pintu lift itu mencebik jijik.
"Ya ampun ... menggelikan sekali," bisik si Rika.
"Sayang ... masih sih ... aku ini dikira karyawanmu? Halah tai kucing!" Nana pun mendengkus setelah menirukan gaya manja si Carla.
"Amit-amit jabang tai!" Rika tergelak.
Sementara Mira hanya terdiam, lalu mendengkus pelan.
"Pak Angga ternyata bisa hangat juga ya di depan Carla, dia kan biasanya dingin amat," timpal Mira.
"Jiaah ... loe cemburu ya?" Rika mencebik.
"Idih, amit-amit!" Mira mendengkus.
"Awas loe jadi jatuh cinta beneran sama Pak Angga, lho, Mir! Secara ... loe kan serumah dengan dia, dan kalian sering bertemu siang dan malam. Jadi ... benih-benih cinta biasanya hadir secara tiba-tiba tanpa permisi," kata Nana.
"Apaan sih, mana ada benih-benih cinta segala?" Mira mencebik.
"Apa kalian tidak lihat, bagaimana dinginnya Pak Angga tadi saat melihatku?" tandasnya.
"Yeee ... kita lihat saja nanti, ke depannya, sebulan atau dua bulan lagi, hehehe." Nana dan Rika pun terkekeh.
"Dah lah, kalian diam!" sahut si Mira dengan lirikan sinis.
Hal itu semakin membuat kedua sahabatnya tertawa gemas.
*
*******
*
Sore itu, Mira kedatangan kedua mertuanya. Pak Bambang dan Bu Ice sudah datang sejak pukul lima sore. Untunglah Mira sudah membersihkan rumah hingga ke halaman samping. Dia juga sudah mempersiapkan beberapa makanan ringan yang ia simpan di kulkas, dan tinggak memanaskan di microwave saja.
"Angga kemana?" Pak Bambang terlihat memindai seluruh isi ruangan.
"Dia ada meeting dengan kliennya, Pa. Mereka ada meeting di Hotel Horison," kata Mira, dia mengarang cerita dengan cukup lihai.
"Heeemmbb ... apakah dia akan pulang larut?" Pak Bambang kembali bertanya.
"Dia tadi memang sudah berpesan demikian, Pa," kata Mira sambil menunduk.
"Kenapa kamu terlihat takut begitu? Apakah kamu tidak nyaman atas kedatangan kami?" Pria itu terus memburu sang menantu dengan pertanyaan-pertanyaan yang bersifat kepo.
"Bukan begitu, Pa. Hanya saja ... saya merasa canggung, Pa. Maaf," sahut Mira dengan pelan.
"Santai saja, kami tak akan berbuat buruk kepadamu," timpal Bu Ice.
Wanita yang sudah paruh baya tapi masih terlihat bugar itu, berjalan ke setiap sudut rumah dan mengecek apapun yang ada.
"Saya buatkan minuman dulu, Ma, Pa," kata Mira, lalu beranjak pergi.
Dia ke dapur dengan pikiran bercampur aduk.
"Semoga mereka tidak menginap," gumamnya.
"Kalau mereka tahu bahwa Pak Angga sering pulang malam dengan keadaan mabuk, matilah aku. Jika kerjasama ini dibatalkan, dan aku harus mengembalikan uang yang kemarin sudah kupakai untuk pengobatan ibu, aku pasti mampus, mampus, dan mampus. Mau cari uang kemana untuk menggantinya?" Wanita itu terus merutuk seorang diri.
Mira tau, mertuanya itu baik, dan mereka juga tidak sombong. Dia juga tahu, bahwa Pak Bambang dan Bu Ice tak akan berbuat jahat kepadanya. Mereka merasa telah berhutang budi kepada Miraz karena Mira bersedia menikah dengan Angga, putra semata wayang mereka yang malam itu tiba-tiba sekamar dengan dirinya.
Kalau saja Mira tak menyanggupi permintaan Pak Bambang dan Bu Ice, mungkin citra Pak Bambang akan rusak di mata para kliennya yang kala itu sedang salam penandatanganan kontrak kerjasama.
"Mira ... apakah kamu tidur di kamar tamu?" Suara Bu Ice terdengar nyaring dan kian mendekat.
DEGH
Mira terbelalak.
"Mati aku! Kenapa aku tidak membereskan kamar tamu? Ya Tuhan ...!" Dia memukul keningnya sendiri berulang kali.
"Ehhmm ... anu, Ma. Mira belum sempat membereskannya," sahut Mira dengan terbata.
"Mira sibuk bekerja, jadi gak ada waktu," tandasnya.
"Mama bilang juga apa? Kamu harus punya pembantu! Agar seluruh pekerjaan kamu terhandle dengan baik dan rapi." Bu Ice mendengkus.
"Heemmmbb, nanti Mama yang akan mencarikan pembantu untuk kalian, Mama punya grup khusus untuk hal-hal begitu," sambungnya lagi.
"Baik, Ma." Mira mengangguk paham.
"Mari, Ma ... kita ngobrol di ruang tengah saja. Mira sudah buatkan cemilan dan juga jus buah bit kesukaan Mama. Ada teh vanila juga untuk Papa." Wanita itu pun berjalan ke ruang tengah, untuk menghindari pertanyaan lanjutan dari sang mertua.
"Mira ...!" Bu Ice tiba-tiba memanggil. Mira pun menoleh dengan dada berdetak tak karuan.
"Kamu tidak sedang berbohong kepada kami, kan?" bisik wanita paruh baya itu.
"Ti ti tidak, Ma," sahut Mira dengan keki.
"Kamu tidak tidur di kamar tamu, kan?" Bu Ice terus menatap mata Mira dengan lekat.
"Tidak, Ma, tidak." Mira menggeleng pasti.
"Awas kalau kalian membohongi kami," tegas Bu Ice dengan tatapan tajamnya.
"Kamu memang menantu yang dipilih oleh Papa langsung untuk mendampingi Angga karena kecelakaan malam itu. Tapi ... aku juga telah memperhatikan dirimu sejak lama. Dari pada Carla ... kupikir kamu lebih santun dan berattitude. Terlepas dari latar belakang dirimu yang bertolak belakang dengan kami, aku tau pasti bagaimana seharusnya dalam memilih pendamping yang bijak untuk Angga." Bu Ice masih menatap Mira dengan lekat.
Mira hanya terdiam.
"Tapi malam itu ... kami tidak melakukan apa-apa, Ma. Saya juga tidak tahu kenapa saya bisa berada di dalam kamar hotel itu berduaan dengan Pak Angga. Ah, maksud saya ... Mas Angga," ucapnya dengan lirih, lalu ia menggigit bibirnya dengan erat.
Bu Ice menarik nafas panjang.
"Sudah berapa kali kau menjelaskan tentang hal itu, Mira?" dengusnya.
Mira terdiam.
"Sudah, antarkan minuman dan makanan ringan itu ke ruang tengah. Lalu kamu kembali kesini lagi," kata wanita paruh baya itu.
Mira mengangguk, lalu pergi dari hadapan ibu mertuanya, dan bergegas mengantarkan cemilan dan minuman ke ruang tengah.
"Diminum, Pa ...," ucapnya.
"Heembbb," sahut Pak Bambang tanpa menoleh.
Mira pun kembali ke dapur. Di dapur terlihat Bu Ice sedang memanggang roti dan mengolesnya dengan selai strawberi dan ditambahi dengan sedikit keju oles. Lalu ... ia membuat vanila tea dengan campuran beberapa daun mint.
"Ini adalah sarapan kesukaan Angga. Buatkah mirip seperti ini. Dia tidak minum kopi di pagi hari. Dia jug tidak suka sarapan makanan berat. Dia kadang juga suka roti dengan olesan selai kacang dan taburan bubuk kayu manis. Catet!" kata Bu Ice sambil fokus membuat makanan dan minuman itu, lalu ia duduk dan memakannya sendiri.
"Paham?" tandasnya dengan tegas.
Mira mengangguk pelan. "Paham, Ma," sahutnya.
"Mama sudah membuatkanmu juga, mari temani Mama ngeteh di sini," kata wanita kaya raya itu seraya menikmati setiap gigitan rotinya.
"Tapi Papa sendirian di ruang tengah, Ma," kata Mira dengan gamang.
"Ah, biarkan saja. Dia pasti sibuk dengan ponselnya. Dia sedang sibuk dengan bisnis, angka-angka saham yang naik turun, dan yang pasti ... dia sibuk dengan kedua istrinya yang lain," bisik Bu Ice di telinga menantunya.
CLEGUK
Mira menelan ludah seketika.
"Istri yang lain?" tandasnya.