NovelToon NovelToon
THE SECRETARY SCANDAL

THE SECRETARY SCANDAL

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Playboy / Obsesi / Kehidupan di Kantor / Romansa / Fantasi Wanita
Popularitas:5.5k
Nilai: 5
Nama Author: NonaLebah

Dia mendengar kalimat yang menghancurkan hatinya dari balik pintu:
"Dia cuma teman tidur, jangan dibawa serius."

Selama tiga tahun, Karmel Agata percaya cintanya pada Renzi Jayawardhana – bosnya yang jenius dan playboy – adalah kisah nyata. Sampai suatu hari, kebenaran pahit terungkap. Bukan sekadar dikhianati, dia ternyata hanya salah satu dari koleksi wanita Renzi.

Dengan kecerdasan dan dendam membara, Karmel merancang kepergian sempurna.

Tapi Renzi bukan pria yang rela kehilangan.
Ketika Karmel kembali sebagai wanita karir sukses di perusahaan rival, Renzi bersumpah merebutnya kembali. Dengan uang, kekuasaan, dan rahasia-rahasia kelam yang ia simpan, Renzi siap menghancurkan semua yang Karmel bangun.

Sebuah pertarungan mematikan dimulai.
Di papan catur bisnis dan hati, siapa yang akan menang? Mantan sekretaris yang cerdas dan penuh dendam, atau bos jenius yang tak kenal kata "tidak"?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon NonaLebah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 12

Renzi memang mengenal setiap inci tubuh Karmel dengan sangat baik. Tiga tahun hubungan mereka memberinya peta sempurna untuk menguasai setiap respons fisiknya. Saat tangannya yang dingin menyentuh bagian-bagian tertentu, Karmel merasakan tubuhnya berkhianat. Meski jiwanya menolak, kulitnya bergidik, denyut nadinya semakin kencang, dan napasnya tersengal-sengal dalam konflik batin yang menyiksa.

"Berhenti..." desis Karmel lemah, tapi tubuhnya justru merespons dengan cara yang membuatnya merasa terhina.

Renzi tersenyum puas melihat reaksi itu. "Tubuh kamu nggak bisa bohong, Sayang," bisiknya di telinga Karmel, sambil terus memainkan jarinya dengan kejam.

Kembali dan kembali, Karmel mengalami gelombang yang tidak diinginkannya, setiap kali diikuti dengan rasa malu yang mendalam. Setiap kali itu terjadi, Renzi akan tertawa pendek, mengejek ketidakmampuan Karmel mengendalikan reaksi fisiknya sendiri.

"Udah, Renz. Aku capek," pinta Karmel dengan suara lemas, air mata mengalir di pipinya. "Please..."

"Sedikit lagi, Sayang," balas Renzi tanpa ampun, terus mengejar kepuasannya sendiri.

Karmel bergelak setiap kali Renzi dengan sengaja meninggalkan tanda kemerahan di kulitnya yang pucat. Setiap cubitan dan cengkeraman adalah stempel kekuasaannya.

"Hhmmm..." keluh Karmel tak berdaya.

Dan kemudian, di detik yang menentukan, Karmel merasakan kehadiran Renzi semakin dalam sebelum akhirnya melepaskan segala isinya.

"Jangan di dalam!" teriak Karmel dengan panik.

Tapi sudah terlambat. Renzi dengan sengaja telah menyelesaikan apa yang diinginkannya.

---

Karmel segera menyelimuti tubuhnya yang terasa kotor dengan selimut tebal, sementara Renzi dengan tenang mengenakan kembali celananya.

"Cepat keluar!" Karmel menggigil, suaranya bergetar antara marah dan hancur.

Renzi tersenyum sinis. "Nggak usah pura-pura nggak suka lah, Mel," kekehnya. "Buktinya kamu sampai basah begitu."

"Keluar!" teriak Karmel putus asa, menunjuk ke arah pintu.

"Ini baru permulaan, Mel," mata Renzi menatapnya dalam-dalam sebelum akhirnya tertawa puas dan meninggalkan gadis itu sendirian.

Karmel terisak dalam kesendiriannya. Renzi memang sudah sering menyentuh tubuhnya di masa lalu, tapi kali ini rasanya berbeda. Setiap sentuhan terasa seperti pelanggaran, setiap ciuman terasa seperti racun. Memar dan bercak merah di kulitnya adalah bukti nyata bahwa pria yang dulu pernah dicintainya itu telah berubah menjadi lelaki kejam yang hanya memandangnya sebagai objek kepemilikan.

Dia menarik selimut lebih tinggi, berusaha menyembunyikan tubuhnya yang merasa ternoda. Di luar jendela, senja Jeju yang indah seakan mengejek kesedihannya. Karmel menatap langit yang berubah jingga, berjanji dalam hati bahwa ini adalah terakhir kalinya dia membiarkan Renzi menghancurkan dirinya.

***

Paginya, Karmel segera mengenakan pakaiannya dengan tangan gemetar. Tubuhnya masih terasa sakit, baik secara fisik maupun mental. Dengan langkah terburu-buru, ia menyusuri jalan sepi di Jeju menuju apotek terdekat yang baru saja buka.

Di balik rak-rak obat, Karmel dengan suara bergetar meminta Postinor-2 - pil KB darurat yang harus diminum dalam 72 jam setelah hubungan berisiko. Saat menyerahkan uang, tangannya gemetar hingga recehan berhamburan di lantai. Petugas apotek memandangnya dengan simpati, tapi Karmel cepat-cepat pergi, malu dan hancur.

Di luar, ia menggenggam erat kotak kecil itu sambil air mata menetes. Ingatannya kembali ke masa lalu saat ia harus beberapa kali melakukan hal keji karena kehamilan yang tidak diinginkan dari Renzi. Setiap kali mengingatnya, hatinya seperti diremas rasa sedih dan penyesalan yang mendalam.

Karmel kembali ke vila dengan tekad bulat. Ia membangunkan Nani yang masih tidur.

"Sekarang, Mel?" tanya Nani terkejut saat Karmel menyuruhnya berkemas.

"Iya, Bu. Karmel ada kerjaan mendadak," jawabnya sambil menghindari tatapan ibunya.

Meski wajah Nani menunjukkan kekecewaan, ia akhirnya menuruti keinginan anaknya. Karmel buru-buru memesan tiket penerbangan Jeju-Jakarta terdekat melalui ponselnya.

"Mel, ini nggak papa kita tinggalin Renzi gitu aja?" tanya Nani saat mereka hendak berangkat.

"Aku udah pamit semalem sama dia," bohong Karmel dengan suara datar.

"Oh, yaudah kalau gitu," ujar Nani dengan polosnya.

Siang itu, Renzi terbangun di kamarnya yang mewah. Sinar matahari siang menerobos melalui tirai, tapi suasana terasa aneh—terlalu sepi. Dengan masih mengenakan piyama, ia berjalan keluar kamar.

"Karmel? Ibu Nani?" panggilnya, tapi hanya diam yang menyahut.

Di meja makan, sarapan yang dipesan masih tertata rapi, tak tersentuh. Saat itulah Ms. Park datang.

"Pak Renzi, apa tour hari ini dibatalkan?" tanyanya.

"Kenapa?" Renzi mengerutkan kening.

"Pagi tadi ibu Karmel mengkonfirmasi kalau dia akan kembali ke Jakarta," jawab Ms. Park.

Wajah Renzi berubah pucat. Ia buru-buru menaiki tangga, membuka pintu kamar Karmel dan Nani—kosong. Lemari pakaian terbuka, beberapa barang sudah raib.

"Sial!" sumpah Renzi sambil meninju dinding. Napasnya tersengal-sengal, matanya menyala-nyala.

Ia berjalan ke jendela, memandang langit biru Jeju di mana pesawat Karmel mungkin sedang melintas.

"Aku nggak akan lepasin kamu, Mel. Liat aja!" gumamnya dengan nada penuh ancaman, sambil meremas-remas tiket pesawat yang masih tersimpan di sakunya.

***

Renzi meneguk wiskinya, matanya yang biasanya dingin kini dipenuhi gejolak tak biasa. Sudah seminggu sejak kembali dari Jeju, tapi pikirannya masih terpaku pada Karmel.

"Jadi kemarin di Jeju lo berhasil nidurin Karmel lagi?" tanya Herry sambil mengaduk cocktailnya, nada suaranya tak percaya.

"Gampang kan?" jawab Renzi dengan sombong, tapi ada sesuatu yang tak seperti biasanya. Biasanya setelah "menaklukkan" seorang wanita, dia akan langsung melupakannya. Tapi kali ini berbeda.

"Tapi..." Herry menyeringai, "kenapa Karmel malah ninggalin lo sendirian di villa? Ditinggal pulang kayak dibuang." Tawanya menggoda, tepat mengenai ego Renzi.

Wajah Renzi berubah. "Lo pikir gampang naklukin cewek kayak Karmel?" dengusnya defensif. "Lo juga belum tentu bisa!"

Herry tak menyerah. "Berarti orang lain bisa. Buktinya lo bilang tadi Karmel sempet ngobrol mesra sama cowok lain. Bisa jadi cowok lain itu juga udah tidur sama Karmel." Dia sengaja menjedakan kata-katanya. "Cuma tu cowok lebih jago dari lo di ranjang."

Ejekan itu seperti tamparan keras bagi Renzi. Seumur hidupnya, dia tak pernah kalah dalam hal apapun. Nilai akademisnya sempurna, karirnya cemerlang, tapi pernyataan Herry tentang kemungkinan ada pria lain yang lebih "hebat" dari dirinya membuat darahnya mendidih.

"Berani Karmel biarin tubuhnya disentuh orang lain," geram Renzi, tangannya mengepal. "Gue pastiin dia nggak akan bisa bahagia sama siapapun."

Herry menghela napas, melihat perubahan drastis pada sahabatnya. "Karmel berhak bahagia, bro. Mungkin bukan sama lo."

"Kalau nggak sama gue," suara Renzi rendah tapi penuh keyakinan beracun, "berarti nggak sama siapapun."

Dalam diam, Herry menyadari sesuatu yang mengkhawatirkan. Sahabatnya ini bukan lagi sekadar playboy yang mencari kesenangan sesaat. Dia telah berubah menjadi pria terobsesi yang tak bisa menerima penolakan. Dan Karmel, wanita yang dulu hanya dianggapnya sebagai "teman tidur", kini telah menjadi fiksasi yang berbahaya.

1
Forta Wahyuni
jd males bacanya, pemeran wanitanya walau cerdas tpi tetap harga dirinya bisa diinjak2 oleh lelaki jenius tapi murahan.
muna aprilia
lanjut 👍
Forta Wahyuni
hebat Renzi bilang karmel murahan n dia tak tau diri krn tunjuk satu lg menunjuk tepat ke mukanya bahwa dia juga sampah. lelaki jenius tapi burungnya murahan n bkn lelaki yg berkelas n cuma apa yg dipki branded tapi yg didalam murahan. 🤣🤣🤣🤣
Forta Wahyuni
knapa critanya terlalu merendahkan wanita, harga diri diinjak2 n lelakinya boleh masuk tong sampah sembarangan. wanitanya harus tetap nerima, sep gk punya harga diri n lelaki nya jenius tapi burungnya murahan. 🤣🤣🤣
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!