Tidak ada tanggal sial di kalender tetapi yang namanya ujian pasti akan dialami oleh setiap manusia.
Begitupun juga dengan yang dialami oleh Rara,gadis berusia 21 tahun itu harus menerima kenyataan dihari dimana kekasihnya ketahuan berselingkuh dengan sahabatnya sendiri dan di malam itu pula kesucian dan kehormatannya harus terenggut paksa oleh pria yang sama sekali tidak dikenalnya. Kehidupan Rara dalam sehari berubah 180 derajat.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon fania Mikaila AzZahrah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 7. Fans Baru Terasa Lama
Bruk!!
Suara hantaman itu cukup keras hingga membuat beberapa orang memperhatikan kecelakaan itu.
Rara buru-buru turun dari motornya dan menolong orang itu. Sebuah sepeda motor menabrak sebuah pembatas jalan. Beberapa orang berlari menuju ke arah kedua korban tabrakan tunggal tersebut.
“Astaghfirullah aladzim, apa ibu baik-baik saja?” Tanyanya Rara.
“Sa-ya tidak kenapa-kenapa Nak, cucuku baik-baik saja kan?” Tanyanya perempuan paruh baya itu sambil menunjuk ke arah anak muda yang tertindih badan motornya.
“Cucu ibu baik-baik saja untungnya dia tidak mengemudikan kendaraannya dengan kecepatan yang tinggi jadi tidak kenapa-kenapaji,” ucap seorang bapak-bapak yang membantu seorang gadis yang tidak lain adalah cucu sang wanita paruh baya.
“Makasih banyak sudah ditolong,” ucap gadis yang kira-kira berusia 17 tahun itu.
“Sama-sama, lain kali kalau bawa motor hati-hatiki dek, jangan ngebut,” ucap bapak Itu lagi.
“Iye Pak makasih banyak sudah ditolong, saya akan lebih berhati-hati lagi,” ucapnya gadis berkuncir satu itu yang sesekali meringis menahan rasa perih di siku kirinya.
Seorang anak muda membantunya membawa motornya ke tepian jalan agar tidak mengganggu kenyamanan para pengendara jalan raya.
Beberapa orang yang berkerumun sudah bubar kembali ke tempatnya semula karena anak dan ibu itu baik-baik dan hanya kaget saja.
“Untungnya bukan mobil atau motor yang ditemani tabrakan jadi ibu bisa selamat,” ujarnya seorang ibu-ibu berhijab.
Gadis itu hanya mengulas senyumannya yang sedikit kaku karena masih shock barusan mengalami kecelakaan tunggal.
Rara membantu wanita itu berjalan ke arah emperan toko yang kebetulan di depan toko itu ada sebuah kursi plastik.
“Duduklah dulu Bu, tenangkan dirinya ibu,” pintanya Rara setelah perempuan itu duduk.
Rara mengambil sebuah botol plastik air kemasan dari dalam sadel motornya,” minumlah Bu agar kondisi ibu lebih baik.”
Ibu itu gegas meminumnya tanpa berfikir panjang karena memang butuh air putih untuk meredakan rasa keterkejutannya.
“Kak bisa pinjam hpnya karena hpku kayaknya rusak waktu jatuh tadi,” pintanya Maira.
Rara mengambil ponselnya dari dalam tas selempangnya kemudian menyerahkannya kepada Maira.
“Ini pake lah,” ucap Rara sambil menyodorkan hpnya ke hadapannya Maira.
Maira kemudian menghubungi nomor telepon pamannya adik dari bapaknya.
“Ini hpnya kakak, makasih banyak sudah dipinjamkan hpnya,” ujarnya Maira sembari menyodorkan ponselnya Rara.
“Maira, apa kamu sudah menghubungi Om Kamu, Nak?” Tanyanya ibu itu.
“Sudah Nek, katanya agak terlambat datangnya karena terjadi macet di jalan pengayoman,” jawab gadis itu yang bernama Maira.
“Karena ibu baik-baik saja, saya pamit pulang dulu yah Bu, semoga lekas sembuh. Assalamualaikum,” pamit Rara.
“Makasih banyak, waalaikum salam,” balasnya perempuan paruh baya yang kemungkinannya lebih tua dari ibunya.
Rara mengendarai sepeda motornya menuju rumah kosannya terlebih dahulu sebelum ke kampusnya.
Hanya butuh sekitar dua puluh menitan saja dari lokasi tempat kecelakaan dengan alamat rumah kosnya yang ada di jalan Karunrung kecamatan Rappocini.
Rara memarkirkan motornya yang berwarna hijau telur asin itu di tempat parkiran khusus penghuni kost.
Ia melepas helmnya dan memandangi bangunan rumah yang sudah empat tahun ditempatinya itu.
“Dulu ini adalah tempat ternyaman yang selalu membuatku betah ingin berlama-lama, tetapi aku harus meninggalkan rumah ini,” gumamnya Rara kemudian berjalan ke arah dalam tetapi ponselnya bergetar di dalam tasnya.
Rara mengambil ponselnya dan melihat layarnya sebuah nomor hp yang tidak dikenalnya.
“Siapa yang menghubungi nomorku! Bukannya ini nomor baru aku beli?” Rara terheran-heran melihat nomor telepon tersebut yang sama sekali tidak dikenalnya.
Rara gegas menggeser tombol hijau dan mengangkat panggilan itu yang tidak terdapat foto profil apapun.
“Assalamualaikum,” ucap orang dari seberang telpon.
Tubuhnya seketika menegang mendengar suara orang dari balik telpon,” ya Allah, kenapa aku merasa pernah mendengarnya, tapi dimana yah?”
Rara merasa familiar dengan suara orang itu yang begitu sopan dan ramah ketika berbicara dengannya. Feeling-nya seperti merasakan kalau mereka pernah bertemu sebelumnya, ini seperti dejavu kenangan terulang kembali tapi yang jadi masalah Rara lupa dimana dan kapan.
“Suaranya mengingatkanku pada seseorang tapi orangnya siapa yah?” Rara dibuat kebingungan sendiri memikirkan apa yang ada di hati dan benaknya saat ini.
Rara bukannya menjawab salam lawan bicaranya malahan mematung mengcosplay patung Roro Jonggrang yang dikutuk oleh pria yang mencintainya bernama Bandung Bondowoso.
“Maaf, assalamualaikum, apa saya boleh bicara dengan ibu Ratu atau Mairah?” Tanyanya dari seberang telpon.
Rara tersentak mendengar suara seseorang itu,” waalaikum salam. Maaf Pak, ibu Ratu dengan Maira tidak ada di sini. Dia ada di jalan Pettarani. Kebetulan tadi dek Maira memakai ponselku.”
“Oh gitu, thanks atas bantuannya. Maaf sudah menganggu, assalamualaikum,” ucapnya Pria itu lagi.
“Nggak apa-apa, waalaikum salam,” balasnya Rara kemudian menyimpan ponselnya dan berjalan ke arah dalam kosannya.
“Mungkin keluarga atau temannya gadis itu yang tadi meminjam Hpku,” cicitnya yang mengingat Maira yang sebelumnya meminta tolong karena layar ponselnya rusak dan cuma nomor itu yang dihafalnya.
Rara menemui ibu pemilik rumah kosan bersusun dua lantai itu, kemudian berjalan ke arah kamarnya yang berada di paling ujung lantai dasar.
“Assalamualaikum,” ucapnya Rara ketika mengetuk pintu berdaun dua bercat cokelat itu yang letaknya paling belakang area kos itu.
Pintu itu terbuka lebar dan terlihatlah Bu Ratna sembari tersenyum menyambut kedatangan Rara.
“Waalaikumsalam, ya Allah Rara akhirnya Kamu kembali nak. Kamu baik-baik saja kan? Kami sangat kangen loh sama kamu. Kenapa baru datang?” ujarnya Bu Ratna tanpa berhenti memberondong pertanyaan untuk Rara seorang.
Rara tersenyum ramah sebelum menjawab pertanyaannya Bu Ratna perempuan yang sudah dianggapnya sebagai ibu kandungnya sendiri.
“Alhamdulillah seperti yang ibu lihat, aku baik dan sehat walafiat,” balasnya Rara sambil berjalan mengikuti Bu Ratna yang sudah duduk di salah satu sofa ruang tamunya.
“Kamu kelihatan gemuk Nak semakin gemoy, semok dan seksi, ngomong-ngomong kenapa menemui ibu apa ada hal penting yang ingin kamu sampaikan?” Tanyanya Bu Ratna.
Rara terkekeh mendengar pujiannya Bu Ratna, “Aku ingin pindah dari sini Bu, Alhamdulillah kebetulan kedua orang tuaku sudah pindah ke Gowa di perumahan yang nggak jauh dari jembatan kembar,” jelasnya Rara.
Seminggu yang lalu Rara juga sudah mengikuti ujian terakhirnya yaitu ujian skripsi dan hasilnya cukup memuaskan karena mendapatkan nilai cumlaude dan termasuk 20 besar di jurusan pendidikan guru sekolah dasar PGSD.
“Masya Allah, jadi kamu akan pindah dari sini. Sedih pasti karena ibu akan kehilangan sosok penghuni kosan yang selain cantik baik hati dan sholehah lagi. Ibu doakan semoga dimanapun kamu berada kamu selalu dalam lindungan Allah SWT. Kalau wisuda jangan lupa undang ibu juga nah,” imbuhnya Bu Ratna.
“Insha Allah, itu pasti Bu. Aku pasti akan mengundang beberapa penghuni di sini. Tunggu saja kabar selanjutnya.” Rara tersenyum simpul sebelum melanjutkan ucapannya, “Kalau gitu aku pamit pulang dulu mau kemas-kemas pakaian dan barang-barang dulu sebelum pergi dari sini,” ujarnya Rara.
Rara tanpa sengaja berjalan melewati jendela rumahnya Bu Ratna dan melihat kondisi tubuhnya yang bobot berat badannya nampak gemuk tidak seperti biasanya.
“Iya yah, bodyku sedikit berisi. Tapi kelihatan bagus sih semakin montok ini bokong,” Rara malah memuji bentuk tubuhnya sendiri sambil tertawa cekikikan mendengar ucapannya sendiri.
Rara masuk ke dalam kamarnya, kamar yang menyimpan banyak kenangan. Seolah waktu berjalan mundur ke beberapa waktu yang lalu.
Dia memindai setiap sudut kamar itu, semua barang-barangnya Hani sudah tidak ada. Dua hari yang lalu Hani datang berpamitan dan memutuskan untuk pindah ke kosannya Dewangga sementara waktu selama mengurus ijazahnya.
Apa yang dilihatnya berjalan dengan Slow motion. Kenangan demi kenangan muncul begitu saja di dalam benaknya. Dia mengingat kenangan manis bersama dengan Hani,teman masa kecilnya sekaligus teman kosnya itu.
“Andaikan itu tidak terjadi. Seandainya kalian tidak berselingkuh mungkin hubungan kita masih baik-baik saja,” cicitnya Rara.
Air matanya kembali jatuh membasahi pipinya ketika mengingat insiden dimana Hani dan Dewangga kekasihnya kedapatan berhubungan intim di kamar kost kekasihnya.
“Kak Dewa semoga kamu bahagia dengan Hani. Aku mohon jangan pernah kecewakan Hani dan cintai dia setulus hatimu kak. Mungkin kita memang tidak harus ditakdirkan untuk menjadi sepasang suami istri,” lirihnya Rara sambil mengemasi semua barang-barangnya yang akan dimasukkan ke dalam tas, koper dan beberapa box.
Semua barang-barang pribadinya dipacking ke dalam tas dan selebihnya ke dalam box kerdus bekas. Rara juga sudah menghubungi bapaknya Pak Rijal untuk secepatnya datang. Karena beliau lah yang akan mengangkut barang bawaannya.
Berselang beberapa hari kemudian…
Malam itu mereka berlima duduk bersantai setelah seharian beraktifitas. Pak Rijal dan Bu Hartati hari ini cukup sibuk karena opening kedua toko sembakonya sudah dibuka dan pembeli yang datang cukup ramai sehingga mereka kewalahan dan tidak menduga jika tokonya akan diserbu oleh pembeli.
“Sayang, apa kamu sudah siap mengajar di SD tempat Tante kamu jadi kepala sekolah?” Tanyanya Pak Rijal ketika bersantai bersama dengan ketiga putrinya di ruang tengah.
“Insya Allah, besok katanya Tante Hajah Halimah, Rara sudah bisa mulai mengajar kebetulan ada beberapa guru yang naik haji sehingga Rara bisa mengisi sementara kelas kosong itu,” jawab Rara sambil menikmati aneka gorengan yang terhidang di atas meja.
“Syukur Alhamdulillah, tetap semangat ngajarnya Nak. Ingat jangan pernah sekali-kali melihat ke belakang. Lupakan segala kepahitan itu dan anggap itu adalah ujian yang akan mendewasakan kamu. Insha Allah, hidup yang lebih berkah sudah menantimu,” ucap Pak Rijal.
“Amin ya rabbal alamin,” sahut kedua adik kembarmu Arriana dan Brianna.
Rara terkekeh mendengar suara kedua adiknya yang sangat kompak menjawabnya.
“Gimana dengan sekolah kalian, apa kalian nggak ada tugas?” Tanyanya Pak Rijal yang melirik ke arah kedua putrinya.
Arriana dan Brianna saling melempar pandangan sambil tersenyum malu-malu,” ada pr sih, tapi mau makan pisang pekpek dulu Pak.”
“Iya enak banget sambal terasi yang dibuat ibu dicocol dengan pisang pekpek semakin maknyus,” ucap Briana.
“Rara pamit duluan, sudah ngantuk soalnya,” Rara berpamitan kepada kedua orang tuanya dan juga adiknya sambil sesekali menguap menahan kantuknya.
Rara berjalan ke arah tangga tanpa menunggu balasan dari keluarganya. Rara berjalan gontai ke arah tangga karena matanya sudah tinggal lima what.
Rara membersihkan wajahnya kemudian mengambil air wudhu seperti kebiasaannya setiap hari.
Ia melakukan beberapa treatment perawatan kulit di wajahnya. Hal yang akhir-akhir sering kali dilakukannya. Padahal dulu ketika kuliah jarang banget dia lakukan malah terkesan malas dan ogah-ogahan.
Rara naik ke atas ranjang, ia menarik selimutnya hendak mengistirahatkan tubuhnya, tapi hpnya bergetar di atas nakas meja.
“Siapa yang nelpon malam-malam begini?” Tanyanya.
Rara melihat hpnya dan tidak mengenali nomor tersebut, karena dia tidak akan menyimpan nomor yang baginya tidak penting bahkan terkadang dia membersihkan semua log panggilan setiap hari.
semangat authir 💪💪💪💪💪♥️♥️♥️♥️♥️
peringatan yang cukup bagus author!