NovelToon NovelToon
Cintaku Kepentok Bos Dingin

Cintaku Kepentok Bos Dingin

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / CEO / Crazy Rich/Konglomerat / Cinta Seiring Waktu / Wanita Karir / Angst
Popularitas:1.8k
Nilai: 5
Nama Author: Erika Ponpon

Nagendra akankah mencair dan luluh hatinya pada Cathesa? Bagaimana kisah selanjutnya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Erika Ponpon, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

21

Nagendra menatap layar laptopnya, tapi pikirannya tak di sana. Tatapan tajamnya tertuju pada satu foto yang barusan dia lihat di media sosial. Foto Cathesa dan Rey. Senyum mereka tampak terlalu akrab, terlalu nyaman. Terlalu… mengusik.

Ilham yang duduk tak jauh dari sana, hanya menggeleng pelan.

“Lo mulai masuk angin, bro,” komentar Ilham sembari mengangkat gelas kopinya.

“Diam lo,” gumam Nagendra, tapi ekspresinya tak menyangkal.

Sementara itu di kantor, Cathesa kembali jadi bahan bisik-bisik.

“Cewek itu makin berani ya, sekarang upload foto mesra segala sama cowok di kantor,” gumam salah satu staf perempuan.

“Katanya sekretaris kesayangan Pak Nagendra, tapi bisa-bisanya dekatin cowok lain,” timpal yang lain.

Cathesa mendengar, tapi menunduk pura-pura sibuk. Dadanya sesak, tapi senyumnya tetap ditahan agar tak pecah.

Di ruangan lain, Nyonya Anneliesse, ibu Nagendra, kembali mendengar rumor itu dari orang dalam kantor. Wajahnya menegang.

“Wanita itu benar-benar tak tahu diri,” desisnya. “Dia pikir dengan bermain dua kaki bisa menarik perhatian Nagendra? Tidak akan kubiarkan!”

Sore itu, Cathesa dipanggil oleh Nagendra ke ruangannya.

“Duduk,” kata Nagendra singkat.

Cathesa duduk dengan hati tak karuan.

“Kamu bahagia… dengan Rey?”

Pertanyaan itu membuat Cathesa mendongak cepat. “Apa, Pak?”

Nagendra menatapnya dalam. “Jawab saja.”

Cathesa terdiam. “Rey… dia sahabat saya sejak SMA. Tidak lebih.”

Nagendra berdiri, berjalan pelan mendekatinya. Tangannya bertumpu di atas meja, menatap Cathesa dari dekat. “Jangan biarkan orang salah paham karena unggahanmu.”

“Maaf kalau itu mengganggu, Pak,” ucap Cathesa menunduk.

“Bukan hanya mengganggu.”

Nagendra menegakkan badan. “Itu… mengacaukan pikiranku.”

Cathesa terdiam. Matanya membulat. Lalu wajahnya memerah.

“Pak… kenapa… kenapa Bapak mikirin saya?”

Nagendra berbalik, kembali ke tempat duduknya. Tapi kali ini, ekspresinya tak sedingin biasanya.

“Kadang… saya juga ingin tahu,” katanya pelan. “Apa saya satu-satunya yang kamu pikirkan, Cathesa.”

Cathesa tak bisa menjawab. Dia terlalu terkejut. Terlalu bingung.

Tapi satu hal yang pasti: perasaan itu, diam-diam, mulai tumbuh makin dalam—tanpa mereka sadari, keduanya sudah tenggelam.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Pagi di kantor dimulai dengan suasana aneh. Cathesa masuk dengan langkah ragu. Tatapan para karyawan masih tajam, seolah setiap langkahnya menggema gosip. Tapi bukan itu yang membuatnya gugup—melainkan satu pesan dari Nagendra pagi tadi:

“Temui saya setelah makan siang. Jangan ada yang ikut.”

Cathesa menghela napas dan berusaha fokus pada pekerjaannya, meski jantungnya berdebar seperti baru naik wahana ekstrem.

……

Sementara itu, di ruangannya, Nagendra menatap jendela kaca besar dengan alis berkerut. Suara Kenzo—salah satu sahabatnya—masih terngiang:

“Lo tuh aneh. Bilangnya enggak suka, tapi mukanya cemburu kalau Cathesa senyum ke cowok lain.”

Dan Ilham menambahkan dengan santainya, “Lo jatuh, Gen. Jatuh hati.”

Nagendra tak bisa menyangkal sepenuhnya. Setiap kali Cathesa masuk ruangan, dia tahu, dia tak bisa bersikap biasa. Terlalu nyaman. Terlalu ingin tahu. Terlalu ingin dekat.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Siang hari.

Cathesa masuk ke ruangannya dengan wajah serius.

“Permisi, Pak.”

Nagendra tidak langsung menoleh. Dia hanya menepuk kursi di seberangnya.

“Duduk.”

Setelah hening sesaat, ia berkata, “Saya dengar banyak hal. Tentangmu. Tentang Rey. Tentang gosip-gosip itu.”

Cathesa mengangkat dagunya, kali ini tidak ingin terlihat lemah.

“Itu semua hanya omongan orang, Pak. Saya tidak melakukan apa pun yang mereka tuduhkan.”

Nagendra akhirnya menatapnya lurus. “Saya tahu.”

Cathesa terdiam. “Kalau tahu, kenapa bicara seperti tadi pagi?”

Nagendra menghela napas panjang, lalu bersandar. “Karena saya bingung dengan diri saya sendiri. Saya mulai peduli.”

……

Malam harinya saat Cathesa sedang rebahan di kamar yang bernuansa putih. Cathesa menatap layar ponselnya. Satu pesan masuk,dari nomor yang sudah sangat dikenalnya.

“Kamu masih bangun?” – Nagendra

Ia mengetik cepat.

“Iya, kenapa ya, Pak?”

Balasannya datang hampir seketika.

“Enggak usah panggil ‘Pak’ terus. Kamu bisa panggil nama aku.”

Cathesa mengerutkan kening.

Tangannya gemetar pelan.

“Kalau saya panggil, Nagendra… besoknya saya masih punya pekerjaan?”

Balasan datang lagi.

“Kalau kamu panggil dengan suara lembutmu itu, mungkin aku malah naikin gaji kamu.”

Cathesa menutup mulutnya, menahan tawa kecil.

Apa-apaan ini…

Pak CEO dingin kok jadi suka flirting?

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Sementara itu di rumah keluarga Alejandro…

Adeline duduk manis di hadapan Nyonya Anneliesse sambil menyeruput teh melati. Namun, raut wajahnya menahan rasa tak enak.

“Tante, maaf sebelumnya… Tapi saya dengar gosip tidak sedap soal sekretaris di kantor Nagendra…”

Nyonya Anneliesse menoleh cepat.

“Cathesa lagi?”

Adeline mengangguk. “Dia sering masuk ruangan Nagendra tanpa alasan kerja yang jelas. Bahkan staf lain juga mulai tidak nyaman. Saya takut itu mengganggu reputasi perusahaan, juga keluarga…”

Wajah Nyonya Anneliesse mengeras.

“Saya akan turun tangan sendiri.”

………

Keesokan harinya…

Cathesa baru duduk di mejanya ketika ponselnya bergetar. Sebuah undangan meeting internal khusus muncul.

Pengirim: Nyonya Anneliesse.

Di ruangan meeting pribadi:

Cathesa duduk tegak, berhadapan dengan wanita yang sama dinginnya dengan Nagendra—hanya saja tanpa pesona.

“Cathesa, saya tahu anak muda sering salah langkah. Tapi kamu harus tahu batasmu,” kata Nyonya Anneliesse tanpa basa-basi.

Cathesa menelan ludah. “Maaf, Bu. Tapi saya tak berniat melanggar apa pun.”

“Cukup. Saya tidak butuh klarifikasi. Saya butuh kamu menjauh dari anak saya.”

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Beberapa jam kemudian…

Nagendra masuk ke ruangannya. Meja kerjanya bersih. Terlalu bersih.

Tidak ada folder agenda, tidak ada sticky note dari Cathesa. Tidak ada… Cathesa.

Ia keluar dari ruangannya dan bertanya pada Rey.

“Cathesa ke mana?”

Rey menatapnya dengan heran. “Bukannya… tadi dipanggil ibumu?”

Tatapan Nagendra langsung gelap.

Ia menarik napas dalam. Ada rasa tak enak yang perlahan memenuhi dadanya.

Sementara itu… di rooftop kantor…

Cathesa berdiri sendiri, menatap langit yang mulai mendung. Matanya merah. Tapi ia tersenyum kecil sambil berbisik ke dirinya sendiri.

“Aku harus kuat, kan? Cuma sekretaris biasa. Nggak selevel…” gumamnya.

Di belakangnya, sebuah suara terdengar dingin, namun dalam.

“Kamu nggak biasa.”ucap Nagendra berjalan menghampirinya.

Cathesa berbalik cepat,Nagendra berdiri di sana, matanya tak bisa menyembunyikan… sesuatu.

“Kalau ibuku nyuruh kamu pergi, kenapa kamu nurut?”tanya Nagendra penasaran.

“Karena saya cuma karyawan.”balas singkat Cathesa.

Nagendra mendekat. “Kamu bukan karyawan buatku. Kamu…” Ia menelan ludah, lalu lanjut.

“…orang yang bikin aku gila sejak pertama kali kamu tertawa sambil nyengir.”

Cathesa menunduk, menahan senyum pahit.

“Tapi kamu tunangan Adeline.”

Nagendra memandangnya lama.

“Belum.”

Dan Nagendra menarik dagu Cathesa.”Tatap mata aku Cathesa.” Cathesa langsung mengikuti perintahnya.

Mata mereka saling memandang, Cathesa terhipnotis oleh ketampanan Nagendra bak seperti dewa.

“Tetaplah berada di sampingku, Cathesa.” Cathesa langsung mengangguk perlahan seperti tersihir oleh suara berat Nagendra.

Nagendra memiringkan kepalanya dan mendaratkan bibirnya di bibir Cathesa, awalnya Cathesa kaget namun lama-lama dia menikmati ciuman Nagendra.

1
Rian Moontero
lanjuutt🤩🤸
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!