"Berhenti gemetar Ana.. Aku bahkan belum menyentuhmu." Nada suara itu pelan, rendah, dan berbahaya membuat jantung Ana berdebar tak karuan. Pertemuan mereka seharusnya biasa saja, tapi karena seorang bocah kecil bernama Milo semuanya menjadi berubah drastis. Daniel Alvaro, pria misterius yang membuat jantung ana berdebar di tengah kerasnya hidup miliknya. Semakin Ana ingin menjauh, semakin Daniel menariknya masuk.Antara kehangatan Milo, sentuhan Daniel yang mengguncang, dan misteri yang terus menghantui, Ana sadar bahwa mungkin kedatangannya dalam hidup Daniel dan Milo bukanlah kebetulan,melainkan takdir yang sejak awal sudah direncanakan seseorang.
Bagaimana jadinya jika Ana ternyata mempunyai hubungan Darah dengan Milo?
apa yang akan terjadi jika yang sebenarnya Daniel dan Ana seseorang yang terikat janji suci pernikahan di masa lalu?
Siapa sebenarnya ibu dari Milo? apa hubungannya dengan Ana
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SNUR, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Revan
Tok… tok…
Ana dan Milo meneh ke arah pintu secara bersamaan.
"Masuk! " teriak Milo
Pintu terbuka sedikit. Revan muncul dengan wajah datarnya. ia menatap ke arah ranjang dimana Milo dan ana duduk bersebelahan. Ana menatap Revan dengan wajah polosnya rambutnya tergerai lembut, matanya terlihat lelah tapi tetap manis.
Untuk sepersekian detik, dunia Revan seperti berhenti.
Ia terpaku. Benar-benar terpaku.
Cahaya lampu jatuh lembut di wajah Ana, meskipun wajahnya masih sangat pucat tapi sama sekali tidak mengurangi kecantikan Ana. Revan merasakan dadanya menghangat sensasi yang jarang sekali muncul pada dirinya. Tenggorokannya kering seketika.
Cantik…
Ia spontan memalingkan wajah sedikit, berusaha menyembunyikan keterkejutannya.
“E… ehm.” Revan membersihkan suaranya, mencoba tetap terlihat normal meski hatinya kacau. “Milo sudah malam. kamu harus tidur, besok kamu sekolah.”
Ana berkedip pelan. “Milo. sudah larut, pergilah tidur.”
Milo yang masih duduk di kasur menatap Revan sambil manyun.
“Five minutes lagi, Om Revan…”
Revan mengusap pelipisnya. “Nggak. Sekarang. Kamu harus tidur.”
Nada tegas itu keluar otomatis, tapi matanya masih sempat melirik Ana lagi tanpa sengaja. Dan saat Ana tersenyum kecil, Revan hampir kehilangan kata-kata.
Ia menahan diri agar tidak terlihat gugup.
“Ya sudah,” kata Ana lembut, mendekati Milo. “Ayo Milo, tidur. Besok kamu harus bangun pagi bukan. katanya kamu janji tidak akan nakal lagi.”
Milo akhirnya menurut dan turun dari ranjang Ana.
Revan berdiri di pintu, tidak masuk, tapi juga tidak pergi. Ada sesuatu pada kehadiran Ana yang membuatnya sulit memalingkan diri.
Mata mereka bertemu sesaat.
Revan menelan ludah pelan.
“Kalau kamu butuh apa-apa… bilang saja.”
Itu saja yang bisa ia ucapkan sebelum akhirnya ia memalingkan wajah cepat-cepat dan pergi dari sana.
Karena jika ia terlalu lama berdiri di sana… ia takut Ana bisa melihat bagaimana ia benar-benar terpesona.
Milo memiringkan kepalanya. menatap gerak gerik Revan yang aneh, tidak seperti biasanya.
Hah? om Revan kenapa? apa dia sedang gugup?
Sejak kapan wajah datar itu merasa gugup dan malu?
Biasanya Revan selalu tenang dan dingin, bahkan terhadap orang dewasa sekalipun. Tapi barusan dia melihat wajah bodyguardnya itu sedikit memerah.
Ia berjalan pelan mengikuti Revan dengan diam. "om?” tanya Milo.
Revan langsung menegakkan tubuhnya secepat kilat, seperti orang yang ketahuan sedang mencuri.
“A-Apa? ekheemmm.. ya Tuan? "
Milo mengedip. “Kenapa muka om Revan kayak habis lari 100 meter?”
Revan mengalihkan pandangan. “Nggak apa-apa.”
Milo menyipitkan mata, curiga.
“Kok aneh?”
“Aneh apanya?” suara Revan meninggi sedikit, tapi justru makin mencurigakan.
Milo mengamatinya dari atas sampai bawah, lalu bersedekap seperti detektif kecil.
“Om Revan jarang banget keliatan gugup. Biasanya Kak Revan cuma gugup kalau—”
Ia berhenti, matanya melebar.
“…kalau ketemu cewek yang om Revan suka.”
Revan spontan menoleh cepat. “Milo!”
Milo menutup mulutnya dramatis.
“Aaaah! Jadi bener dong?! siapa wanita yang om Revan suka? apakah Ana bikin Kak Revan menjadi gugup!”
Revan memijit batang hidungnya, wajah memerah karena malu dan kesal.
“Diam, Milo…”
Tapi Milo sudah terlanjur senyum-senyum jahil.
“Wah, wah… baru kali ini aku liat om Revan begini. Seru juga.”
Revan memalingkan wajah, namun jantungnya masih berdetak lebih cepat daripada biasanya.
Dan Milo, dengan polos benar-benar menangkap semuanya.
Milo tidak salah.
Ada yang berubah pada Revan.
Dan itu semua karena Ana.
****
Cahaya matahari menembus tirai ruang kerja Daniel, mengenai wajahnya yang tertunduk di atas meja.
Ia terbangun dengan kepala berat seolah dipukul benda tumpul semalaman. Jasnya masih melekat, kancing atas terbuka, rambutnya kusut, dan segelas bourbon semalam masih tersisa setengah, dingin tak tersentuh.
Ia mengangkat kepala perlahan.
Lehernya terasa kaku.
Punggungnya seperti diremas dengan kuat.
Matanya merah jelas ia tidak benar-benar tidur, hanya tumbang karena lelah pikiran.
Daniel menarik napas panjang, namun bukannya lega, justru terasa sesak.
Ada banyak hal menumpuk dalam pikirannya
Trauma Ana, Identitas Ana yang dipalsukan, sebuah Kecelakaan masa lalu yang tidak wajar, Kemungkinan hubungan antara Ana dengan mertuanya.
Daniel menutup wajahnya dengan kedua tangan.
“Tch…”
Suara frustrasinya terdengar di keheningan.
Untuk pertama kalinya setelah sekian lama, ia merasa kehilangan kendali. otaknya terasa berputar-putar.
Ketukan pintu terdengar.
Tok… tok…
Daniel mengangkat wajahnya pelan.
Pintu terbuka sedikit, dan Aska mengintip dengan ragu.
“Tuan… Anda tidur di sini?”
Daniel menggerakkan bahu sedikit, menandakan bahwa jawaban nya ha
Aska masuk dan menutup pintu. “Saya sudah siapkan kopi. Anda kelihatan… tidak baik.”
“Aku baik,” Daniel menjawab datar, meski jelas bukan.
"saya akan usahakan secepatnya Tuan. "