Alan ... menikahlah dengan Delila, ku mohon! Aku sangat mencintai anakku Delila, aku paling tidak bisa terima bila dia di permalukan. Nelson Jocelyn
Saya tidak mau karena saya tidak mencintainya. Alan Hendra Winata
Maaf, maafkan aku telah menyeretmu ke dalam masalah besar ini. Delila Jocelyn
Pernikahan yang tak di inginkan itu apakah tumbuh benih-benih cinta atau hanya akan ada rasa sakit yang menjalar di antara keduanya?
Yang penasaran dengan ceritanya langsung saja kepoin ceritanya disini yuk.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bilqies, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Permintaan
"Kamu jangan terlalu memikirkannya, aku nggak mau kamu sakit. Kita harus kuat," ucap Alan sembari membersihkan sisa air di ujung bibir Delila dengan jempolnya.
"Aku juga tak ingin memikirkannya," jawab Delila dengan suara seraknya.
"Sudah lewat dari waktu cek out kamar hotel. Berapa lama lagi kita berada disini? Jujur aku ingin pulang," ucap Alan mengeluarkan segala unek-uneknya.
Dalam hitungan detik Delila terdiam, dia tak tahu harus pulang kemana setelah ini. Apa mereka akan tinggal bersama? Atau justru tinggal berpisah. Delila tak sanggup untuk sekedar bertanya.
"A- aku nggak tahu. Menurut jadwal, seharusnya aku sekarang ini melakukan perjalanan bulan madu. Tapi ternyata ... semua tak sesuai dengan rencana awal," jawab Delila tersenyum kecut.
Delila masih ingat betul bagaimana dulu dia dan Lucas memilih tempat untuk pergi bulan madu. Dan Lucas lah yang sangat antusias merekomendasikan tempat itu pada Delila. Hingga akhirnya Delila pun mengiyakan keinginan Lucas untuk rencana bulan madu mereka.
"Ah ... maafkan aku, Delila. Kita akan keluar dari hotel ini setelah kamu merasa lebih baik." Alan merasa bersalah telah menanyakan sesuatu yang berhasil membuat Delila merasakan rasa sakitnya itu.
"Tidurlah lagi. Semoga kamu segera merasa baikan," ucap Alan yang kemudian beranjak dari duduknya menuju ke sofa.
Delila pun hanya mengangguk menuruti apa yang di katakan suaminya.
Kini Alan sedang duduk di atas sofa yang berada di kamarnya sembari menyalakan tv dengan suara yang amat rendah. Sebab dia tak ingin mengganggu Delila yang sedang tidur.
Jemari tangannya menari-nari di atas remote dengan terus mengganti channel tv, seolah tidak ada yang cocok untuk dia tonton. Alan merasa bingung sebenarnya dia ini ingin menonton apa? Sebab sedari tadi lelaki itu seperti orang tak jelas. Bohong bila Alan merasa baik-baik saja saat ini karena faktanya memang tak seperti yang dia katakan. Meskipun tak di tunjukkan dengan jelas, namun isi kepalanya di penuhi dengan sosok Luna, gadis yang sangat di cintainya.
Niat hati ingin keluar untuk sekedar mencari udara segar agar kepalanya tak merasa berat. Tapi dia urungkan, sebab dia tak tega meninggalkan Delila begitu saja. Terlebih keadaan Delila yang sedang kurang membaik.
Sekilas bayangan wajah Luna muncul di kepalanya yang berhasil membuat Alan merasakan rasa nyeri di hatinya.
"Apa salahku? Kenapa kamu tega meninggalkanku?" lirih Alan.
Tok ... tok ... tok ....
Suara ketukan pintu membuyarkan lamunan Alan, kemudian dia beranjak dari duduknya. Dengan langkah gontai dia berjalan menuju pintu dan membukanya.
Di luar tampak Daddy Nelson yang sedang berdiri ketika pintu di buka dan Alan pun mempersilahkan mertuanya untuk masuk.
"Bagaimana keadaan Delila? Apa yang terjadi? Berulang kali aku menghubunginya, tapi tak bisa," tanya Daddy Nelson pada Alan.
"Delila demam, baru saja dia minum obat," jawab Alan penuh hati-hati sebab dia takut kalau Daddy Nelson salah paham. Dan benar saja tebakannya tidak meleset. Saat ini Alan mendapatkan tatapan elang dari mertuanya itu.
"Apa yang kamu lakukan pada Delila? Kenapa dia bisa sakit? Apa kamu ...," tanya Daddy Nelson yang memberondong dengan segala macam pertanyaan. Sorot matanya menatap curiga pada Alan.
"Delila demam karena kelelahan, terlalu banyak menangis. Dan tentu saja saya tidak melakukan apapun pada Delila. Ingat Tuan, saya tidak mencintainya. Tak mungkin saya melakukannya," jawab Alan berusaha menjelaskan apa yang terjadi pada Delila.
Daddy Nelson pun bernafas lega ketika mendengar jawaban dari Alan.
"Aku ingin bicara denganmu, tapi tak disini. Bagaimana kalau di coffe shop bawah," ajak Daddy Nelson.
"Saya kira kita bisa bicara disini," balas Alan.
"Tak bisa! Aku tak ingin Delila mendengarkan apa yang kita bicarakan. Ayo, ikut aku sekarang," ajak kembali Daddy Nelson sembari berjalan menuju pintu.
Dengan berat hati Alan pun akhirnya mengikuti Daddy Nelson yang sudah berjalan duluan.
"Tersenyumlah, di luar masih ada wartawan yang masih meliput berita ini," titah Daddy Nelson dan di angguki kepala oleh Alan.
Dan benar saja, baru beberapa langkah tiba-tiba ada juru kamera yang mengambil gambar mereka. Daddy Nelson melambaikan tangannya dengan tersenyum ramah begitu juga dengan Alan melakukan hal yang sama, meskipun terasa canggung baginya.
🌷Coffe Shop🌷
Di sinilah mereka berada, keduanya duduk berhadapan di sebuah sudut ruangan dengan 2 cangkir kopi yang sebagai teman mereka saat ini.
"Terimakasih karena kamu telah menolong Delila putri kesayanganku," ucap Daddy Nelson tulus.
Alan berdehem untuk menetralkan suaranya. Dia ingat betul bahwa lelaki yang ada di hadapannya ini merupakan orang penting dan pemilik perusahaan tempat dia bekerja saat ini.
"Ehem, sama-sama," jawab Alan.
"Alan, aku ingin menawarkan sesuatu padamu. Dan tolong jangan pandang sebagai sesuatu yang merendahkan harga dirimu atau upaya untuk membelimu. Tidak, bukan seperti itu maksudku." Lanjutnya menjelaskan segala unek-uneknya.
Sedikitpun Alan tak bertanya ataupun menanggapinya. Alan terdiam sembari menatap lurus lawan bicaranya.
"Aku akan mengangkatmu sebagai CEO di perusahaan yang kini kamu tempati untuk bekerja. Selain itu, aku akan memberikan perusahaan itu padamu. Aku percaya kamu bisa mengelolanya dengan baik. Tapi ... ada satu hal yang saya inginkan darimu."
"Apa lagi?" Bukannya saya sudah membantu anda," jawab Alan dengan nada yang sedikit meninggi.
"Saya tahu Alan, dan sudah saya katakan bahwa saya berterimakasih banyak kamu telah menolong Delila. Untuk kali ini saya mohon bertahanlah dengan pernikahan ini, tetaplah menjadi suami Delila selama satu tahun."
"Saya minta berpura-puralah sebagai suami-istri hanya satu tahun saja, agar Delila tidak malu. Kalau kalian bercerai sekarang, pasti Delila jadi bahan pergunjingan dan saya tak mau hal itu terjadi."
"Saya tak ingin Delila mendapatkan penghinaan. Kamu tak usah khawatir, saya janji akan menjamin kehidupan kalian, begitu juga dengan kehidupan Ibumu. Setelah satu tahun berlalu kalian bisa bercerai. Banyak alasan untuk melakukan itu nanti, dan begitu kalian bercerai perusahaan itu akan menjadi milikmu."
"Satu tahun?" Alan mengerutkan dahinya, dia tampak ragu.
"Ya hanya satu tahun, dan itu tak akan terasa lama. Saya mohon Alan ... saya tak ingin Delila anakku mendapatkan penghinaan karena di tinggalkan calon suaminya lalu kemudian di ceraikan oleh suami penggantinya. Kamu tentu tahu kan Delila gadis yang baik, dia tak patut mendapatkan itu semua. Hanya saja nasibnya saja yang buruk di hari pernikahannya. Jadi ... saya mohon, tolonglah anak saya Delila. Saya rela memberikan apapun asal kamu mau menolong Delila. Sebagai Daddy akan saya lakukan apapun untuk melindungi anak saya. Dan suatu hari kamu akan mengerti bagaimana rasanya melindungi anakmu."
"Bagaimana? Apa kamu setuju?"
.
.
.
🌷Bersambung🌷
yah dah di pastikan ini mah novel sering tahan nafas 😁😁😁😁
pantes kalau Lucas sma Luna