Raka secara tak sengaja menemukan pecahan kitab dewa naga,menjadi bisikan yang hanya dipercaya oleh segelintir orang,konon kitab itu menyimpan kekuatan naga agung yang pernah menguasai langit dan bumi...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mazhivers, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 18
Kegelapan hutan malam semakin pekat, hanya sesekali cahaya bulan berhasil menembus rimbunnya dedaunan, menciptakan bayangan-bayangan aneh yang menari-nari di sekitar mereka. Mereka bertiga berjalan dalam diam, setiap suara kecil dari hutan membuat mereka waspada.
Tiba-tiba, Sinta mencengkeram lengan Raka erat-erat. "Kalian dengar itu?" bisiknya dengan nada ketakutan.
Raka dan Maya menghentikan langkah mereka dan mendengarkan dengan seksama. Dari kejauhan, terdengar suara gerungan rendah yang dalam, berbeda dari suara makhluk berkaki tiga yang mereka temui sebelumnya. Suara itu terdengar berat dan mengancam, seperti raungan binatang buas yang sangat besar.
"Suara apa itu?" bisik Maya, merapatkan diri ke sisi Raka.
Sinta menggelengkan kepalanya, wajahnya tampak pucat dalam rembulan samar. "Aku tidak yakin. Tapi suara itu… aku pernah mendengarnya sebelumnya. Kakekku pernah bercerita tentang makhluk hutan yang sangat besar dan kuat, yang suaranya bisa membuat bulu kuduk berdiri. Mereka bilang… itu suara Genderuwo."
Raka dan Maya terdiam. Mereka pernah mendengar cerita tentang Genderuwo, makhluk mitologi Indonesia yang digambarkan sebagai sosok tinggi besar dan berbulu lebat, seringkali menampakkan diri di hutan-hutan yang lebat dan angker. Cerita-cerita itu selalu membuat mereka merinding saat masih kecil.
Suara gerungan itu terdengar semakin dekat, seolah-olah makhluk itu sedang bergerak menuju arah mereka. Raka merasakan ketegangan yang semakin mencekam di udara. Mereka harus berhati-hati. Jika makhluk itu benar-benar Genderuwo, mereka mungkin akan menghadapi bahaya yang jauh lebih besar dari yang mereka duga.
"Kita harus menjauh dari suara itu," bisik Raka. "Ayo, kita coba memutar arah."
Mereka bertiga dengan hati-hati mencoba bergerak menjauhi sumber suara gerungan itu, berjalan perlahan dan berusaha untuk tidak menimbulkan suara. Namun, suara gerungan itu seolah-olah mengikuti mereka, tidak peduli ke arah mana mereka pergi.
Tiba-tiba, dari balik pepohonan di depan mereka, muncul sesosok bayangan hitam yang sangat besar. Sosok itu tampak tinggi menjulang, tingginya melebihi tinggi pohon-pohon di sekitarnya. Bentuknya samar-samar dalam kegelapan, tetapi mereka bisa merasakan aura kekuatan yang sangat besar yang terpancar darinya. Suara gerungan rendah yang mereka dengar sebelumnya kini terdengar lebih dekat dan lebih mengancam, seolah-olah berasal dari sosok raksasa di depan mereka.
Raka, Maya, dan Sinta terdiam membeku, tidak berani bergerak. Mereka merasakan ketakutan yang mencengkeram hati mereka. Sosok di depan mereka pasti Genderuwo.
Makhluk itu perlahan-lahan bergerak mendekat, suaranya seperti raungan guntur yang menggema di hutan malam. Mereka bisa melihat matanya yang merah menyala dalam kegelapan, menatap mereka dengan tatapan yang mengintimidasi. Bau anyir dan tanah lembap tercium kuat di udara, menandakan kehadiran makhluk itu.
Raka menggenggam erat Kitab Dewa Naga, bersiap jika mereka harus bertarung. Maya dan Sinta berpegangan tangan erat-erat, wajah mereka pucat pasi karena ketakutan. Mereka tahu mereka sedang menghadapi makhluk yang sangat kuat, makhluk dari legenda yang kini berdiri tepat di hadapan mereka dalam kegelapan hutan malam. Ketegangan semakin memuncak, dan mereka bertanya-tanya apakah mereka akan bisa selamat dari pertemuan yang mengerikan ini.
Jantung Raka berdebar kencang melihat sosok raksasa berbulu itu semakin mendekat. Bau anyir yang kuat menusuk hidung mereka, dan suara napas Genderuwo yang berat terdengar seperti raungan angin badai. Makhluk itu menatap mereka dengan mata merah menyala yang penuh dengan amarah dan kebingungan.
Sinta, dengan suara bergetar, berbisik, "Jangan bergerak. Konon, Genderuwo tidak menyerang jika kita tidak mengganggunya dan tidak menunjukkan rasa takut yang berlebihan."
Mereka bertiga berdiri terpaku, mencoba menahan napas dan mengendalikan rasa takut yang hampir melumpuhkan. Genderuwo itu berhenti beberapa meter dari mereka, mengamati mereka dengan saksama. Matanya bergerak-gerak, dari Raka yang memegang kitab, ke Maya yang pucat, lalu ke Sinta yang berusaha terlihat tenang.
Tiba-tiba, Genderuwo itu mengeluarkan gerungan rendah yang dalam, membuat tanah bergetar di bawah kaki mereka. Ia mengangkat salah satu tangannya yang besar dan berbulu, jarinya yang kukunya panjang dan tajam tampak mengancam dalam kegelapan.
Raka tidak bisa tinggal diam. Ia membuka Kitab Dewa Naga dengan tangan gemetar, berharap menemukan sesuatu yang bisa membantu mereka. Ia membolak-balik halaman-halamannya dengan cepat, mencari gambar atau kata yang mungkin relevan.
Matanya tertuju pada gambar makhluk mitologi lain yang pernah ia lihat di buku-buku cerita kakeknya: seekor burung raksasa dengan sayap emas yang membentang lebar, Garuda. Di bawah gambar itu, terukir kata "Perlindungan Langit."
Tanpa ragu, Raka mengucapkan kata-kata itu dengan lantang, meskipun suaranya sedikit bergetar karena ketakutan. Seketika, tidak ada yang terjadi. Raka merasa putus asa. Apakah kekuatannya hanya bekerja pada naga dan elemen alam?
Namun, saat Genderuwo itu kembali menggeram dan hendak melangkah mendekat, tiba-tiba dari langit malam yang gelap, terdengar suara pekikan nyaring yang memekakkan telinga. Suara itu terdengar seperti pekikan burung pemangsa yang sangat besar.
Genderuwo itu terhenti dan mendongak ke atas dengan raut wajah yang tampak terkejut dan sedikit ketakutan. Dari balik pepohonan yang tinggi, muncul sesosok bayangan besar dengan sayap yang mengepak lebar. Cahaya bulan yang samar-samar menerangi siluetnya, memperlihatkan bentuk Garuda yang agung dengan paruh dan cakar yang tajam berkilauan.
Garuda itu terbang mengitari mereka beberapa kali, mengeluarkan pekikan-pekikan nyaring yang seolah-olah mengusir Genderuwo. Makhluk hutan itu tampak gelisah dan beberapa kali menggeram ke arah langit, namun ia tidak berani menyerang burung raksasa itu.
Setelah beberapa saat, Garuda itu menukik ke bawah, terbang rendah di atas kepala Raka, Maya, dan Sinta. Angin kencang dari kepakan sayapnya membuat dedaunan berguguran. Kemudian, dengan pekikan terakhir yang lantang, Garuda itu terbang menjauh ke arah utara, menghilang di antara pepohonan.
Genderuwo itu menatap ke arah Garuda pergi untuk beberapa saat, lalu mengalihkan pandangannya kembali kepada Raka dan teman-temannya. Namun, aura permusuhan di matanya tampak sedikit mereda. Seolah-olah kehadiran Garuda telah membuatnya ragu atau takut. Setelah menggeram sekali lagi, makhluk itu perlahan-lahan mundur ke dalam kegelapan hutan dan menghilang.
Raka, Maya, dan Sinta saling berpandangan dengan lega dan keheranan. Mereka selamat, dan kali ini bukan hanya berkat Kitab Dewa Naga, tetapi juga berkat kemunculan makhluk mitologi lain yang tidak terduga.
"Garuda…" bisik Sinta dengan nada tak percaya. "Aku tidak pernah menyangka akan melihatnya secara langsung."
"Apakah… apakah kitab itu yang memanggilnya?" tanya Maya, menatap Kitab Dewa Naga di tangan Raka dengan mata penuh tanya.
Raka sendiri tidak yakin. Ia hanya mengucapkan kata-kata yang terlintas di benaknya, kata-kata yang terhubung dengan gambar di dalam kitab. Apakah kitab itu benar-benar memiliki kekuatan untuk memanggil makhluk mitologi? Dan mengapa Garuda datang untuk membantu mereka? Misteri semakin bertambah, dan perjalanan mereka menuju kuil kuno di utara terasa semakin penuh dengan kejutan dan bahaya yang tak terduga.