NovelToon NovelToon
Kill All Player

Kill All Player

Status: sedang berlangsung
Genre:Balas dendam dan Kelahiran Kembali
Popularitas:2.2k
Nilai: 5
Nama Author: Theoarrant

Dunia tiba-tiba berubah menjadi seperti permainan RPG.

Portal menuju dunia lain terbuka, mengeluarkan monster-monster mengerikan.

Sebagian manusia mendapatkan kekuatan luar biasa, disebut sebagai Player, dengan skill, level, dan item magis.

Namun, seiring berjalannya waktu, Player mulai bertindak sewenang-wenang, memperbudak, membantai, bahkan memperlakukan manusia biasa seperti mainan.

Di tengah kekacauan ini, Rai, seorang pemuda biasa, melihat keluarganya dibantai dan kakak perempuannya diperlakukan dengan keji oleh para Player.

Dipenuhi amarah dan dendam, ia bersumpah untuk memusnahkan semua Player di dunia dan mengembalikan dunia ke keadaan semula.

Meski tak memiliki kekuatan seperti Player, Rai menggunakan akal, strategi, dan teknologi untuk melawan mereka. Ini adalah perang antara manusia biasa yang haus balas dendam dan para Player yang menganggap diri mereka dewa.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Theoarrant, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Tes

Untuk sesaat, hanya ada keheningan di antara mereka.

Kemudian…Rivia tertawa kecil, sebuah tawa yang penuh kegembiraan dan antisipasi.

"Oh, aku suka kau," katanya sambil menggigit bibirnya.

"Kenapa kau tidak ikut denganku? Aku ingin mengenalmu lebih jauh."

Di sekitar mereka, para penonton terkejut.

"Hei, serius?!"

"Rivia mengajaknya pergi?"

"Sial, bocah ini benar-benar beruntung atau sangat gila?"

Rai tersenyum kecil, lalu mengangkat bahu.

"Aku tidak punya rencana lain malam ini," katanya ringan.

"Tunjukkan jalan."

Dan dengan itu, Rivia menarik tangannya, memimpin Rai ke arah yang lebih dalam di pasar gelap.

**********************************

Lorong-lorong sempit di bagian terdalam pasar gelap dipenuhi dengan bayangan samar dan suara bisikan.

Rivia berjalan di depan, sesekali menoleh dengan tatapan menggoda, memastikan bahwa Rai tetap mengikutinya.

Sementara itu, Rai menganalisis lingkungan sekitar dengan lens V2-nya.

Sekilas, lorong ini tampak kosong. Tapi di balik dinding kayu dan kain lusuh yang menggantung, dia bisa mendeteksi keberadaan tiga Player Rank C lainnya yang bersembunyi.

Mereka bukan penjaga biasa.

Mereka mengintai dalam diam, seolah menunggu perintah.

"Jadi, kau ingin mendekatiku begitu saja, hmm?" Rivia menoleh dengan seringai.

"Kau harus tahu… aku bukan tipe wanita yang mudah diajak bermain."

Langkahnya berhenti di depan sebuah bangunan yang tampak lebih terawat dibandingkan sekitarnya, sebuah rumah peristirahatan pribadi.

Rai tetap tenang, meskipun dalam pikirannya, dia mulai menyusun strategi.

Kemungkinan pertama Ini hanya jebakan sederhana, mereka ingin mengujinya.

Kemungkinan kedua Rivia benar-benar tertarik, tapi tetap ingin mengintimidasi.

Kemungkinan terburuk Ini bukan ujian tapi eksekusi.

Rivia membuka pintu dan melangkah masuk.

"Kau takut?" tanyanya dengan nada menggoda.

Rai tersenyum tipis.

"Takut? Aku malah penasaran."

Dia mengikuti masuk, dan pintu tertutup di belakangnya.

Ruangan ini cukup mewah untuk standar pasar gelap.

Sofa kulit, meja kayu mahoni, dan lampu kristal redup yang memberikan cahaya keemasan.

Rivia menjatuhkan dirinya di sofa, menyilangkan kaki dengan santai.

"Kau tahu," katanya, menatap Rai dengan mata tajam.

"Orang-orang biasanya menjauh dariku ketika mereka tahu siapa aku."

"Aku bukan orang-orang kebanyakan," jawab Rai, berjalan mendekat.

Rivia terkekeh.

"Aku suka itu."

Dia menepuk sofa di sampingnya.

"Duduk."

Rai tidak langsung menurut, sebaliknya, dia memiringkan kepalanya sedikit dan berkata,

"Sebelum aku duduk, aku hanya ingin tahu… mereka bertiga di luar itu, untuk apa?"

Tatapan Rivia berubah, hanya sedetik, sebelum dia tersenyum lebar.

"Pandai mengamati, ya?"

Dia tidak menyangkalnya.

"Tidak perlu khawatir, mereka hanya...protektif."

Rai akhirnya duduk, tapi tetap menjaga postur siaga.

Rivia menyandarkan tubuhnya lebih dekat, menyentuhkan jemarinya ke bahunya.

"Jadi, apa yang kau inginkan dariku, hmm?" bisiknya di telinga Rai.

Rai menatap lurus ke matanya.

"Aku ingin mencari pekerjaan dengan bayaran mahal."

Rivia tersenyum, matanya berbinar penuh ketertarikan.

Jemarinya yang dingin meluncur di bahu Rai sebelum ia menarik diri dan menyandarkan punggung ke sofa.

"Pekerjaan dengan bayaran mahal, ya?" Rivia mengetuk dagunya dengan jari, seolah sedang mempertimbangkan sesuatu.

"Dan kau pikir aku bisa memberikannya?"

Rai menyesuaikan duduknya, tetap waspada.

"Kau adalah bagian dari Iron Fang, bukan? Jika ada pekerjaan yang membutuhkan tangan berbakat, aku yakin kau mengetahuinya."

Rivia tertawa kecil, tapi sorot matanya tajam.

"Tangan berbakat, katamu? Kau hanya seorang Rank E, Rai."

"Apa Rank lebih penting daripada hasil?" balas Rai dengan nada santai.

"Kalau aku bisa membuktikan bahwa aku cukup kuat, kau akan mempertimbangkannya?"

Rivia menyipitkan matanya.

"Sombong sekali kau."

Dia kemudian bangkit, berjalan pelan ke meja dan menuangkan dua gelas minuman berwarna merah pekat.

Dia menyerahkan satu kepada Rai sebelum kembali duduk, kali ini lebih dekat.

"Minumlah," katanya.

Rai menerima gelas itu, tetapi tidak langsung meneguknya, dia hanya menatap Rivia.

Wanita itu tersenyum menyeringai.

"Takut diracuni?"

"Aku hanya tidak suka kehilangan kendali," sahut Rai.

Rivia tertawa pelan.

"Aku semakin menyukaimu."

Dia meneguk minumannya sendiri tanpa ragu, lalu menatap Rai dengan penuh tantangan.

Rai akhirnya meminumnya, meskipun tetap memperhatikan efeknya.

Rasa pahit bercampur sedikit rasa manis menyebar di lidahnya, tapi tidak ada indikasi racun sejauh ini.

"Baiklah," kata Rivia setelah meletakkan gelasnya.

"Kau ingin pekerjaan, dan aku ingin melihat sejauh mana kemampuanmu."

Dia mencondongkan tubuhnya, wajahnya begitu dekat hingga Rai bisa merasakan napas hangatnya.

"Tapi sebelum itu…" jemarinya menyentuh dagu Rai, mengangkat sedikit wajahnya.

"Aku ingin tahu… seberapa jantan kau sebenarnya."

Mata Rai tetap dingin.

"Kalau begitu, beri aku tantangan yang lebih dari sekadar kata-kata."

Rivia tersenyum lebar.

"Aku suka caramu berpikir."

Dia berdiri dan berjalan menuju pintu.

Dengan satu gerakan, dia membukanya dan memberi isyarat dengan dagunya.

"Mari kita lihat apakah kau benar-benar bisa membuatku terkesan," katanya.

"Kita akan bermain sedikit… di luar."

Rai tahu ini bukan hanya permainan biasa.

Dia mengikuti Rivia keluar, menuju lorong gelap di mana tiga Player Rank C yang tadi mengintai kini berdiri menunggu.

Rivia menoleh ke mereka.

"Kita punya tamu spesial malam ini. Aku ingin tahu apakah dia benar-benar layak berada di sisiku."

Salah satu dari mereka, seorang pria tinggi dengan tubuh kekar dan kepala plontos, menyeringai.

"Jadi, kau ingin dia membuktikan diri?"

"Tepat sekali," kata Rivia sambil menoleh ke Rai.

"Kau ingin pekerjaan? Maka tunjukkan bahwa kau bukan sekadar bicara."

Rai tersenyum tipis.

"Berapa banyak dari kalian yang akan maju?"

Pria botak itu tertawa.

"Sombong sekali, aku sendiri cukup untuk menghabisimu."

Rai mengencangkan sarung tangan Cerberus di tangan kanannya dan mengaktifkan Phantom Stride.

"Kalau begitu, ayo kita mulai."

Malam ini, bukan hanya nyawanya yang dipertaruhkan.

Tapi juga kesempatannya untuk masuk lebih dalam ke Iron Fang.

Rai berdiri di tengah-tengah, dikelilingi oleh tiga Player Rank C yang semuanya menatapnya dengan ekspresi mengejek.

Pria botak bertubuh kekar yang berdiri di depannya mengangkat satu alis.

“Kau yakin ingin melawan kami?”

Rai hanya tersenyum tipis.

“Aku pikir kau tadi bilang kau sendiri cukup untuk menghabisiku?”

Pria itu mendengus sebelum menoleh ke dua rekannya.

“Aku sendiri sudah cukup, tapi kalau dia berani macam-macam, habisi saja.

”Dua orang lainnya mengangguk, tetapi tetap menyilangkan tangan mereka, memilih untuk mengamati terlebih dahulu.

Sementara itu, Rivia bersandar di dinding, menonton dengan penuh minat.

“Ayo, sayang,” katanya dengan nada menggoda.

“Tunjukkan sesuatu yang bisa membuatku tertarik.”

Rai tidak menjawab.

Sebaliknya, dia merasakan aliran mana di dalam tubuhnya dan bersiap. Phantom Stride meningkatkan Agility-nya

Pria botak itu maju, menarik tinjunya ke belakang sebelum menghantam ke arah wajah Rai.

WHOOSSH!

Namun, tinjunya hanya menghantam udara kosong.

Rai menghindar dengan tipis dan memberikan tendangan kearah perut sayangnya damage yang diberikan Rank E tidak terlalu berefek

Ardan terkekeh meremehkan.

“Hah! Serius? Seranganmu tidak ada bedanya dengan gigitan semut.”

Rai tetap tenang, lalu menarik sesuatu dari sarungnya.

Nightshade.

Sebuah belati hitam tipis yang tampak biasa saja, tetapi sebenarnya memiliki efek khusus yang mematikan.

Melihat pisau itu, Ardan menyeringai.

“Apa kau pikir itu cukup untuk mengalahkanku?”

Dia tidak menunggu jawaban.

Dengan langkah cepat, Ardan kembali menerjang, menghujani Rai dengan serangan beruntun.

DUG! DUG! WHOOSH!

Tinju raksasanya melesat seperti meriam, memecah udara dengan kekuatan luar biasa.

Tetapi..

SWISH!

Rai menghindar dengan lincah, setiap gerakannya terukur, setiap serangan Ardan meleset hanya dengan selisih beberapa inci

Dan di sela-sela pertarungan, Rai mulai menyerang balik.

SRET!

Nightshade melesat, menyayat perut Ardan dengan presisi.

"Hah ini bukan apa..."

[Anda terkena Bleeding]

Sebelum dia bisa menyelesaikan kalimatnya, wajahnya mendadak pucat.

Sesuatu terasa salah.

Darah mulai mengalir dari lukanya, tetapi tidak berhenti sebaliknya, perdarahannya semakin parah.

“A-Apa… ini…?”

Rasa sakit menjalar ke seluruh tubuhnya, membuatnya jatuh berlutut.

Rai menatapnya tanpa emosi.

“Kuharap kau masih bisa berjalan. Pergi sebelum ajal menjemputmu.”

Keheningan menyelimuti lorong.

Dua Player lain yang tadi mengawasi menegang, tidak menyangka pertarungan akan berakhir secepat ini.

Mereka saling pandang, lalu menatap Rivia seolah meminta perintah.

Tapi wanita itu hanya tersenyum puas.

“Cukup,” katanya, menghentikan mereka sebelum mereka bisa bergerak.

"Bawa si tak berguna itu pergi dan tinggalkan kami"

Tanpa berkata keduanya menggotong Ardan dan membawanya pergi

Rivia berjalan mendekati Rai, matanya bersinar penuh ketertarikan.

“Kau benar-benar mengejutkanku,” katanya sambil mengangkat dagu Rai dengan satu jari.

Rai tetap diam, menatapnya tanpa ekspresi.

Lalu, Rivia terkekeh.

“Aku semakin menyukaimu.”

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!