Mirna gadis miskin yang dibesarkan oleh kakeknya. Dia mempunyai seorang sahabat bernama Sarah.
Kehidupan Sarah yang berbanding terbalik dengan Mirna, kadang membuat Mirna merasa iri.
Puncaknya saat anak kepala desa hendak melamar Sarah. Rasa cemburunya tidak bisa disembunyikan lagi.
Sang kakek yang mengetahui, memberi saran untuk merebut hati anak kepala desa dengan menggunakan ilmu warisan keluarganya.
Bagaimana kelanjutan ceritanya? Yuk baca kisahnya, wajib sampai end.
29/01'25
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Deanpanca, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 7 Kematian Kakek Sapto
"Bapak? Bapak sudah setua itu, apa dia masih sanggup melakukannya?" Tanya Bu Sitti.
"Dia pasti menurunkan ilmunya pada Mirna, Bu."
Bu Sitti membulatkan matanya. Tidak percaya Kakek dari suaminya telah menemukan penerus Ilmu hitamnya.
Yang tidak diketahui orang-orang, Kakek Sapto adalah Kakek dari juragan Bandi. Hanya saja Juragan Bandi sejak kecil selalu memanggilnya Bapak, hingga saat ini. Mereka tinggal terpisah, karena Kakek Sapto terobsesi dengan ilmu hitam. Mirna sendiri adalah keponakan Juragan Bandi, anak dari kakak nya.
"Purnomo juga tetap bersikeras untuk membatalkan pernikahan. Dia seperti orang linglung, Bu. Kasihan sekali anak itu!" Kata Juragan Bandi.
"Sepertinya langkah kita salah, Juragan! Kita yang membawa Bapak ke kampung ini, sekarang dia mulai mengacau. Korbannya malah anak dan keponakan kita." Kata Bu Sitti.
Dia dan suaminya hanya ingin berniat baik, agar bisa menjadi anak berbakti. Membawa serta Kakek Sapto yang sudah sakit sakitan, pindah ke sebuah kampung.
Kematian Orang tua Mirna yang misterius, membuat warga di kampung yang mereka tinggali sebelumnya merasa was was. Mereka sempat melihat kalau kakek Sapto lah yang menghabisi orang tua Mirna. Demi menyingkirkan ketakutan warga, Juragan Bandi memutuskan untuk pindah.
"Apa tidak ada cara untuk menolong anak itu, Juragan?" Tanya Bu Sitti.
"Hanya orang yang dicintainya lah yang bisa menolongnya. Berharap pada Sarah, bapak tahu dia tidak mencintai putri kita sama sekali." Kata Juragan Bandi.
Bu Sitti meneteskan air mata, bahunya terguncang. Niat baiknya membawa serta sang kakek bersama mereka, dibalas dengan kehancuran hati anaknya.
"Juragan! Sebenarnya siapa yang melakukan pelet pada Purnomo? Bapak atau Mirna?" Tanya Bu Sitti. Matanya sembab, pikirannya kacau. Tidak tahu bagaimana caranya menyampaikan pada sang anak, bahwa pernikahannya sudah dibatalkan.
"Mirna! Bapak pasti sudah mencuci otak anak itu."
Suasana menjadi hening, hingga akhirnya Bu Sitti memilih menemui anaknya. Dia ingin menyampaikan semuanya, jangan sampai Sarah mengetahuinya dari orang lain.
"Ibu mau ke kamar Sarah dulu, juragan. Jangan terlalu dipikirkan, semua pasti ada solusinya." Kata Sang istri.
*** ***
Di kamar Sarah, Bu Sitti memanggil manggil anaknya.
"Sarah! Sarah! Kamu dimana, Neng?"
"Sebentar, Bu!" Suara Sarah terdengar dari arah kamar mandi yang terletak di dalam kamarnya.
"Ceklek!"
"Ada apa, Bu?" Terlihat Sarah yang masih mengenakan handuk di kepalanya.
"Loh, kamu baru mandi."
"Cuma keramas saja, Bu. Kepala Sarah nyut-nyutan."
"Jangan terlalu banyak pikiran, Neng. Nanti kamu sakit, Ibu sama Bapak gak mau itu terjadi." Kata Bu Sitti.
"Iya Bu! Maafkan Sarah, yang tidak memikirkan perasaan kalian berdua." Sarah merasa bersalah karena dia terlalu mementingkan egonya yang selalu ingin bersama Purnomo, tapi melupakan orang tuanya.
"Sini duduk!" Bu Sitti menepuk pinggiran ranjang di sebelahnya.
"Bagaimana dengan Kang Purnomo, Bu? Apa aku boleh mengunjunginya?" Airmata Sarah mulai menggenang.
"Jangan menangis atu neng! Ibu jadi ikutan sedih. Neng itu kesayangan Ibu dan bapak, itu yang harus Neng tahu." Sarah mengangguk pelan dan menyeka air matanya.
"Jadi Bagaimana dengan Kang Purnomo, Bu?" Kembali Sarah menanyakan hal yang sama.
"Sarah, sebenarnya Purnomo ingin membatalkan pernikahan kalian."
Deg
"Tapi kenapa, Bu? Sebelumnya Kang Purnomo tidak menolak, kenapa tiba-tiba berubah pikiran?" Sarah merasakan hatinya teriris, tak percaya dengan yang dikatakan sang ibu.
"Purnomo ingin menikahi Mirna, Neng." Bu Sitti terasa berat mengucapkannya.
"Mirna! Gak mungkin, Bu. Mirna bahkan tidak pernah menyukai kang Purnomo, begitupun sebaliknya. Sebenarnya ada apa, Bu?" Sarah masih tidak bisa menerima apa yang dikatakan Ibunya.
"Ibu berkata yang sebenarnya, Sarah. Purnomo sudah seperti orang gila, dia selalu mengatakan ingin menikahi Mirna. Pak Kades kadang harus mengikatnya, agar tenang."
Sarah menatap Ibunya mencari kebohongan, tetapi tidak dia temukan.
"Kenapa bisa, Bu?"
"Kata Pak Kades, Mirna melakukan pelet terhadap Purnomo."
"Tidak mungkin, Bu. Aku sudah lama kenal dengan Mirna, bahkan dia tidak pernah melakukan hal yang aneh-aneh. Jangan menuduh yang tidak-tidak, Bu." Sarah tidak terima kalau Mirna dituduh melakukan hal tercela seperti itu.
Belum sempat Bu Sitti menjawab anaknya, Pintu dibuka oleh Juragan Bandi.
"Bu! Ada berita, katanya Kakek Sapto ditemukan warga meregang nyawa dipinggir sungai." Kata Juragan Bandi.
Bu Sitti segera bangkit dari duduknya. "Yang benar, Pak. Apa bapak tidak salah?" Bu Sitti merasa tidak percaya.
Jika benar Kakek Sapto meninggal, artinya ilmu hitam yang dia miliki benar telah diturunkan seluruhnya pada Mirna.
"Iya, Bu! Kabar itu benar. Sekarang cepatlah bersiap, kita akan ke rumah duka." Titah Juragan Bandi. Dia segera keluar dari kamar Sarah, ingin bersiap-siap juga.
"Sarah. Ibu mau siap-siap dulu, mau ke rumah Mirna."
"Aku mau ikut, Bu."
"Jangan, Neng! Besok saja kalau sudah mau dimakamkan. Hari sudah sore, tidak mungkin malam ini akan dimakamkan." Cegah Bu Sitti.
"Baiklah, Bu. Sampaikan salam ku pada Mirna, besok aku pasti akan kesana." Ucap Sarah akhirnya.
Di kamar juragan Bandi tampak berpikir, Bu Sitti melihat kegundahan hati sang suami.
"Ada apa, Juragan?"
"Tidak ada, Bu."
"Apa juragan yang akan mengurus pemakaman, Bapak?"
"Hmm, tentu Bu. Walau bagaimana pun, dia kerabat ku." Ucap Juragan Bandi.
*** ***
Mendengar berita kematian Kakek Sapto, banyak warga yang penasaran dan memilih mendatangi gubuk Kakek Sapto yang berada di hutan.
Orang tua itu terkenal susah matinya, walau badannya tinggal kulit dan tulang.
Banyak juga yang mengatakan kalau kakek Sapto menganut ilmu hitam, sehingga menyebabkan dia susah mati karena enggan melepas ilmunya.
Juragan Bandi dan istrinya tiba disana, banyak warga yang tercengang karena melihat orang terkaya di kampung itu datang untuk melihat Kakek Sapto.
"Silahkan, Juragan." Warga memberi jalan untuk Juragan dan istrinya.
Sepasang suami istri itu masuk ke dalam gubuk Kakek Sapto. Dapat dilihat Mirna yang terduduk di samping jasad kakeknya. Juragan Bandi pun melihat ke arah Jasad sang kakek, betapa terkejutnya dia. Jasad kakek Sapto sudah terlihat membusuk, sepertinya dia meninggal sudah lama dan baru ditemukan.
"Apakah Kakek Sapto sudah lama meninggalnya?" Tanya Juragan Bandi.
"Tidak, juragan. Saya baru pulang mengambil hasil tangkapan ikan dan melihat kakek Sapto meregang nyawa dipinggir sungai." Kata warga yang menemukan kakek Sapto pertama kali.
Juragan berpikir ternyata apa yang dikatakan orang-orang di kampusnya dulu benar. Siapapun yang menganut ilmu hitam, matinya pasti sangat mengenaskan dan tak lazim.
Itulah sekarang yang dia lihat pada kakeknya. Tubuhnya seperti hangus terbakar, dengan bau busuk menyeruak. Mata melotot seperti merasakan sakit saat sakratul maut. Luka luka menganga di sekujur tubuh, membuat orang miris melihatnya.