Milan selalu punya ide gila untuk selalu menggagalkan pernikahan Arutala. semua itu karena obsesinya terhadap Arutala. bahkan Milan selalu menguntit Arutala. Milan bahkan rela bekerja sebagai personal asisten Arutala demi bisa mengawasi pria itu. Arutala tidak terlalu memperdulikan penguntitnya, sampai video panasnya dengan asisten pribadinya tersebar di pernikahannya, dan membuat pernikahannya batal, Arutala jadi penasaran dengan penguntitnya itu, ia jadi ingin lebih bermain-main dengannya..
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tyarss_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Penolakan
Mendapatkan black card bukan sesuatu yang sangat berharga bagi Milan, karena dia pun juga memilikinya. Yang membuat ini menarik, karena Arutala yang memberikannya. Dan pria itu memberi hari libur untuk Milan hanya untuk membeli baju yang akan ia kenakan di pesta. Apa Arutala memang sedikit gila? Itu yang di pikirkan Milan saat ini. Memberi pegawai baru libur satu hari padahal baru saja masuk dua hari.
"Kita mau kemana?" tanya Lyra yang ikut satu mobil dengan Milan. Matanya masih mengantuk karena hampir semalaman penuh menghubungi orang-orang yang akan di gunakan Milan untuk melancarkan aksinya.
"Hoamm... apa kau tidak pergi bekerja?" Lyra kembali bertanya di sela-sela kantuknya. Ia bahkan hampir memejamkan matanya lagi.
"Tidak. Arutala menyuruhku libur. Dan tebak apa yang ku dapat?"
"Apa? Aku sedang malas main tebak-tebakan Milan? Tapi baiklah biar ku tebak? Kau mendapatkan lamaran darinya?"
Milan cemberut mendengar tebakan Lyra. "Tidak! Astaga! Mana mungkin Arutala melamar wanita yang bahkan baru di kenalnya dua hari."
Tidak peduli, Lyra mengedikkan bahunya. "Lalu apa Milan?"
"Tada.." Milan mengangkat black card dari Arutala. "Dia memberiku ini. Menyuruhku membeli baju yang mahal untuk datang ke pesta ulang tahun perusahaan Ganapatih."
Mendengar pesta ulang tahun, Lyra jadi teringat akan sesuatu. "Apa sebelumnya aku sudah bilang jika ayah dan ibumu juga menyuruhmu hadir di pesta perusahan Ganapatih?"
"WHAT?!" pekik Milan. "Sialan! Bukannya selama ini Pramoedya tidak memiliki hubungan bisnis apapun dengan Ganapatih. Kenapa Pramoedya bisa mendapatkan undangan?"
"Tidak tau. Tapi menurut hipotesis ku, mungkin inilah alasan kenapa namamu juga masuk ke dalam daftar calon wanita yang akan di kencani Arutala. Ada kemungkinan Ganapatih dan Pramoedya saat ini saling mengenal. Seharusnya kau tidak perlu heran Milan. Kalian sama-sama dari kerluarga yang berpengaruh. Jadi banyak kemungkinan mereka akan saling mengenal."
Apa yang di katakana Lyra itu juga ada benarnya. Dan sialnya Milan terjebak. Jika dia datang sebagai PA Arutala dan bertemu orang tuanya, sudah dapat di pastikan orang tuanya akan shock, dan hancur sudah rencananya.
"Tidak bisa. Kita harus melakukan perlawanan." Ujar Milan lalu memutar kemudi. Ia melajukan mobilnya dengan cepat. Melesat di antara kendaraan lain di jalan raya. Dalam urusan berkendara, skill Milan tidak perlu diragukan lagi.
Tau akan kemana, Lyra memilih duduk dengan santai dan lanjut tidur.
Begitu sampai di rumah milik Pramoedya, Milan berjalan cepat. Mengabaikan para pelayan yang menunduk hormat padanya. Sedangkan Lyra memilih berjalan santai dan tertinggal jauh di belakangnya.
"Dad!! Mom!!" pekik Milan.
Malik dan Nida yang sedang melukis di halaman belekang terkejut akan kedatangan putri mereka.
"Hey sayang, lihat siapa yang datang. Aku kira dia lupa jalan pulang." Sindir Malik. Lalu kembali melanjutkan melukis.
Nida meletakkan kuasnya. Ia bangkit dan menghampiri putrinya. "Anakku, mommy merindukanmu." Ujarnya sembari memeluk putrinya.
Mengabaikan Milan yang masih menggebu-gebu.
"Kau datang sendiri? Dimana Lyra?" tanya Nida karena tidak melihat keberadan Lyra.
"Dia masih berjalan di belakang. Atau kemungkinan terburuk dia mungkin jatuh pingsan karena kelelahan."
"Apa?" Nida tidak habis pikir dengan perkataan putrinya barusan. Bahkan Malik ikut menghentikan aktivitasnya sebentar, hanya untuk memastikan ucapan Milan.
"Memangnya apa yang di lakukan Lyra?"
"Hanya pekerjaan kecil yang sedikit merepotkan itu saja. Mom, Dad. Lupakan soal Lyra. Aku ingin berbicara soal keluarga Ganapatih. Lyra bilang kita akan datang ke acara pesta perusahaan Ganapatih, buat apa? Bukannya selama ini kalian tidak saling berhubungan?"
"Kita hanya saling belum berhubungan sayang. Dan sekarang kita akan terus berhubungan. Mengingat mommy dan daddy ingin menjodohkan mu dengan sulung Ganapatih." Jelas Nida.
Milan menghela napas panjang. Ia melipat kedua tangannya di depan. Wajahnya sudah memerah.
"Kalian tau aku tidak ingin menikah."
"Tepat sekali. Awalnya, sulung Ganapatih juga mengatakan ia tidak ingin menikah. Lalu, Daddy dan Pradana memiliki ide gila untuk menikahkan kalian." Malik berdiri menjelaskan itu semua. Ia berdiri di samping istrinya. Memeluk pinggang Nida.
"Tidak buruk juga menikah tanpa cinta. Kua bilang tidak ingin menikah, dan sulung Ganapatih tidak keberatan menikah dengan siapa saja asalkan wanita itu tidak memiliki banyak masalah."
Milan yang merasa hampir gila mengacak rambutnya. Menghela napas sepanjang mungkin.
"Dimana letak kewarasan kedua keluarga ini Ya Tuhan." Ujar Milan dengan nada lelahnya. "Aku tidak mau! TITIK!! Batalkan rencana kalian itu. Jika kalian tetap melanjutkan rencana kalian, aku akan kabur!!" Milan berkata menggebu-gebu.
Malik dan Nida bahkan tidak menduga mendapat respon seperti ini dari putrinya.
Alih-alih menjawab, Malik dan Nida justru melewati Milan dan menyambut riang Lyra yang sudah berdiri di belakang Milan.
"Lyra, kau tampak tidak sehat. Apa yang sudah di lakukan putri gila ku terhadapmu." Ujar Malik.
"Lyra sayang, sepertinya kau butuh tidur." Kata Nida ikut menimpali. Akan panjang urusannya jika mereka tetap meladeni kemarahan Milan.
Lyra yang sudah mengantuk berat, manut-manut saja ketika Nida menuntunnya menuju kamar.
Dalam kediaman Pramoedya, Lyra memiliki kamarnya sendiri. Dan sekarang, Milan merasa gagal membujuk orang tuanya.
"Pokoknya kalian tidak boleh datang ke acara Ganapatih!!" teriak Milan. Entah di dengar Malik dan Nida atau tidak.
Bukan Milan namanya jika membiarkan Lyra bersantai barang sejenak. Milan menyusul Lyra ke dalam kamarnya. Masih dengan hasrat yang menggebu-gebu Milan mengutarakan isi hatinya.
"Bagaimana mungkin ini terjadi."
"Bisa saja terjadi, lagi pula sudah terjadi."
"Kenapa juga harus Arutala?"
"Takdir." Jawab Lyra sekenanya. Ia memeluk selimutnya yang tebal dan hangat. Nyaman.
"Fuck!" karena sudah merasa lelah, Milan berhenti mendumal. Ia ikut tidur di samping Lyra.
"Lyraa.... Bagaimana ini.." Rengeknya.
"Ya sudah jalani saja. Lagi pula kau bisa menghindari orang tuamu saat di pesta nanti." Ujar Lyra memberi saran. Tidak buruk juga.
"Oke. Aku terima saranmu itu. Yasudah, ayo kita membeli baju untuk pesta." Ajak Milan tanpa melihat-lihat situasi. Alhasil ia mendapat jitakan dari Lyra di kepalanya.
"Palak kau membeli baju!! Yang saat ini ku butuhkan adalah tidur." Maki Lyra.
Bibir Milan cemberut. Kalau sudah seperti ini, Milan harus mengalah.
...\~*\~...
"Bagaimana? Kau sudah mendapatkan mangsa baru?" tanya Arutala pada Kavin. Mengingat Kavin hampir tidak menganggunya, pasti pria itu sudah dapat wanita baru.
"Belum. Tapi aku sudah mengincar seseorang. Entah aku bisa bertemu dengannya lagi atau tidak." Balas Kavin tampak tak bersemangat.
Jarang sekali melihat Kavin tampak mudah menyerah seperti ini.
"Kau mau bantuan dari ku kak Kavin?" Banu masuk ke dalam kantor Arutala tanpa permisi.
Mendengar itu wajah Kavin berubah cerah. "Benarkah kau bisa membantuku? Aku ingin kau mencarikan ku wanita yang ku temui di caffe sebrang kantor Arutala." penjelasan dari Kavin barusan membuat sebelah alis Banu terangkat.
"Ada apa dengan kalian sebenarnya? Kak Aru juga menyuruhku menyelidiki wanita yang di temuinya di caffe sebrang kantor."
"Heol. Shit? Are u serius?" Kavin tidak percaya.
"Hmm. Dan berita barunya, wanita itu sekarang bekerja sebagai PA Kak Arutala."
Kavin semakin terkejut. "What? Wanita berkecamata dan terlihat membosankan itu? Jadi itulah alasan kau begitu ngotot untuk memilihnya? Padahal banyak wnaita cantik dan seksi."
"Ralat, Kak Kavin, sebenarnya wanita itu juga bisa sangat cantik dan seksi. Tapi dia memilih untuk menutupinya." Jelas Banu.
Sementara Arutala masih memilih diam.
"Apa maksudmu?" tanya Kavin semakin penasaran.
"Milantika Pramoedya bukan wanita sembarangan. Dan aku rasa Kak Aru sudah tau akan hal itu. Bukan begitu kak?"
Tidak menjawab, Arutala lebih memilih melihat pemandangan kota melalui kantornya.