NovelToon NovelToon
Pangeran Pertama Tidak Mau Menjadi Kaisar

Pangeran Pertama Tidak Mau Menjadi Kaisar

Status: sedang berlangsung
Genre:Mengubah Takdir / Epik Petualangan / Perperangan / Penyelamat
Popularitas:2.4k
Nilai: 5
Nama Author: Razux Tian

Dilahirkan sebagai salah satu tokoh yang ditakdirkan mati muda dan hanya namanya yang muncul dalam prologue sebuah novel, Axillion memutuskan untuk mengubah hidupnya.

Dunia ini memiliki sihir?—oh, luar biasa.

Dunia ini luas dan indah?—bagus sekali.

Dunia ini punya Gate dan monster?—wah, berbahaya juga.

Dia adalah Pangeran Pertama Kekaisaran terbesar di dunia ini?—Ini masalahnya!! Dia tidak ingin menghabiskan hidupnya menjadi seorang Kaisar yang bertangung jawab akan hidup semua orang, menghadapi para rubah. licik dalam politik berbahaya serta tidak bisa ke mana-mana.

Axillion hanya ingin menjadi seorang Pangeran yang hidup santai, mewah dan bebas. Tapi, kenapa itu begitu sulit??

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Razux Tian, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 6

"Kau sudah mengirimkan seragam yang kupesan kepada Xion, kan, Susan?" sambil menatap bayangan yang terpantul di cermin, Lilia bertanya pelan pada Susan yang sedang memasang kalung permata pada lehernya.

"Sudah, Yang Mulia Ratu," jawab Susan cepat. Gerakan tangannya terhenti, dan dia memaksa seulas senyum di wajah. Dia tidak memperlihatkan sedikitpun kekacauan isi hatinya. "Yang Mulia Pangeran Axillion sudah menerima seragam beliau."

"Bagus." Senyum Lilia gembira. Malam ini adalah malam di mana pesta kemenangan diadakan, pesta di mana putra kesayangannya adalah sang bintang utama pesta. Tapi, bukan itu yang membuatnya sangat senang. Pesta ini adalah pesta dimana mereka sekeluarga akan hadir dengan lengkap setelah sekian lama.

Susan ikut tersenyum dan terus berusaha mengendalikan ekspresinya. Setelah peringatan yang diberikan Axillion padanya tiga hari yang lalu, dia selalu merasa ketakutan begitu mendengar nama sang Pangeran Pertama. Pandangan mata, intonasi suara dan juga tekanan yang terasa tidak terlupakan—bagaikan mimpi buruk tidak berkesudahan.

"Ibunda." Suara pelan Axillion terdengar.

Menoleh ke belakang, mata Lilia berbinar melihat putranya memasuki kamar dengan seragam resmi seorang pangeran berwarna hitam. "Cepat kemari, Xion," panggilnya. "Biarkan Ibunda melihat jelas sosok putra Ibunda yang tampan ini."

Axillion tertawa dan segera berjalan mendekati Lilia. Berdiri tegak di depannya, dia tersenyum. "Bagaimana menurutmu, Ibunda?"

"Tampan sekali." Menjawab cepat, Lilia tertawa. Putranya memang sungguh tampan. Mata hijau dan rambut pirang, kulit putih bersih dengan wajah rupawan, badan tinggi yang proposional—dia sungguh seperti pangeran dalam novel yang dibacanya.

"Lebih tampan dari Ayahanda?" tanya Axillion dan tersenyum menyeringai.

Lilia tertegun dengan pertanyaan Axillion yang tiba-tiba.

Menoleh menatap Susan yang tidak bergerak sedikitpun di samping, Axillion mengambil kalung di tangannya. Menatap kembali Lilia, dia mengalungkan kalung tersebut di leher sang ibu. "Hmn~, kurasa wajah saya masih kalah dari wajah Ayahanda dalam hati Ibunda."

Lilia memukul pelan lengan kanan Axillion. "Kau berani menggoda Ibumu sekarang, Xion?"

Axillion tertawa. "Saya tidak berani, Ibunda."

"Dia makin berani karena kau selalu memanjakannya." Suara Owen tiba-tiba terdengar.

Semua yang ada langsung memberikan salam pada Owen begitu melihatnya melangkah masuk, termasuk Lilia dan Axillion. Mengenakan seragam resminya sebagai seorang Kaisar, dia yang telah berusia empat puluh tahun tidak terlihat tua, malahan dia terlihat jauh lebih muda.

"Kau seharusnya berhenti memanjakannya," ujar Owen lagi mendekati istri-anaknya. Wajahnya datar tanpa ekspresi seperti biasa. "—tidakkah kau lihat dia semakin kurang ajar?"

"Ayahanda," sela Axillion cepat. Dia tersenyum menyeringai menatap Owen. "Anda tidak boleh berpikiran sempit bahwa hanya anda yang boleh menggoda Ibunda, kan?"

Pertanyaan Axillion membuat semua dayang yang ada tertegun. Bagaimana bisa Pangeran Pertama bertanya seperti itu pada Yang Mulia Kaisar?—mereka tidak berani membayangkan kemarahan Kaisar sekarang, sebab pertanyaan barusan seakan mempertanyakan kekuasaannya.

Namun, diluar dugaan semua yang ada, Owen tidak marah, dia hanya membalas menatap Axillion dan mendengus pelan. "Jika kau ingin menggoda seorang wanita, carilah seorang istri secepat mungkin."

Axillion tertegun dengan jawaban diluar dugaan Owen, sedangkan Lilia tertawa lepas. "Ucapan Ayahandamu benar, Xion. Kau sudah boleh mencari seorang istri sekarang."

Axillion memilih diam membisu tidak mengatakan apapun. Mencari istri?—tidak, terima kasih. Dia tidak berencana menikah muda.

"Kurasa kita akan memerlukan waktu lama untuk mendapatkan seorang menantu," ujar Owen tidak mempedulikan Axillion sedikitpun. "—putra kita tidak dapat diharapkan untuk urusan ini."

Lilia tertawa semakin keras mendengar ucapan Owen, dan Axillion sendiri masih memilih diam membisu tidak berani bersuara. Saat seperti ini, diam adalah emas.

Para dayang yang melihat interaksi di depan mereka hanya dapat berpikir bahwa keluarga di depan mereka sungguh harmonis. Memang sudah bukan rahasia bahwa Ratu Ketiga adalah istri yang paling dicintai Kaisar Owen, namun mereka tidak pernah menyangka bahwa Pangeran Pertama juga merupakan anak kesayangan sang Kaisar. Dari kata 'putra kita' yang digunakannya, semua bisa merasakan betapa penting posisi Pangeran Axillion dihati beliau. Owen memiliki lima anak, dan tidak pernah dia menggunakan kata 'Putra kita' atau 'Putri kita' saat menyebut mereka—Pangeran Axillion adalah satu-satunya.

"Baiklah, Ayahanda, saya salah." Axillion mendesah pelan. Ayah kandungnya adalah seorang pro dalam pertarungan kata—lebih baik dia menyerah sebelum kalah dengan menyedihkan. "Kita bahas yang lain saja, ya?"

Owen mengangguk kepala, tapi dia tidak menatap Axillion sedikitpun. Pandangan matanya hanya tertuju pada Lilia. "Kami akan menunggumu," ujarnya pelan. "Tidak perlu terburu-buru."

Lilia mengangguk kepala dan tersenyum pada Owen.

Berjalan menjauh, Owen kemudian duduk di kursi sofa yang berada tidak jauh dari Lilia diikuti Axillion. Susan dan para dayang yang ada dengan segera kembali mendandani Lilia.

"Ayahanda," Axillion memulai pembicaraan karena dia tahu dengan sifat ayahnya, mereka bisa diam membisu sampai ibunya selesai. "Kudengar pihak Magic Tower sudah memberikan kabar akan karya ilmiah yang saya kirimkan dan meminta maaf."

Owen mengangguk. Sesuai dengan yang dikatakan Axillion, Magic Tower telah mengumumkan penemuan mengenai cara menutup Gate Kosong dua hari yang lalu, dan mereka juga meminta maaf kepada Kekaisaran Agung Alexandria karena keterlambatan tersebut.

"Kudengar, Pemimpin Magic Tower akan hadir hari ini," lanjut Axillion lagi. Tersenyum menyeringai, dia menatap Owen. "Jadi, apa yang akan anda minta dari mereka, Ayahanda?"

Permintaan maaf tulisan maupun lisan tidak akan ada artinya tanpa konpensasi, baik Owen dan Axillion tahu itu. Terlebih lagi, Magic Tower dalam tiga hari ini telah menerima kritikan dari seluruh benua karena kelalaian mereka menyaring karya ilmiah Gate Kosong yang masuk. Jadi, dihadapan semua yang ada dalam pesta ini, mereka pasti akan berusaha memulihkan nama baik yang tercoreng.

Owen membalas tatapan Axillion. Melihat senyum menyeringai di wajahnya, dia balik bertanya. "Kau sendiri—apa yang kau inginkan?"

"Yang saya inginkan?" tertegun sejenak dengan pertanyaan Owen, Axillion kemudian tertawa. "—saya tidak butuh apa-apa, Ayahanda. Asal anda dan ibunda sehat dan harmonis selalu, saya sudah memiliki segala yang saya inginkan."

"Dasar kurang ambisi." Bergumam pelan, Owen tidak mengucapkan apapun lagi. Dia tahu karakter putranya dengan baik, karena itu, dia tidak berkomentar.

Menatap Axilliion, Owen berpikir, apakah putranya ini tidak tahu apa yang telah dilakukannya? Tiga hari yang lalu, dunia gempar karena Gate Kosong yang berhasil ditutup untuk pertama kalinya. Magic Tower yang mengetahui kenyataan bahwa Axillion telah mengirimkan karya ilmiah mengenai cara menutup Gate Kosong sampai tiga kali berusaha mati-matian mencarinya. Namun, sayangnya, enam sampai delapan tahun telah berlalu, dari tiga karya ilmiah yang ada, hanya satu dari ketiga karya ilmiah yang ditemukan, dan itupun dalam kondisi hancur. Lalu tiga hari yang lalu juga, saat kembali ke kamarnya, Axillion menyerahkan padanya tiga kopian karya ilmiah mengenai Gate Kosong yang dikirim ke Magic Tower melalui Susan. Betapa berharganya ketiga karya ilmiah tersebut, Owen tahu. Semua kerajaan yang ada di dunia ini akan melakukan apapun hanya untuk mendapatkannya.

"Pesta malam ini akan jauh dari kata biasa," berujar pelan, Owen menoleh menatap wajah Lilia yang terpantul di cermin meja rias. "Seluruh kerajaan.

di penjuru benua mengirimkan utusan mereka. Mereka datang bahkan tanpa diundang."

"Saya mengerti." Balas Axillion sambil mengangguk-angguk kepala. Dia mengerti sekali maksud mereka semua, apalagi selain untuk mengetahui cara menutup Gate Kosong?—Axillion sudah bisa memprediksinya saat dia memutuskan untuk menutup Gate Kosong.

"Maaf membuat kalian menunggu," suara pelan Lilia terdengar menyela. Berjalan mendekati Owen dan Axillion, dia tersenyum. "Ayo, kita berangkat."

Axillion segera berdiri dan mendekati Lilia, meraih tangan kanannya, dia mencium punggung telapak tangan sang ibu sambil tersenyum. "Anda sungguh merupakan wanita yang sangat cantik, nyonya. Sayangnya, saya tidak bisa menjadi pengawal anda—suami anda terlalu pecemburu."

Lilia tertawa mendengar ucapan Axillion.

Menoleh menatap Owen yang balik menatapnya, Axillion berujar pelan. Mata hijaunya berbinar indah dan senyum menyeringai memenuhi wajah. "Jaga wanita cantik ini baik-baik, Tuan."

"Dasar anak kurang ajar," mendengus pelan, Owen berdiri. Mendekati istri-anaknya, dia meraih tangan Lilia yang digenggam Axillion dan ikut mencium punggung telapak tangan kanannya sambil tersenyum. "Ini sudah tugasku."

Lilia tersenyum mendengar ucapan Owen. Menatap suami dan anaknya yang begitu mencintainya, dia sungguh merasa sangat bahagia dan puas akan hidupnya.

Axillion menatap Owen dan Lilia, dia hanya dapat tersenyum. Seharusnya, tidak akan ada pesta di malam ini, dan kekacauan merajalela di Benua Avelon. Masa depan dunia ini sudah berubah signifikan dari buku yang dibacanya.

"Ayo kita berangkat." ujar Owen pelan pada Lilia yang segera mengangguk dan kemudian menoleh pada Axillion. "Ayo, Xion."

"Dimengerti Ayahanda." Balas Axillion cepat.

...****************...

1
Raja Semut
dri berapa bab yg saya baca kenapa tidak pernh di jelaskan asal muasal kekuatan dari sang MC?
Razux Tian: Terima kasih untuk komentnya😀

Aku tidak bisa me jelaskan asal muasal kekuatan MC karena semuanya akan terjawab seiring dengan jalan cerita😄

Sekali lagi, terima kasih telah membaca novel ini🙏🙏
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!