Menjadi ibu baru tidak lah mudah, kehamilan Yeni tidak ada masalah. Tetapi selamma kehamilan, dia terus mengalami tekanan fisik dan tekanan mental yang di sebabkan oleh mertua nya. Suami nya Ridwan selalu menuruti semua perkataan ibunya. Dia selalu mengagungkan ibunya. Dari awal sampai melahirkan dia seperti tak perduli akan istrinya. Dia selalu meminta Yeni agar bisa memahami ibunya. Yeni menuruti kemauan suaminya itu namun suatu masalah terjadi sehingga Yeni tak bisa lagi mentolerir semua campur tangan gan mertuanya.
Bagaimana akhir cerita ini? Apa yang akan yeni lakukan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tina Mehna 2, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 7. CTMDKK
Rupanya, Mama mertua ku mengambil satu kantong kresek makanan yang dia ambil dari lemari penyimpanan dan dari kulkas.
“Ma, Kenapa di ambil semua ma?”
“Kenapa? Ya untuk di makan lah. Ingat! Ridwan bulan ini belum beri uang. Semua uang habis karena biaya lahiran kamu.”
“Tapi ma, kalau mas Ridwan lapar nanti mau makan apa?”
“NIh,” dia melempar 3 bungkus mi instan dan telur yang dia letakan diatas meja.
“Maa.. Yeni mohon jangan ambil semuanya..”
“Halahh.. berisik kamu..”
Mertua ku langsung pergi dengan membanting pintu depan.
“Astaghfirullah.. cup cup cup nggak apa-apa ya Reza sayang.” Ku tenangkan anakku yang terganggu.
Setelah di pikir-pikir, aku rasa ingin menamai anakku Reza Saputra. Mengambil nama belakang mas Ridwan juga.
Setelah anakku tenang, aku lanjut menghabiskan sarapanku. Aku ikhlaskan saja bahan makanan yang di bawa oleh mertua ku. beberapa menit kemudian seseorang mengetuk pintu.
“Masuk saja, maaf ya nggak bisa bukain.” Ucapku.
“Yeni..”
“Nesa?”
“Sudah ku duga kamu sendiri lagi.”
“Iya nes, Mas Ridwan kan harus berangkat kerja.”
“Ya sudah ku temani saja kamu. Tadi ku lihat nenek lampir bawa apa keluar dari rumah mu?”
“Dia, dia bawa makanan Nes.”
“Makanan? Ya Allah.. nenek lampir itu tega sekali sih. Hiih, kalau nggak lebih tua udah ku pites dia.”
“Nggak papa Nes, sudah biarkan saja. Dia juga Nggak punya uang buat belanja makanan.”
“Kamu sabar sekali sih Yen… Sabar sekali hadapi mertua gitu.”
Aku tersenyum karena entah kenapa ku tak bisa menjawab hal itu. Memang dari dulu mertua ku tak pernah menyukai ku. Namun Mas Ridwan dan aku saling mencintai.
Akhirnya dalam seharian ini aku di temani oleh Nesa. Aku sebenarnya tak enak dengannya, namun dia memaksa dengan alasan di rumahnya juga sepi.
**
(Seminggu kemudian)
Dalam seminggu ini, Nesa selalu menemani ku. sesekali juga ibu-ibu yang lain mendekat ke rumah ku. Aku bersyukur di kelilingi oleh orang baik. Keadaan ku saat ini agak baik, ku kini bisa berdiri saja namun kalau berjalan rasa nya masih sangat perih.
Pagi-pagi sekali, Ku bangun dari tidurku karena mendengar suara bayiku yang menangis. Ku lihat jam di dinding menunjukan angka 10 pagi. Aku goyang dan menepuk lengan suamiku yang masih tertidur pulas di sampingku.
ooekk oekkk oekk..
“Mass … bangun … Tolong bawakan Reza kepangkuan ku mas, mas ….” ucapku membangunkan suamiku.
Posisi Bayiku kini tidur di sebelah kiri ranjang kami. Dia tidur diatas tempat tidur bayi yang di pinjami oleh Nesa untuk di pakai tidur bayiku.
OOekk oeekkk oeekkkoeekk..
“Arggggh, berisik, Anak kamu suruh diem tuh. Ganggu orang tidur aja, memang nya kamu aja yang cape? Aku lebih cape, cari duit, Argh lebih baik ku keluar saja, urus tuh,” jawabnya jengkel lalu dia berdiri dan pergi dari kamar kami.
“Mas, tolong lah mas ..”
“Manja banget sih! Kamu itu kan cesar bukan normal, Kalau saja kamu normal uang tabungan kita dan kita gak nambah utang,” ucap suamiku dengan marah.
“Mass, kok kamu gitu? Kenapa kamu ungkit terus uang itu mas? Mas, ini juga kan demi anak kamu mas, itu darah daging kamu. Kenapa kamu jadi perhitungan gitu sih?”
“Hei gimana gak perhitungan. Tiba-tiba di sodori tagihan rumah sakit yang seabrek. Aku dan ibu kan suruh kamu lahiran normal biar gak ada tambahan biaya lagi? Kamu tau gara-gara kamu sesar, aku harus utang ke pak rama puluhan juta tau gak!”
Aku tak habis pikir lagi dengan pikirannya. Selama seminggu ini dia sering membahas biaya persalinan ku. Aku menduga itu pasti karena mertua ku yang selalu mengungkit nya juga.
“Mass! Jangan gitu mas! Rejeki bisa di cari lagi, tapi anak kita tidak mas, Ini juga titipan tuhan mas, insyaallah nanti ada aja rejeki kita,” ucapku menenangkan nya.
“Sudahlah, sama aja aku harus kerja keras lagi dari awal. Kamu kan tau uang itu sebenarnya untuk beli motornya syifa,” ucapnya makin menjadi-jadi.
Dia mengambil anak kami lalu dia menyerahkan anak kami padaku dengan wajah yang cemberut. Ku terima dan gendong anakku lalu ku susui dia. Suamiku keluar dari kamar kami dan entah kemana.
“Bangun tidur, enaknya sudah ada kopi, ada sarapan. Apa ini? bangun pagi berisik, Istri manja! Argh..” ku dengar dia menggerutu.
“Mas, mau kemana mas!” tanya ku dengan nada yang sedikit tinggi.
Dia hanya diam saja, aku bingung harus menjelaskan bagaimana lagi padanya bahwa ini semua bukanlah kesalahan anak ini. suamiku memang sengaja menabung untuk membelikan motor adik nya. Permintaan ini memang sudah lama sekali mertua ku inginkan pada suamiku. Aku sebagai istri sebenarnya tak masalah dengan itu jika memang suamiku banyak uang ya tidak papa, namun setelah melihat suamiku yang terus menerus menyalahkan ku seperti ini, pastinya ku jadi kecewa.
**
Pukul 12 siang,
Aku tak tau mas Ridwan pergi kemana dari pagi tadi. Aku harap dia cepat pulang karena aku masih membutuhkannya disini. Aku tak enak kalau terus ditemani Nesa.
Sedang ku menepuk dan menyusui anakku, sambil sesekali memejamkan mata, ku kaget mendengar gebrakan keras dari depan rumah. Apa ada orang yang ingin maling di siang bolong seperti ini?
“Apa itu?” ucapku yang terbangun karena suara itu. lalu ku berteriak memanggil suamiku, ku fikir itu suara nya. “Masss? Itu kamu mas?” teriakku.
Tak ada jawaban dari sahutan ku, namun beberapa saat kemudian ku mendengar suara mama mertua di luar kamar ku.
“Yeniiii … “ teriak mama mertua.
"Astaga, ada apa lagi ini?" ucapku dalam hati.
“Iya ma, yeni di kamar,” jawabku dengan sedikit berteriak.
Tak lama kemudian, mama datang dengan marah—marah.
“Yeni … Kamu belum masak?” teriak mama mertua.
"Yeni gak masak maa,” jawabku dengan nada yang sedikit tinggi.
“Bisa-bisa nya gak masak! Pantas saja Ridwan minta makan ke rumah tadi. Kasian tuh suami kamu kelaparan,” ucap mama marah-marah yang membuat anakku bangun dan menangis.
Oeekkk oeeekkkk, ooeekkk, tangis anakku dengan keras.
Tanpa menjawab teriakan mama mertua, aku pun menepuk pelan paha anakku namun tak membuat tangis nya mereda.
“Aduh berisik banget sih?” ucap mama mertua lagi.
Aku terus menenangkan anakku dengan menggendong dan menyusui nya. Namun anakku terus menangis tak mau menyusu.
Oeekkk, oeeeekkk oooeekkk
“Cup, cup, cup, sayang kenapa menangis? Cup cup cup,” ucapku dengan menepuk dan menggoyangkan pelan di gendongan ku.
“Heh! Dengerin kalau orang tua lagi ngomong!” ucap mama mendorong-dorong bahu ku.
“Iya ma, Yeni denger kok,”
“Gak becus banget sih jadi istri! Jadi ibu apalagi! Anak nangis aja gak bisa nenangin. Berisik woy berisik!,” ucap mama mertua lagi dengan marah.
Aku diam saja sambil berusaha mendekatkan mulut anakku agar mau meminum susu. Akhirnya anakku mau juga meminum susu. Ku tepuk dengan sangat pelan agar anakku terus tidur setelah meminum susu.
“Yeni! Setelah ini kamu masak! Mama gak mau ya suami kamu di telantarkan seperti itu, udah seminggu masa nggak sembuh-sembuh. aneh sekali. dasar manja kamu ya!” ucapnya lagi dengan nada yang tinggi lagi.
Ku coba tahan amarahku. Kenapa mama mertua berkata dengan nada yang keras? Dia menyalahkan ku seperti akulah penyebab semua ini. kenapa aku terus saja dimarahi nya?padahal dia marah penyebab nya ya karena hatinya yang penuh kebencian serta amarah. Mama terus saja berbicara tak mau mengerti keadaan ku seperti dia tak pernah punya anak saja. namun aku memilih tenang dan mendengarkan saja.
Bersambung …
Terus semangat berkarya
Jangan lupa mampir ya 💜