Alaish Karenina, wanita berusia dua puluh sembilan tahun itu belum juga menikah dan tidak pernah terlihat dekat dengan seorang laki-laki. Kabar beredar jika wanita yang akrab dipanggil Ala itu tidak menyukai laki-laki tapi perempuan.
Ala menepis semua kabar miring itu, membiarkannya berlalu begitu saja tanpa perlu klarifikasi. Bukan tanpa alasan Ala tidak membuka hatinya kepada siapapun.
Ada sesuatu yang membuat Ala sulit menjalin hubungan asmara kembali. Hatinya sudah mati, sampai lupa rasanya jatuh cinta.
Cinta pertama yang membuat Ala hancur berantakan. Namun, tetap berharap hadirnya kembali. Sosok Briliand Lie lah yang telah mengunci hati Ala hingga sulit terbuka oleh orang baru.
Akankah Alaish bisa bertemu kembali dengan Briliand Lie?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alfian Syafa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 7. Gosip Beredar
Ala terbangun dari tidurnya yang nyenyak ketika alarm pada gawainya berbunyi. Sudah waktunya dia bersiap-siap untuk bekerja. Jam sudah menunjukkan pukul delapan malam. Ala meregangkan otot-ototnya yang terasa pegal. Dia meraih benda pipih yang berada di dekat bantal. Mengecek pesan masuk yang lumayan banyak. Malas membalas satu persatu, Ala melempar benda itu asal dan memilih menuju kamar mandi.
Laras sudah pulang sejak tadi ketika suaminya itu pulang. Ala nggak tahu Laras pulang jam berapa soalnya tadi jam 9 pagi dia ketiduran dan bangun jam dua siang karena perut lapar. Laras sudah tidak ada. Mungkin pulang jam dua belas siang, biasanya jam segitu suaminya pulang istirahat makan siang.
Gawai milik Ala bergetar panjang, gadis itu sudah siap dengan seragam kebanggaannya dan sedang menyisir rambutnya yang basah. Netranya yang bermanik hitam pekat itu hanya melirik karena selalu malas untuk angkat telepon.
Jika Ala menelpon terlebih dahulu atau mau mengangkat telepon itu tandanya orang itu sangat spesial untuknya. Kecuali kalau telepon penting dari atasan atau dari kedua orang tuanya pasti Ala angkat.
Suara ketukan pintu terdengar, Ala bergegas untuk membukanya. Ala pikir itu adalah Laras yang mengajaknya berangkat bareng lalu makan malam terlebih dahulu. Masih ada waktu untuk cari makan malam karena masuk jam sepuluh.
"Hay," sapa Agung sambil tersenyum.
Ala mendongak karena laki-laki itu tinggi sementara Ala tingginya minimalis. Tatapan Ala dingin bahkan tidak ada senyuman yang terukir di wajahnya.
"Aku tadi telepon kamu tapi nggak di angkat," ucap Agung.
"Oh, gue sibuk!" jawabnya santai sambil menyilangkan kedua tangan di perut.
Agung melihat jam tangannya. "Masih ada waktu buat cari makan. Ayo, kamu pasti belum makan," ajaknya.
Meski Ala bersikap dingin tapi laki-laki berwajah tampan dan memiliki senyum yang manis itu tak gentar untuk mendekati Ala. Dia selalu berusaha untuk mencairkan es yang membekukan hati seorang Alaish Karenina.
"Oke, gue siap-siap dulu!" Ala juga lapar jadi nggak ada salahnya kan menerima ajakan Agung.
Lagipula Laras pasti sudah makan bersama suaminya dan berangkat pun diantar. Daripada sendirian jadinya dia terima saja ajakan Agung.
Ala menyemprotkan parfum dan meraih tas kecil yang selalu dia gunakan ketika bekerja. Tak lupa meraih termos kecil yang sudah berisi kopi capuccino.
Agung yang duduk di teras itu segera bangkit berdiri saat Ala keluar dan mengunci pintunya. Dia tersenyum meski Ala tetap saja nggak mau tersenyum. Sudah terkenal dipabrik terutama gedung delapan kalau Ala ini nggak bisa senyum, tatapan datar dan dingin. Kalau yang belum kenal pasti dikira sombong tapi aslinya baik hati.
"Mau makan apa?" tanya Agung ketika motor sudah melaju.
Ala menatap sekitar para pedagang dipinggir jalan. Kalau malam banyak sekali pedagang, jadi lebih enak kalau masuk malam apa aja ada.
"Lo maunya apa?" Ala bertanya balik, nggak tahu sukanya Agung apa.
"Terserah kamu, aku apa aja mau kok."
"Lo sukanya apa?"
"Sukanya kamu."
Plaak
Ala memukul punggung Agung. Kesal karena ditanya apa jawabnya apa.
"Sakit, woy. Belum apa-apa udah kdpdkt!" ujar Agung.
Ala yang duduk dibelakang Agung mengernyitkan keningnya.
"Apa tuh kdpdkt?"
"Kekerasan dalam pendekatan! Udah jadinya mau makan apa udah mau sampai ujung!" keluh Agung. Kalau nggak kerja ya nggak masalah mau sampai ujung dunia sekalipun.
Sayangnya bentar lagi kerja jadi waktu berduaan dikit. Meskipun nanti terpisah tapi Agung tetap semangat soalnya kalau malam mesin suka ngambek karena lelah jadi bisa sering-sering ketemu Ala dan berlama-lama memandangi wajahnya.
"Nasi goreng," ucap Ala. Akhirnya menjadi menu makan malamnya.
Agung menghentikan motornya pada penjual nasi goreng yang tidak terlalu ramai. Soal enak apa enggak urusan belakangan yang terutama itu lapar dan habis makan kenyang. Lagipula nggak ada waktu lagi buat ngantri kalau milih yang ramai.
Tahu kalau Ala mau makan bareng, Agung bakal dateng tadi jam tujuh. Nggak mepet waktu kayak gini.
Mereka duduk saling berhadapan. Agung terus menatap wajah Ala yang sedang sibuk sama gawainya. Diam-diam Agung membidik kamera dan mengambil gambar Ala.
Gadis itu nggak tahu, kalau sadar difoto diam-diam pasti bakal ngamuk tujuh hari tujuh malam. Kalau sudah ngambek damkar nggak bisa ngatasi soalnya. Ngambek sama supervisor line juga pernah. Itu seharian nggak mau ngobrol karena masalah permakan dan tekanan target selalu QC yang disalahkan.
"La, kenapa sih kamu tuh nggak pernah mau angkat telepon aku?" tanya Agung. Penasaran aja selama ini nggak ada satupun panggilan telepon yang diangkat Ala.
"Males," jawabnya.
Agung mengelus dada, harus banyakin sabar ngadepin gadis es satu ini. Sudah mau diajak makan bareng aja Agung dah senang.
"Kamu jomblo kan? Apa dah nikah sebenarnya?" tanya Agung lagi biar suasana nggak hening sebenarnya.
Ala melirik agung sekilas, lalu menikmati nasi gorengnya yang baru saja datang. Nggak mau jawab pertanyaan yang aneh baginya. Padahal sudah jelas-jelas nggak pernah dekat dengan laki-laki manapun kok ya nanya jomblo apa sudah nikah.
"Ditanya diem aja sih, La? Sariawan ya?" tanya Agung lagi.
Rasanya gemas sama Ala. Pengen cubit dikit pipinya. Entah kapan Ala akan membalas perasaan Agung. Sudah lama deketin tapi hasilnya sama, Ala susah digapai dan malam ini pertama kali Ala mau diajak makan bareng sama Agung.
"Pertanyaanmu nggak butuh jawaban!" kata Ala, tegas.
"Iya sih, punya pacar nggak mungkin soalnya nggak pernah lihat jalan sama laki-laki jadi nikah apalagi, pasti ya jomblo atau ada hati yang sedang kamu jaga?"
Uhuuk
Ala tersedak teh hangat miliknya. Dia lagi minum karena seret. Hati yang dijaga! Rasanya ucapan itu memang pas, ketika Ala coba buka hati buat orang baru nyatanya dia teringat Brian dan memilih menutup hatinya lagi. Berharap laki-laki itu hadir dan menyelesaikan sesuatu yang masih mengganjal dihati. Nyatanya disini Ala aja yang menunggu dia hadir sementara Brian .....
"Gak ada!" jawab Ala singkat.
Kalau ingat postingan Brian rasanya sakit sekali. Akan tetapi Ala bisa apa? Hadir dalam hidup Brian lagi lalu merusak hubungan laki-laki itu dengan tunangannya? Tentu Ala nggak segila itu. Meski rasanya jengkel dan ingin membalas rasa sakit hatinya itu. Lagi dan lagi rasa itu kalah dengan rasa sayang dan cinta yang luar biasa untuk Brian.
Ala menghabiskan nasi gorengnya dan meneguk teh manis hangat itu sampai habis. Nggak ada obrolan apapun sampai motor milik Agung telah sampai dipabrik. Gara-gara mikirin Brian, Ala sampai nggak sadar kalau udah sampai pabrik dan tangan Ala memegang pinggang Agung, hampir memeluknya tapi membuat Agung bahagia.
"La, udah sampai," kata Agung. Menyadarkan Ala dari lamunannya.
"Kamu ngelamun?" tanya Agung. Mereka sudah sampai di parkiran tapi masih duduk diatas motor.
Bahkan jadi pusat perhatian pun mereka nggak sadar.
"Eh udah sampai ya?" Ala pun turun. Perasaannya canggung gara-gara Brian nih.
"Udah dari tadi," kata Agung terkekeh.
Ala tersenyum kikuk lalu memilih pergi dan absen saja. Daripada berlama-lama dihadapan Agung yang ada laki-laki itu nanya detail.
"Lo udah jadian sama Agung?" cecar Laras. Usai Ala absen dengan meletakkan kartu identitasnya pada kotak absen, Laras langsung menarik lengan Ala.
"Ngaco aja kalau ngomong. Tadi cuma makan bareng aja!"
"Satu pabrik bakal heboh. Lo sweet banget tadi. Nih lihat!"
Laras memberikan gawainya, dimana ada video Ala dan Agung yang baru sampai di parkiran. Dimana Ala memegang pinggang Agung, kalau dilihat sekilas seperti memeluk Agung dari belakang. Padahal pikiran Ala lagi tertuju pada lelaki dimasa lalunya. Lelaki yang pernah menorehkan luka sangat dalam sampai Ala tidak bisa membuka hatinya untuk orang baru. Perpisahan yang tidak ada kejelasannya karena semua berawal dari Ala yang memilih pergi.
Ala menghela napas panjang, bersiap menghadapi hiruk pikuk dunia pabrik yang menggemparkan sebentar lagi.
"Selamat datang gosip!" gumam Ala dan memilih masuk ke dalam gedung.
Menulis data diri pada laporan yang sudah tersaji pada meja kerjanya. Vina pun sudah berdiri sambil memegang tas sisa anak shift dua.
"La, kopi dong!" kata Vina.
"Baru masuk udah ngantuk?"
Vina malah tertawa, "Lho kalau habis jadian harusnya makan-makan. Gue minta kopi dong," ucap Vina sambil menaik turunkan alisnya.
Ala menghela napas panjang, membiarkan orang-orang dengan asumsinya masing-masing karena malas buat klarifikasi sana sini kalau ada yang meledek seperti Vina ini.
"Minta aja sama Agung!" ucap Ala.
Gadis itu membenarkan ikatan rambutnya dan duduk bersandar dibawah meja karena jam kerja masih ada sepuluh menit lagi.
Ala menyempatkan diri membuka akun sosial medianya. Itu akun fake yang Ala gunakan untuk memantau siapa saja yang membuat Ala penasaran. Juga memantau teman-teman Ala waktu sekolah dulu.
[Kamu apa kabarnya? Kangen banget sama kamu yang jauh disana. Kapan bisa ketemu kamu lagi?]
Postingan Briliand Lie yang diunggah lima jam yang lalu. Ala menghela napas panjang untuk mengurangi nyeri pada hatinya. Harus bisa menerima kenyataan jika Brian sudah ada pemiliknya.
"Move on, La ... Move on!" batin Ala.
Bersambung ....
cintanya mas bri udah stuk di kamu
semangat kakak,