NovelToon NovelToon
Istri Yang Tak Di Anggap

Istri Yang Tak Di Anggap

Status: sedang berlangsung
Genre:Cerai / Penyesalan Suami
Popularitas:7.3k
Nilai: 5
Nama Author: laras noviyanti

Candra seorang istri yang penurunan tapi selama menjalani pernikahannya dengan Arman.

Tak sekali pun Arman menganggap nya ada, Bahkan Candra mengetahui jika Arman tak pernah mencintainya.

Lalu untuk apa Arman menikahinya ..

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon laras noviyanti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Ch 7

Dira menatap penuh semangat pada papan tulis yang penuh sketsa dan catatan. Aroma kopi segar memenuhi udara, menciptakan suasana yang hangat di dalam cafe baru mereka. Candra melangkah masuk, membawa segenggam kunci dengan wajah berseri.

"Ini lebih dari sekadar cafe," Dira berucap, menunjuk ke arah sketsa logo mereka. "Ini adalah tempat kita berkumpul, berbagi cerita."

Candra mengangguk, matanya tak lepas dari sketsa yang cerah. "Cafe Kenangan Manis Bersama… kedengarannya sempurna."

Dira tersenyum lebar. "Dan kita akan menjadikannya seperti mimpi kita zaman kecil. Setiap sudut punya cerita."

"Saya masih ingat saat kita berangan-angan membuka cafe sendiri. Rasanya seperti baru kemarin," ujar Candra, suaranya sedikit bergetar.

"Dan sekarang, kita di sini untuk mewujudkannya." Dira melangkah ke arah jendela, membuka sebagian tirai. Cahaya matahari menerobos masuk, menyoroti debu-debu yang menari di udara.

"Kita butuh inovasi untuk menu," Candra memikirkan dengan serius. "Seperti roti isi yang kita buat dulu."

Dira mengangguk setuju. "Ya, dan jangan lupakan teh jahe ibu kita. Itu bisa jadi menu andalan."

Candra tersenyum, teringat saat-saat menyenangkan ketika mereka memasak dan tertawa bersama. "Kita bisa tambahkan sentuhan modern, supaya lebih menarik."

"Setiap pelanggan harus merasakan kasih sayang dalam setiap gigitan. Itu yang membedakan cafe kita." Dira melangkah mendekat, matanya berbinar.

Candra menatap Dira, merasakan kekuatan di balik persahabatan mereka. "Aku percaya kita bisa melakukannya."

Tatapan Dira bertemu tatapan Candra, suasana bergetar penuh harapan. "Kita perlu menyiapkan semuanya untuk grand opening. Beberapa hari lagi."

"Candra, apa kau yakin ini langkah yang tepat?" Dira melihat Candra, sedikit khawatir.

"Setelah semua yang terjadi, aku tahu ini saatnya untuk memulai sesuatu yang baru." Candra menegaskan, suaranya menyalurkan keteguhan.

Dira mengulurkan tangan, menggenggam tangan Candra. "Kita akan menjalani ini bersama. Tidak ada lagi yang bisa menghentikan kita."

Keduanya tersenyum, mengukuhkan persahabatan dan komitmen mereka. Keduanya mulai merancang menu dan mendekorasi cafe. Suara tawa dan bincang-bincang mengisi ruang yang masih sepi itu.

Hari grand opening tiba. Candra mengenakan gaun sederhana namun elegan, Dira di sampingnya berpakaian cerah. Mereka berdiri di depan pintu, melirik satu sama lain, bersemangat.

"Apakah kau siap?" Dira merasakan detak jantung mereka berdegup cepat.

"Kita sudah membangun ini dari awal. Aku siap," jawab Candra, dengan perasaan bangga.

Ketika jam menunjukkan pukul sepuluh pagi, mereka membuka pintu cafe. Aroma kopi menguar, menarik perhatian orang-orang yang berjalan di sekitar. Satu per satu pengunjung berdatangan, menjelajahi sudut-sudut cafe dengan penasaran.

"Selamat datang, silakan menikmati!" Candra menyapa dengan hangat.

Dira berlari ke dapur, menyiapkan pesanan dengan cekatan. Mereka bekerja dengan penuh semangat, melayani setiap pelanggan seolah mereka telah menjadi bagian dari keluarga.

Setelah beberapa jam, ada pelanggan yang menghampiri mereka. "Menu ini luar biasa! Siapa yang meraciknya?"

"Candra dan Dira, dua sahabat yang menghidupkan kembali kenangan masa kecil," Candra menjawab sambil tersenyum.

Seorang pria paruh baya dengan kumis tebal mengangguk, mencicipi potongan kue yang baru saja disajikan. "Rasanya seperti pulang ke rumah."

Candra dan Dira bertukar pandang, senyuman merekah di wajah mereka.

"Mungkin kita memang bukan chef profesional, tapi kami ingin membuat setiap orang merasa seperti di rumah," Dira menjelaskan.

Pria itu mengangkat cangkirnya, memberi hormat. "Kuberi rekomendasi kepada teman-teman. Tempat ini sangat spesial."

Keduanya merasakan kepuasan dalam hati. Pengunjung mulai terus berdatangan, tidak berhenti menikmati hidangan dan berbagi cerita.

Setelah beberapa jam, Candra melihat Dira berlari ke arahnya, wajahnya berseri. "Lihat! Kita sudah ramai sekali!"

"Ya, luar biasa," jawab Candra, berusaha menjawab pelanggan baru yang antre.

Dira menjenguk ke dapur. "Menu masih aman?"

"Tenang saja, semua beres," Candra menenangkan. "Setiap sendok istimewa."

Pelanggan mengajukan pertanyaan tentang asal usul beberapa hidangan, dan mereka menjelaskan – sebuah jendela ke kenangan masa kecil, menyentuh hati banyak orang.

Ketika siang berakhir, suara derap langkah mulai berkurang. Candra dan Dira menghampiri satu sama lain.

"Candra, kita luar biasa," Dira menghormati hasil kerja keras mereka.

Candra tersenyum, merenungi perjalanan yang telah mereka lalui. "Kita punya masa depan yang cerah di sini."

"Jadi, siap untuk memulai babak baru?" tanya Dira dengan penuh semangat.

"Siap. Mari kita isi cafe ini dengan lebih banyak kenangan manis," jawab Candra memastikan.

Hari itu menjadi tonggak awal perjalanan baru. Cafe Kenangan Manis Bersama berdiri teguh, menjadi tempat di mana cinta dan persahabatan bersatu.

Dua minggu setelah grand opening, Candra dan Dira mulai merasakan ritme baru dalam kehidupan mereka. Pelanggan datang silih berganti, dan cafe mereka mendapat sambutan hangat di lingkungan sekitar.

Suatu sore, aroma kopi kembali memenuhi udara ketika Candra mengecek persediaan bahan baku. Dira muncul dari dapur sambil mengibas-ngibaskan apron.

“Aku sudah sediakan kue brownies yang baru! Harus segera dicoba,” serunya, semangat membara di matanya.

“Baiklah! Siapa tahu ini bisa jadi menu hit kita,” jawab Candra, menelan rasa ingin tahunya.

Candra mencicipi sepotong brownies yang Dira tawarkan. “Lembut dan manis, seperti ramalan kita!”

Dira tertawa. “Kita memang patut berbangga. Bayangkan jika ini jadi penarik utama!”

Tiba-tiba, seorang pelayan baru bernama Lila datang, membawa segumpal pesanan dari meja yang ramai. “Ini untuk meja tiga! Dua cappuccino dan satu potong kue coklat!” teriaknya.

Dira melambaikan tangan. “Ayo, Candra, kita bantu Lila, biar dia tidak kewalahan!”

Keduanya cepat bergerak, membantu melayani pelanggan. Candra terfokus, tangannya cekatan menyusun piring dan menuangkan minuman.

“Selamat datang! Apa yang ingin kalian pesan?” Candra menyapa salah satu pelanggan dengan senyuman manis.

Pelanggan itu mengembalikan senyuman. “Aku mau cappuccino dan kue keju, bisa?”

“Langsung disiapkan!” balas Candra, langsung menuju ke dapur.

Saat kembali ke meja, Dira sudah sibuk berbincang-bincang dengan sekelompok pelanggan. “Kue keju kami menggunakan resep keluarga"

"yang diturunkan dari generasi ke generasi. Rasanya pasti bikin ketagihan!" Dira menjelaskan, tersenyum lebar.

Semua pelanggan memperhatikan, tampak terpesona oleh semangat Dira.

“Pastikan jangan sampai kehabisan, ya! Aku sudah mendengar banyak hal baik tentang cafe ini,” seru salah seorang pelanggan, wajahnya bersinar.

“Tenang saja, kami akan memproduksi lebih!” Candra menambahkan, membawa segelas cappuccino dengan hati-hati.

Seketika, suasana cafe bergema dengan tawa dan suara percakapan, gerakan pekerjaan di dapur merasuki ruang dengan suasana hidup. Seakan cafe ini sudah menjadi bagian dari cerita mereka masing-masing.

Ketika waktu menunjukkan senja, saat pelanggan berkurang dan suasana mulai tenang, Candra dan Dira mengambil tempat di meja belakang.

“Kita sudah melewati hari yang panjang,” Candra menghela napas, memandangi ruangan yang penuh dengan kenangan baru.

Dira menyandarkan punggungnya di kursi, masih terlihat ceria. “Tapi hari ini luar biasa! Siapa yang mengira kita bisa membuat semua ini terjadi?”

“Ya, aku rasa kita harus merayakannya dengan cara kita sendiri,” Candra tersenyum sambil memandang ke luar jendela. Langit mulai membiru dengan cahaya jingga.

“Kau benar! Mari kita pesan makanan dari tempat favorit kita. Pasti bisa menambah semangat,” jawab Dira.

...----------------...

1
murni l.toruan
Rumah tangga itu saling komunikasi dua arah, agar tidak ada kesalah pahaman. Kalau hanya nyaman berdiam diri, itu mah patung bergerak alias robot
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!