Pria Dingin & Angsa

Sore hari itu, matahari mulai merendah memancarkan cahaya lembut ke segala penjuru. Kitty baru saja selesai mengantarkan pesanan terakhirnya dan sedang dalam perjalanan pulang dengan sepedanya.

Jalanan sepi, hanya terdengar suara gemerisik angin yang bermain di antara dedaunan. Namun, tiba-tiba Kitty menghentikan sepedanya dengan mendadak. Matanya melebar saat ia melihat sekitar 15 orang berdiri di tengah jalan, jelas-jelas menghalangi jalannya. Mereka tampak garang dan mengenakan pakaian seragam yang sama, menandakan bahwa mereka adalah satu kelompok.

"Siapa mereka? Kenapa menghalangi jalanku?" gumam Kitty pada dirinya sendiri, merasa ada sesuatu yang tidak beres.

Salah satu pria, yang tampaknya pemimpin dari kelompok itu, melangkah maju. "Nona Angsa, silakan ikut kami pergi!" ucapnya dengan suara tegas.

Kitty mengernyitkan dahi, bingung. "A-Angsa? Sejak kapan namaku menjadi Angsa? Hei, kalian...aku tidak mengenal kalian. Kenapa menghalangi jalanku?" teriaknya, mencoba menyembunyikan rasa takutnya dengan keberanian yang dipaksakan.

Pria itu tidak menjawab. Sebaliknya, mereka semua melangkah maju, semakin dekat dengan Kitty.

"Sebentar, katakan siapa kalian?" tanya Kitty, suaranya mulai terdengar gemetar.

"Atasan kami adalah tuan Calvin Hernandez, beliau ingin bertemu dengan Anda," jawab pria itu tanpa ekspresi.

Kitty menggelengkan kepala, kebingungan semakin bertambah. "Siapa dia, aku tidak mengenalnya, nama ini aku juga tidak pernah dengar," ujarnya dengan penuh rasa penasaran.

Pria itu tetap tenang. "Setelah ikut kami pergi, Anda akan tahu," jawabnya dengan tegas.

"Aneh sekali! Siapa atasannya," gumam Kitty sambil berpikir keras.

"Apakah aku berhutang padanya, sehingga mengutus kalian untuk membawaku pergi?" tanya Kitty dengan nada yang lebih tinggi, mencoba mencari jawaban.

Pria itu menggeleng. "Tuan tidak mengatakan apa-apa, hanya meminta kami harus membawa Anda bertemu dengannya," jawabnya dengan nada datar.

Kitty mulai mengingat-ingat pertemuan yang baru-baru ini terjadi. "Orang yang baru aku kenal adalah sombong itu. Jangan-jangan dia yang ingin menuntutku karena aku mengusiknya. Saat kami terkurung di gudang dia pernah mengatakan kalau sudah keluar akan menuntutku," pikir Kitty dalam hati.

Kitty turun dari sepedanya dengan tenang, mencoba menyusun rencana pelarian. "Tunggu aku sebentar. Aku haus dan ingin membeli minuman. Kalian tunggu aku di sini. Tolong jaga sepedaku. Kalau hilang aku akan minta kalian ganti rugi!" ujar Kitty sambil melangkah menuju salah satu toko di pinggir jalan.

Para pria itu menunggu di sana tanpa curiga, mengira Kitty hanya ingin membeli minuman.

"Aku tidak begitu bodoh harus menyerah diri atau minta maaf," gumam Kitty saat masuk ke dalam toko. Dengan cepat, ia langsung menuju pintu belakang, mengatur napasnya yang memburu. Tanpa membuang waktu, Kitty melewati pintu belakang dan melarikan diri, meninggalkan toko dan para pria itu yang masih menunggu di luar.

Beberapa saat kemudian, para pria itu menyadari bahwa Kitty telah menghilang. Mereka saling memandang dengan wajah panik, kemudian berpencar untuk mencari gadis itu.

Sementara itu, Kitty berlari secepat mungkin melalui jembatan khusus pejalan kaki yang sepi dari kemacetan. Napasnya terengah-engah, tetapi dia terus memacu langkahnya, berusaha menjauh dari para pengejarnya.

"Angsa ada di sana!" teriak salah satu pria, sambil menunjuk ke arah Kitty yang sedang berlari menuju jembatan di atas jalan raya yang sibuk.

"Cepat tangkap Angsa itu!" perintah seorang lagi, dengan nada penuh urgensi.

Para pria itu berlari cepat menuju jembatan, tidak ingin kehilangan jejak Kitty.

Dia berusaha keras untuk tidak panik, tetapi suara langkah kaki mereka yang semakin mendekat membuatnya semakin cemas.

Kitty berlari dengan sekuat tenaga, namun langkahnya mulai melambat karena kelelahan.

"Jangan lari!" teriak salah satu pria yang berhasil menghalang jalannya dari depan, membuatnya terpaksa berhenti.

"Hah... Mereka benar-benar luar biasa, hanya untuk menangkap aku seorang diri harus menggunakan begitu banyak orang," gumam Kitty, memandang sekeliling mencari jalan keluar. Ia menoleh ke bawah, melihat jalan raya yang penuh dengan kendaraan berlalu lalang di bawah jembatan. Tingginya jembatan membuatnya ragu untuk melompat.

"Tinggi sekali, kalau aku lompat malah menjadi Angsa penyek," gumam Kitty sambil menelan ludah, menyadari betapa berbahayanya situasi ini.

"Nona Angsa, jangan lari lagi! Tuan ingin bertemu denganmu!" seru salah satu pria, mendekati Kitty dengan tangan terentang, seolah mencoba menenangkan.

Kitty menghela napas panjang, merasa putus asa. "Bos kalian memang berlebihan, sia-sia aku memberi nafas buatan untuknya," gerutunya

Mobil yang ditumpangi Calvin berhenti di depan sebuah vila mewah yang memiliki halaman luas. Terlihat beberapa mobil mewah lainnya terparkir di dalam halaman tersebut.

Calvin keluar dari mobilnya dan melangkah dengan mantap menuju ke dalam vila itu. Ketika ia masuk, terlihat seorang pria tua sedang duduk bersama seorang wanita yang lebih muda darinya di ruang tamu yang luas dan megah. Pria tua tersebut adalah ayah Calvin, Rusli, yang telah pensiun dan kini menghabiskan sisa waktunya di vila milik pribadi bersama istrinya.

"Calvin, kebetulan kamu sudah pulang. Malam ini kita makan bersama," ucap wanita itu dengan senyum ramah.

Calvin hanya menatapnya sekilas sebelum berkata dengan nada datar, "Kenapa tiba-tiba saja menyuruhku ke sini?" tanya Calvin pada ayahnya.

"Kamu selalu sibuk sehingga tidak ada waktu. Bagaimana kondisimu?" tanya Rusli, suaranya penuh perhatian.

"Seperti biasa," jawab Calvin singkat sambil masih berdiri di sana, enggan untuk lebih dekat.

Rusli menghela napas sebelum melanjutkan, "Besok kamu harus hadir. Aku sudah mengatur pertemuanmu dengan Cameron, putri tunggal keluarga Salveston."

Mata Calvin menyipit, "Mengenai pernikahanku, lebih baik jangan ikut campur!"

"Usiamu sudah 35 tahun, sudah waktunya kamu menikah," ujar Rusli dengan nada tegas namun khawatir.

"Calvin, papamu hanya demi kebaikanmu. Lakukan saja, hanya berkenalan. Kalau merasa tidak cocok, anggap saja berteman," ujar wanita itu mencoba menengahi.

Calvin menatap dingin pada wanita itu, "Ini adalah urusan pribadiku. Tidak usah ikut campur!"

Rusli tampak kecewa namun tetap bersikap tegas, "Kenapa kau sering sekali menentang apa yang aku lakukan untukmu? Demi masa depanmu dan keluarga kita. Menikah dengan seorang gadis dan menjalani kehidupan yang bahagia tidak akan membuatmu rugi."

"Aku akan menikah, tapi dengan pilihanku sendiri. Aku tidak akan menikah kalau kalian yang mengatur perjodohanku," jawabnya dengan tegas sebelum beranjak pergi tanpa basa-basi.

Rusli menghela napas berat, "Anak ini tidak pernah berubah sama sekali."

Wanita itu berusaha meredakan ketegangan, "Sudahlah, Calvin ingin menikah dengan pilihan sendiri. Kalau begitu kita biarkan saja dia yang memilih. Jangan memaksanya!" bujuknya lembut.

Di luar vila, Calvin yang melangkah menuju mobilnya menerima panggilan dari anggotanya. "Hallo!"

"Tuan, Nona Angsa sudah kami temukan," kata anggotanya di seberang sana.

"Aku segera ke sana," jawab Calvin sambil menutup panggilan.

Di sebuah restoran mewah, Kitty dibawa ke sebuah ruangan makan oleh 15 anak buah Calvin. Ia merasa risih dengan pengawalan ketat tersebut.

"Padahal aku sudah di sini, mereka masih saja mengawasiku dengan ketat," gerutu Kitty sambil merobek tisu di atas meja hingga berserakan.

Tak lama kemudian, Calvin tiba dan duduk berseberangan dengan Kitty. Ia menatapnya dengan penuh keyakinan.

"Ada apa, katakan saja. Aku tidak memiliki banyak waktu. Kalau mau tuntut, lakukan saja. Aku tidak akan meminta maaf atau mengaku salah," ucap Kitty sambil merobek tisu itu dan meneguk air putih dari gelas di hadapannya.

Calvin tersenyum tipis, "Bagaimana kalau kita makan dulu."

"Tidak usah, katakan saja ada apa!" jawab Kitty dengan nada tegas.

Calvin menatapnya lurus, "Jadi pacarku!" kata Calvin dengan nada serius, mengejutkan Kitty.

Tanpa berpikir panjang, Kitty langsung menyembur minuman itu ke wajah Calvin.