NovelToon NovelToon
Terjerat Cinta Ceo Impoten

Terjerat Cinta Ceo Impoten

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / CEO / Obsesi
Popularitas:2.4k
Nilai: 5
Nama Author: Nona_Written

"Ta–tapi, aku mau menikah dengan lelaki yang bisa memberikan aku keturunan." ujar gadis bermata bulat terang itu, dengan perasaan takut.
"Jadi menurut kamu aku tidak bisa memberikanmu keturunan Zha.?"

**

Makes Rafasya Willson, laki-laki berusia 32 tahun dengan tinggi badan 185cm, seorang Ceo di Willson Company, dia yang tidak pernah memiliki kekasih, dan karena di usianya yang sudah cukup berumur belum menikah. Akhirnya tersebar rumor, jika dirinya mengalami impoten.
Namun Makes ternyata diam-diam jatuh cinta pada sekertarisnya sendiri Zhavira Mesyana, yang baru bekerja untuknya 5 bulan.

bagaimana kelanjutan ceritanya? nantikan terus ya..

jangan lupa Follow ig Author
@nona_written

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nona_Written, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

34

Udara dingin menyusup lembut ke sela-sela jendela kayu ketika Zhavira perlahan membukanya. Cahaya keemasan mentari pagi merembes malu-malu di antara dedaunan kelapa, membuat butiran embun di ujung daun padi berkilau seperti permata kecil. Suara ayam jantan bersahut-sahutan di kejauhan, berpadu dengan bunyi pintu rumah tetangga yang mulai dibuka.

Zhavira menghirup napas panjang. Aroma tanah basah yang bercampur wangi bunga kenanga dari halaman rumah Ibu menyeruak, membawa pulang seribu kenangan. “Ah… ini yang aku kangenin,” gumamnya pelan.

Ia turun dari ranjang, masih mengenakan sweater krem dan celana santai. Rambutnya sedikit berantakan, namun matanya berbinar. Begitu keluar kamar, ia melihat Ibu Nuraeni sedang menuang teh hangat dari teko ke beberapa cangkir keramik.

“Pagi, Bu,” sapa Zhavira lembut.

Ibu menoleh sambil tersenyum. “Pagi, Nak. Wah, bangun pagi-pagi, padahal semalam tidur agak larut. Ini, minum teh dulu biar hangat.”

Zhavira menerima cangkir berisi teh melati yang masih mengepulkan uap. Ia membawanya ke teras depan rumah, duduk di kursi rotan tua yang menghadap jalan desa. Dari sana, ia bisa melihat warga satu per satu melintas, sebagian membawa cangkul, sebagian menjinjing keranjang rotan berisi bibit sayur.

“Pagi, Mbak Zhavira!” sapa Bu Siti, tetangga yang lewat sambil memanggul keranjang berisi daun singkong.

“Pagi, Bu Siti! Mau ke ladang, ya?” jawab Zhavira dengan senyum ramah.

“Iya, mau nanam kangkung sama sawi. Nanti kalau panen, saya bawakan ke sini,” balas Bu Siti sambil melanjutkan langkahnya.

Tak lama, tiga bapak-bapak lewat sambil mendorong gerobak berisi bibit cabai. Salah satunya, Pak Surya, melambaikan tangan. “Lho, Mbak Zhavira! Lama nggak kelihatan.”

“Pagi, Pak Surya. Iya, baru pulang dari Bali,” jawab Zhavira.

“Ohhh… pantes kulitnya agak gosong, kebanyakan main di pantai ya?” goda Pak Surya.

Zhavira tertawa kecil. “Bukan main di pantai, Pak. Kerja.”

Di belakangnya, langkah pelan terdengar. Makes keluar, masih mengenakan kaos putih dan celana santai, rambutnya sedikit acak. “Pagi,” sapanya sambil duduk di kursi sebelah Zhavira.

“Pagi,” jawab Zhavira, menyodorkan satu cangkir teh padanya. “Ini teh melati dari kebun Ibu.”

Makes menyesap pelan, lalu tersenyum. “Hmm… aromanya beda banget. Lebih segar.”

Ibu Nuraeni keluar sambil membawa piring berisi pisang goreng hangat. “Ini, kalian makan dulu. Baru matang, masih panas.”

“Wah, terima kasih, Bu,” kata Makes sambil mengambil satu.

Tak lama, Bapak Ramadhan muncul, duduk di bangku panjang ujung teras. “Wah, pagi-pagi sudah ramai begini. Kayak pos ronda saja,” candanya sambil tersenyum.

Zhavira tertawa. “Ya, soalnya di sini semua orang saling sapa. Nggak kayak di kota, Pak.”

Bapak mengangguk sambil menatap warga yang lewat. “Lihat itu… orang-orang sudah mulai ke sawah. Dulu waktu kamu kecil, tiap pagi Ibu suka suruh kamu duduk di sini, nunggu Bapak pulang dari ladang.”

Makes menoleh penasaran. “Serius? Jadi kamu dulu sering nunggu Bapak pulang?”

Zhavira mengangguk. “Iya. Dan Ibu selalu bawakan teh sama pisang goreng. Persis kayak pagi ini.”

Obrolan mereka mengalir ringan. Sesekali ada warga lewat yang melambai. Seorang anak kecil bahkan sempat berhenti, menatap Makes sambil bertanya polos, “Om dari kota, ya?”

“Iya, Om dari kota,” jawab Makes sambil tersenyum. “Kamu mau pisang goreng?”

Anak itu menggeleng malu, lalu berlari menyusul teman-temannya.

“Anak-anak di sini nggak pernah berubah,” kata Ibu Nuraeni sambil tersenyum. “Selalu ramah.”

Matahari mulai naik sedikit, cahayanya memantul di dedaunan pisang yang masih basah oleh embun. Suara gemericik air dari saluran irigasi terdengar dari kejauhan, berpadu dengan suara sandal warga yang beradu dengan tanah basah.

Zhavira memejamkan mata sejenak, menghirup aroma teh hangat di tangannya. “Pagi di sini nggak ada yang bisa ngalahin.”

Makes menatapnya. “Kalau kamu mau, kita bisa sering-sering pulang ke sini.”

Zhavira menoleh. “Serius?”

“Serius. Kita butuh tempat pulang yang kayak gini, bukan cuma rumah di kota,” jawab Makes mantap.

Bapak Ramadhan menepuk bahu Makes. “Kalau nanti kalian resmi menikah, rumah ini akan selalu terbuka untuk kalian. Jangan sungkan pulang.”

“Terima kasih, Pak,” ucap Makes tulus.

Mereka kembali larut dalam obrolan ringan, ditemani teh melati hangat dan pisang goreng renyah buatan Ibu. Udara kampung yang segar, sapaan warga yang ramah, dan tawa kecil di teras membuat pagi itu terasa seperti potongan surga yang sederhana.

**

Setelah cukup lama duduk di teras, Zhavira bangkit sambil menepuk lututnya. “Bu, aku bantu masak, ya?”

Ibu Nuraeni yang sedang membereskan piring pisang goreng mengangguk. “Boleh. Nanti kita bikin sayur lodeh sama sambal terasi. Biar lengkap, sekalian goreng tempe.”

“Wah, favoritku tuh,” sahut Zhavira sambil mengikat rambutnya ke belakang.

Dapur rumah Ibu terletak di belakang, menghadap ke kebun pisang. Lantainya dari tegel putih yang sedikit kusam, tapi bersih. Aroma bawang putih dan lengkuas sudah memenuhi udara. Ibu duduk di bangku kecil, mengiris kacang panjang dengan gesit.

“Kamu cuci sayur bayam itu, ya. Nanti buat bening,” kata Ibu sambil menunjuk baskom.

Zhavira mengangguk, lalu mencuci sayuran di bak air. Suara gemericik air berpadu dengan suara ayam berkokok dan sesekali suara sendok yang beradu dengan wajan.

Dari arah teras, Makes melongok masuk. “Wah, rajin banget. Ada yang bisa aku bantu?”

Ibu tersenyum. “Kalau mau bantu, ambilin kelapa parut di meja depan. Nanti mau diperas buat santan.”

Makes menurut. Saat ia kembali membawa mangkuk kelapa parut, Zhavira tersenyum kecil. “Hati-hati, jangan sampai jatuh. Nanti dimarahin Ibu.”

“Masa iya? Ibu nggak mungkin marahin aku,” jawab Makes sambil melirik Ibu.

Ibu pura-pura memasang wajah serius. “Kalau sampai jatuh, ya dimarahi beneran.”

Mereka bertiga tertawa kecil. Momen sederhana itu terasa seperti potongan kecil dari keluarga yang utuh.

**

Tak lama kemudian, meja makan sederhana di ruang tengah sudah penuh, sayur lodeh, sambal terasi, tempe goreng, ikan asin, dan nasi putih hangat yang mengepul. Bau masakannya memenuhi seluruh rumah, mengundang rasa lapar.

Bapak Ramadhan sudah duduk di kursi, menunggu dengan sabar. “Wah, ini namanya sarapan juara,” katanya sambil tersenyum.

“Silakan makan, Pak,” ujar Ibu sambil menuangkan air minum.

Zhavira duduk di sebelah Makes, sambil menyendokkan sayur untuknya. “Coba deh sambalnya, enak banget.”

Makes mengambil sedikit, lalu mencicipinya. “Waduh… pedesnya pas, tapi aromanya mantap. Ibu, sambal ini harus masuk daftar menu andalan.”

Ibu tersenyum bangga. “Kalau nanti kalian pindah ke Jakarta, biar Ibu bikin banyak, dibungkus, dibawa ke sana.”

Bapak ikut menimpali, “Tapi syaratnya, kalian harus sering pulang. Jangan cuma setahun sekali.”

“Siap, Pak,” jawab Makes mantap.

Sarapan itu diwarnai obrolan ringan tentang kabar warga kampung, cerita lucu masa kecil Zhavira, sampai rencana mereka di Bali. Sesekali Bapak bercerita soal ladangnya, dan Makes mendengarkan dengan penuh perhatian.

1
Kei Kurono
Wow, keren!
Nona_Written: ❤️❤️ terimakasih
total 1 replies
ladia120
Ceritanya keren, jangan sampai berhenti di sini ya thor!
Nona_Written: makasih, bantu vote ya 😘
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!