NovelToon NovelToon
Raja Terakhir

Raja Terakhir

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Fantasi / Misteri / Sistem / Kelahiran kembali menjadi kuat / Dunia Lain
Popularitas:1.8k
Nilai: 5
Nama Author: Dranyyx

Sang raja terakhir tiada, dan bayangan mulai merayap di antara manusia.
Ketika dunia runtuh, satu-satunya harapan tersisa hanyalah legenda yang tertulis di sebuah buku tua. Riski, pemuda yang mencari ibunya yang menghilang tanpa jejak, menemukan bahwa buku itu menyimpan kunci bukan hanya untuk keluarganya… tetapi juga untuk masa depan dunia.

Dalam perjalanannya, ia harus melewati misteri kuno, bayang-bayang kutukan, dan takhta yang menuntut pengorbanan jiwa.

Apakah ia akan menemukan ibunya… atau justru menjadi Raja Terakhir yang menanggung beban akhir zaman?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dranyyx, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 24 : Amira

Saat Riski perlahan melihat Amira yang sedang terbaring lemas dan tak sadarkan diri, tiba-tiba ponsel Riski berdering... Tring... Tring... Tring...

Riski kemudian menjawab panggilan itu.

"Halo... Sinta...?". Suara Riski sedikit bergetar. Ia berada di situasi yang sangat canggung.

"Riski... kalian dimana? Kau sadarkah saat menyuruh kami pulang duluan...? kalian dimana sekarang...!!" Suara Sinta menggema di telfon itu. Rasa ragu dan bimbang menyelimuti pikiran Riski.

"Anu.. Tadi Amira di kejar orang jahat... kakinya terluka. Bisakah kamu datang kesini?

"Astaga ya Tuhan... bagaimana keadaannya? emmm. Kalian berada dimana sekarang?. Ini kebetulan kami belum pulang. Aku dan Rizal akan kesitu, nanti Bela menunggu di toko."

"Jaraknya tidak jauh kok dari toko. Itu kan ada gang yah. Di belakang toko, kalian terus saja ikut di sini. Jangan lupa bawa tandu saja, masalahnya, Amira sedang pingsan."

"Baiklah kami akan segera datang, tunggu kami yah..."

Rizal mendekat ke amira. Seandainya tidak melanggar kode etik. Dan norma yang ada, mungkin dia sudah menggeledahnya.

"Jujur, tak kusangka bisa ada hal seperti ini. Awal mula kita bisa akrab cukup unik"

Riski berbicara sendiri di hadapan Amira yang sedang tak sadarkan diri.

-Flashback -

Angin sore itu bertiup lebih dingin dari biasanya. Pohon kelapa di tepi pantai berderak pelan, seolah menyampaikan sesuatu yang tak bisa dijelaskan dengan kata-kata. Ombak memukul bibir pantai tanpa henti, pelan tapi menghanyutkan.

Riski menatap kosong ke arah pantai, di mana langit dan laut menyatu dalam warna jingga yang indah.

"aku ingin ke rumah itu," ucapnya dengan mata berkaca-kaca.

"Hmmm, kalau kamu yang bilang, kami ikut saja. Ya meskipun agak aneh permintaanmu itu," ucap Rizal.

Tidak berlangsung lama, seorang pelayan membawakan pesanan mereka.

"Meja nomor 7. Ini pesanannya."

Mata Rizal langsung tertuju ke wanita itu. Wanita itu berparas cantik, body goals. Aroma parfum yang tipis terpancar dari wanita itu.

Rizal menatap dalam ke wanita itu, sambil menelan ludahnya.

"Ri.. Rizal.." Sinta mengibas-ngibaskan tangannya di depan wajah Rizal.

"Rizal.."

Rizal pun tersentak. "Ahhh, iya, Kak.. Makasih."

Wanita itu pun tersenyum tipis. Kemudian ia berlalu pergi meninggalkan meja itu.

"Gatal. Gaaatal sekali. Tidak bisakah satu hari saja jangan begitu? Mata keranjangmu itu harus bisa dikontrol, tau. Bikin malu kami saja," Sinta melipat kedua tangannya lalu memalingkan pandangannya.

"Ihhh, kau tidak bisa sekali lihat orang senang."

Rizal menggerutu.

"Sudah. Mari minum dulu," Riski membelai pundak Sinta.

"Nanti baru kita lanjut pembahasan. Okay..?"

Mereka menikmati minuman yang disuguhkan. Tak lama setelah itu,

"Ehemm.. Ehemmm."

Dua orang wanita pun menghampiri mereka.

Sinta menatap sinis. "Ehhh, kalian. Tamu tak diundang. Mau apa ke sini... Hah?"

"Apakah dua kursi itu kosong?" Bela menunjuk ke arah kursi yang berada di sekitar meja mereka.

"Penuh.... penuh sekali." Seraya menaruh tasnya ke kursi.

"Kamu ini, Sinta, orang mau duduk juga. Tidak baik itu memutuskan silaturahmi," Rizal menoleh ke Sinta.

"Matamu... aku cuma bilang penuh. Bukan aku usir mereka. Kau kalau cewe saja gatalnya minta ampun...!"

Riski pun tersenyum tipis. "Kalau mau gabung, silakan. Kita kan satu tempat kerja. Berarti kita ini teman." Ia lanjut menyeruput kopinya.

"Itu kamu lihatttt.. baiknya Riski.. izin gabung yahh.." Amira tersenyum manis.

"Lah. Yang awalnya terima kalian gabung itu aku. Kenapa tidak dipuji juga?" Rizal yang tidak terima dengan hal itu pun merasa jengkel.

"Iya iya, kamu juga baik. Makasih," Bela dengan wajah datar memuji Rizal.

"Tidak ikhlas sekali makasihnya." Bola mata Rizal naik ke atas.

Sinta pun tertawa tipis.. "Hihi. Mampus."

"Aaaaa... Kita pulang yuk, Bela 🙃. Kita tidak diterima di sini." Amira merengek.

"Sudah.. Duduk saja sini. Ada bangku kosong," Riski menarik tangan Amira. Amira pun duduk di kursi itu.

Sore pun mulai pergi. Mentari pun tenggelam, seolah ia pergi ke dasar lautan luas. Menciptakan suasana yang indah. Cahayanya pun mulai meredup.

Lampu di kafetaria itu mulai menyala. Sesekali ada pengamen yang hilir—mudik di sekitar mereka.

"Ehhh, kalian.. Coba lihat di sana," ucap Bela sambil menunjuk-nunjuk ke arah jembatan yang terlihat berdiri kokoh dari arah pantai.

"Tidak tau dan tidak mau tau," ucap Sinta.

"Ihhh, ayolah," Bela merengek.

"Cerita saja ada apa?" Riski menatap ke arah mata Bela.

"Baru-baru ini viral, loh. Katanya ada penunggunya."

Mereka berempat pun menatap penuh tanya ke arah Bela.

"Nah kan. Menurut rumor yang beredar, setiap hari Senin ada orang yang bunuh diri di sana," lanjutnya.

"Lah, kenapa hari Senin. Biasanya tuh hari Jum'at kalau ada misteri. Ini hari Senin, kocak." Rizal menatap sinis.

"Iyaa, aneh sekali.. Masa hari Senin," sambung Sinta.

"Ihhh, serius. Kalau tidak percaya, mau coba kah? Nanti malam ini kita ke sana." Bela tersenyum tipis.

"Tiba-tiba sekali bahas hantu, aku takut, beh.... aku mau pulang saja kalau kau aneh-aneh, Bela," Amira menghela napas.

"Umm, maaf 😅. Sebenarnya hari Jum'at. Cuma aku juga takut. Tapi penasaran. Jadinya maunya hari Senin biar tidak seram-seram sekali." Bela pun memalingkan pandangannya ke arah laut.

"Sebenarnya kami itu ada rencana mau ke rumah..." Seketika tangan Riski menutup mulut Rizal.

"Oke... Hari Jum'at. Nanti kita selidiki, yah." Riski melepaskan sumbatannya. Mata terlihat cerah dan penuh penasaran, bak kucing yang melihat ikan.

Sinta paham dengan sikap Riski. Ia pun tak berkomentar apa-apa dan hanya mengikuti arah angin yang dihembuskan Riski.

Malam itu pun mereka menikmati suasana pantai. Dan hari sudah larut. Mereka pun pulang ke rumah masing-masing.

Saat mereka berpisah, Riski yang diliputi rasa penasaran yang tak tertahankan pun berbalik arah. Ia langsung menuju ke jembatan yang dimaksud.

Jalan raya yang lenggang seolah merestui perjalanan Riski itu. Sesekali terlihat kendaraan yang melaju dengan kecepatan tinggi.

Senyum terukir di wajah Riski. Ia sedang menerka-nerka entah keseruan apa yang ia dapatkan. Matanya fokus ke jalan. Tiba-tiba Riski terhenti. Ia rem mendadak saat ada seorang ibu dengan lampu sen kiri, tapi belok ke kanan. "Astaghfirullah, Bu.. Hati-hati...!!"

Tak berhenti, tak menoleh. Ibu itu pun melanjutkan perjalanan.

Riski pun melanjutkan perjalanannya itu.

Jembatan.

Waktu menunjukkan pukul 10 malam.

Breemmm...!!! Riski sampai di sana. Motornya pun diparkirkan di pinggir jalan. Ia berjalan menjauh dari motornya.

Suasana mulai mencekam. Angin malam yang bertiup menembus jaket Riski. Aroma laut yang naik dari bawah jembatan menusuk hidung Riski. Sesekali terdengar suara ombak yang menerjang tiang jembatan itu. Hanya beberapa motor yang melaju dengan kencang. Tak ada suara manusia yang terdengar.

-Bersambung -

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!