Harus Menikah

Selama sebulan penuh, persiapan pernikahan sudah rampung. Seperti yang disepakati, pernikahan itu hanyalah pernikahan sederhana dan dihadiri oleh keluarga dekat saja.

"Kamu cantik sekali ndo," puji ibu Clara melihat putrinya memakai riasan pengantin. Meski gaun pengantin yang ia kenakan hanya sederhana tapi tak mengurangi kadar kecantikannya sedikitpun.

"Kamu sudah siap Ra?" tanya Lidya, kakak Clara, masuk ke dalam ruangan tempat ia berhias. "Buruan, pak penghulu sudah datang."

Kakak Clara datang dua hari yang lalu. Ia hanya bisa datang seorang diri karena suaminya tidak mendapatkan jatah cuti.

"Ayo." Ibu Clara menuntun Clara menuju ruang pernikahan.

Jantung Clara terasa akan meledak. Perutnya terasa mual terus sedari pagi tadi, kebiasaan saat ia merasa gugup.

Ruangan tempat akad nikah sudah dipenuhi keluarga Dean dan Clara. Namun Clara dapat melihat bahwa mereka memisahkan diri satu sama lain. Perbedaan kasta terasa sangat menonjol di sana. Keluarga Dean datang dengan mobil-mobil mewah sementara keluarga Clara dari kampung hanya mampu menyewa bus kecil.

Di sana juga sudah ada tiga temannya, Gina, Nindy dan Zira. Mereka melambai penuh semangat melihat Clara. Hanya mereka teman yang Clara undang ke pernikahannya. Ia tak ingin kehadiran teman kampusnya yang lain karena ini hanyalah pesta pernikahan biasa. Di sana juga ada beberapa teman Dean yang berbicara pada ketiganya, termasuk pria di kelab malam itu

Mata Clara pun terus mengawasi suasana karena Dean belum terlihat, begitupun orang tuanya. Resah Clara menjadi-jadi. Tak mungkin Dean kabur kan?

Keresahan Clara sirna saat lima belas menit kemudian ibu Dean keluar dari ruangan khusus mempelai lelaki. Ia hanya memakai riasan tipis membuat wajah murungnya semakin terlihat jelas. Clara dapat melihat matanya yang sembab. Selama persiapan pernikahannya dengan Dean, ia belum berbicara pada ibu Dean sedikitpun. Meski ia sudah berusaha seramah mungkin, ibu Dean tak menghiraukannya.

Dean menyusul ibunya di belakang. Ia terlihat sangat tampan dengan memakai jas hitam dan sedikit riasan. Dalam hati kecil Clara, ia sangat merasa beruntung dapat menikahi Dean. Ia tak akan pernah mendapatkan seseorang sesempurna Dean di manapun.

Mungkin karena inilah orang tua Dean menganggapnya menjebak Dean. Seorang gadis desa yang berparas biasa saja mampu mendapatkan seorang Dean. Mustahil.

Ia menepiskan semua pikiran tak karuannya saat Dean duduk disampingnya. Ia tak berani menatap calon suaminya itu.

...****************...

"Bagaimana para saksi? Sah?" tanya Pak penghulu kepada para hadirin.

"Sah!!!" sahut mereka serentak.

Begitulah akhirnya kini Clara sah menjadi istri Dean. Jika dalam film ini adalah sebuah happy ending, bagi Clara ini hanyalah sebuah awal dari kehidupannya yang kelam. Ia tidak yakin apakah ini akan berakhir baik nantinya.

"Selamat ya Ra, nggak nyangka kamu langkahin aku," ucap Nindy memeluk Clara.

"Ra, kamu nggak cocok banget sama Dean. Dean lebih cocok sama aku," ucap Zira sambil manyun. Ia sangat tak rela seseorang seperti Dean jatuh di tangan Clara.

"Pede kau. Ujung kukumu aja nggak Dean peduliin," timpal Gina yang bergiliran memeluk Clara.

"Kamu harus banget ya ngomong jahat gitu ke aku?" protes Zira yang disambut tawa mereka.

Keluarga Clara datang dan memberikan ucapan selamat kepadanya. Mereka juga memberi amplop yang tak seberapa namun tentunya sangat berarti untuk keluarga barunya.

"Hai, aku Verona." Seorang gadis berkulit putih bersih menghampiri Clara. Rambutnya hitam legam terurai dan terlihat sangat sehat karena perawatan mahal. "Aku sepupunya Dean. Cukup dekat dengannya," ucapnya memperkenalkan diri.

"Hai, Verona," balas Clara dengan canggung. Ia bingung harus apa menghadapi keluarga Dean yang sekali lihat pun sudah tahu bukan orang biasa-biasa.

Penampilan keluarga Dean terlihat jauh cetar daripada keluarganya. Clara dapat melihat bahwa keluarganya sungkan berdekatan dengan keluarga Dean.

"Aku tidak menyangka Dean lebih dulu menikah dariku," ucapnya sambil tertawa kecil yang terlihat elegan. "Padahal aku sudah mempersiapkan pernikahan ku sejak tahun kemarin. Ia sedikit curang kan?"

Jujur, Clara tak tahu harus menjawab apa. Ia hanya bisa membalasnya dengan senyuman paksaan.

"Tapi ya pantas saja sih, kalau urgent mau bagaimana lagi," sambungnya membuat Clara terkesiap. "Kalau tidak masalah urgent ya Dean nggak akan melirikmu sedikitpun."

Senyuman ramah di wajah Verona lenyap digantikan seringai kecil. Aura keangkuhan Verona membuatnya merinding. Jelas bahwa Verona memandang rendah dirinya, sama seperti ibu Dean.

"Kau beruntung Dean melakukan kesalahan," ucapnya lalu meninggalkan Clara yang mematung.

Clara memahami keadaannya sekarang. Ia harus menghadapi keluarga Dean yang dingin dan kejam. Entah bagaimana nasib dua tahunnya sekarang. Ia mulai merasa salah mengambil keputusan.

Selesai acara, satu persatu keluarga Dean meninggalkan tempat acara padahal masih ada acara makan makan. Ia dan Dean lah yang memilih cateringnya, bukan catering mahal tentunya tapi rasa-rasanya cukup berkelas. Sayang, keluarga Dean berpikiran lain. Yang bertahan hanya Dean dan teman-temannya sementara orang tua Dean sudah pulang bersamaan dengan keluarga besarnya.

"Padahal yang ngincar aku, yang dapat malahan Dean," ucap Abad seraya menyantap makanannya.

"Ya elah, siapapun kalo pilihannya Lo sama Dean ya jelas-jelas bakal milih Dean lah," sahut salah seorang teman Dean.

"Gimana kalo kamu ngerebut Clara, aku ngerebut Dean?" Zira menimpali langsung mendapat lirikan tajam dari Clara. "Becanda doang Ra," ucapnya sambil nyengir.

"Tampar aja Ra, kami bantu," kata Nindy yang membuat Zira langsung minta ampun.

Usai makan-makan, keluarga Clara kembali pulang ke desa. Hanya orang tuanya dan Lidya yang akan tinggal beberapa hari di kota. Meskipun keluarga Dean terlihat tidak ramah pada keluarganya setidaknya Dean mampu bersikap baik.

"Cie, yang mau malam pertama, butuh bantuan nggak?" Zira yang bersiap pulang mencandai Clara.

"Kek kamu pernah malam pertama aja," omel Gina.

"Ye, jangan salah, aku ini paling pro di antara kita ngegoda cowok meskipun pada akhirnya Clara yang married duluan."

"Iya deh, iya. Yang paling pro," celetuk Nindy geleng-geleng.

"Ada tips dikit." Zira mendekat. "Ga usah jual mahal Ra, langsung sosor aja, Dean cowok kalem jadi kamu yang harus ambil inisiatif," bisik Zira yang membuat Clara tersipu malu.

Kepulangan teman-temannya membuat Clara merasa gelisah. Kini ia harus menghadapi Dean seorang diri.

"Ndo, kami pulang dulu, kalian langsung aja ke hotel," ujar ibu Clara yang sudah bersiap untuk pulang.

"I-iya bu."

"Ra, mandi yang bersih," goda Lidya dengan senyuman genit lalu menyusul orang tuanya yang akan pulang ke kos.

"Udah siap?" tanya Dean yang membuat kaget Clara.

"Y-ya."

Kini hanya tersisa mereka berdua. Dean membawa tas mereka berdua dan memasukkannya ke dalam mobil. "Ayo."

Clara mencoba menenangkan dirinya dan menghapus semua ide tentang malam pertama nanti. Ia akan mengikuti saran kakaknya dan juga Zira. Lagipula ini bukan pertama kalinya mereka melakukannya kan.