Tiga orang pria bersahabat dengan seorang gadis cantik dari masa bangku SMP hingga mereka dewasa. Persahabatan yang pada akhirnya diwarnai bumbu cinta yang saling terpendam hingga akhirnya sang gadis tersebut hamil dan membuat persahabatan mereka nyaris retak.
Siapa sangka sebenarnya salah satu di antaranya mencintai seorang gadis yang sebenarnya selama ini amat sangat dekat di antara mereka.
Seiring berjalannya waktu, rasa sakit mulai terobati dengan hadirnya si pelipur lara. Hari mulai terasa bermakna namun gangguan tidak terhindarkan. Mampukah mereka meyakinkan hati gadis masing-masing, terutama gadis yang salah satunya memiliki rentang usia bahkan 'dunia' yang berbeda dengan mereka.
SKIP yang tidak suka dengan KONFLIK.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon NaraY, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
29. Kelewat panik.
Tak bisa di pungkiri wajah Bang Arma terlihat meremang menahan tangis meskipun pria berpangkat letnan satu itu sudah berusaha untuk tenang.
Di bantu beberapa orang anggota, akhirnya Nadia tersadar juga dari pingsannya.
"Alhamdulillah Ya Allah..!!" Ucap syukur Bang Arma sembari mengusap wajahnya.
"Nafas Nadia sesak, Bang." Kata Nadia.
"Iya. Sabar ya, kita pulang sekarang..!!"
...
Bang Arma terpaksa merepotkan anggotanya untuk mengantarnya pulang karena pada akhirnya Nadia benar-benar tidak bisa melanjutkan langkahnya untuk pulang ke rumah.
Sesampainya di rumah, Bang Arma menyuapi Nadia untuk makan. Benar saja, istrinya itu hanya mampu makan beberapa suap saja.
"Sekali lagi ya, dek..!!" Bujuk Bang Arma tidak tega melihat Nadia mengunyah makanan sudah sangat lama.
Nadia menggeleng menolaknya. Kali ini bahkan sampai mual.
Kali ini Bang Arma merasa begitu bersalah. Dirinya menyadari proses menjadi seorang wanita bukanlah hal yang mudah. Datang bulan, hamil dan melahirkan adalah kodrat seorang wanita, tapi tetap saja dirinya tidak sampai hati merasakannya.
"Kalau saja bisa, pasti posisimu sudah Abang gantikan. Sabar sebentar ya, sayang. Mudah-mudahan anak kita segera lahir. Kamu dan anak kita selalu sehat, selamat tanpa kurang suatu apapun." Harap Bang Arma dalam do'anya.
"Iya Bang. Nadia sabar ko'. " jawabnya.
Bang Arma mengusap puncak kepala Nadia dengan sayang.
\=\=\=
Nadia memercing merasakan perutnya yang terasa ngilu. Pagi tadi Bang Arma membuat serangan fajar seakan tanpa ampun.
Terlihat jauh disana Bang Arma yang terlihat begitu gagah sedang mengarahkan anak buahnya dalam acara olahraga rutin setiap hari Jum'at. Masih terbayang jantannya Letnan Arma saat memberinya 'cinta'.
"Heehh.. melamun saja." Mbak Tria menegur Nadia yang terus menatap Bang Arma.
"Mbak Tria? Hehehehe.. nggak ko' mbak. Cuma lagi ngelihat Om-om yang ikut senam aja." Jawabnya cengar cengir.
Tak lama Bang Arma menghampiri Nadia dan membawakan camilan serta air minum. Tanpa di minta, Bang Arma langsung membuka air minum untuk Nadia.
"Minum dulu..!!"
Meskipun ekspresi wajah Bang Arma datar dan sangar namun suami Nadia itu selalu perhatian dan sering membuat ibu-ibu muda di sana iri dengan perlakuan Bang Arma pada istrinya.
"Bang Angger di mana, Bang?" Tanya Tria.
"Masih urus persiapan anggota baru." Hanya itu saja jawab Bang Arma seakan suami Nadia itu hanya bisa merespon istrinya saja.
"Bisa tolong di panggilkan?"
"Iya." Lagi-lagi Bang Arma menjawab singkat.
"Nadia mau bakso donk, Bang."
Bang Arma tersenyum tipis pada Nadia. "Tunggu sebentar ya..!!" Jawabnya sambil mengusap pipi Nadia sekilas. "Mama jelita mau juga atau tidak?" Tanya Bang Arma menawari Tria.
"Nggak usah Bang. Terima kasih." Tolak Nadia.
Bang Arma segera melangkah tanpa menoleh atau basa basi lagi.
"Waaooww.. luar biasa. Kamu benar-benar tahan ya hidup sama Letnan Arma yang kaku itu." Bisik Tria setelah Bang Arma menuju gerobak bakso langganan warga asrama.
"Biasa saja, sejak dulu Abang memang begitu. Tapi sebenarnya Abang baik."
"Iyaaa.. aku juga tau, Nad. Tapi bagi yang tidak tau, pasti jengkel sekali melihat ekspresi wajah suamimu yang datar itu. Rasanya senyum adalah ibadah tidak ada dalam kamus hidupnya." Kata Mbak Tria.
Nadia tertawa terbahak mendengar gerutu Mbak Tria. Kakak iparnya itu selalu bingung sendiri jika sudah bertemu wajah dengan Bang Arma karena respon suaminya selalu dingin setiap bertemu wanita manapun.
Beberapa saat kemudian Bang Arma sudah datang membawa semangkok bakso pesanan Nadia. Tanpa banyak saos, beberapa tetes kecap dan sedikit sambal.
"Mana Bang..!!" Nadia meminta mangkok baksonya tapi Bang Arma tidak mengijinkannya.
"Panas..!!"
Nadia pun terpaksa sabar menunggu sebentar sampai uap panas dari mangkok bakso Nadia segera hilang.
Bang Arma menyendok bakso tersebut lalu menyuapi Nadia dengan telaten.
"Kurang pedas, Bang." Kata Nadia.
"Cukup. Nanti sakit perut."
Mbak Tria sampai ternganga tak sanggup membayangkan bagaimana keseharian Nadia meskipun Bang Angger pernah mengatakan bahwa sebenarnya Arma tidak 'seburuk' yang terlihat.
Suapan terakhir pun mendarat mulus di mulut Nadia, setelah itu Nadia menghabiskan minumnya kemudian bersandar pada bangku di taman dekat lapangan tersebut. Namun baru saja punggungnya menempel, rasa sakit yang luar biasa menyerang perut bagian bawah Nadia.
"Aaaaaa.." jerit Nadia sampai membuat Bang Arma terkejut.
"Kenapa dek?"
"Sakiiit.. Nadia nggak tahan, Bang..!!" Pekiknya.
"Apanya yang sakit??? Nggak tahan kenapa??" Bang Arma sampai panik di buatnya.
"Huuuuuufffhh..!!" Nadia membuang nafas perlahan.
"Bang, sepertinya Nadia mau melahirkan." Kata Tria.
"Serius????" Tanya Bang Arma terkejut dengan ucapan Tria.
"Serius Bang. Waktu itu aku juga begitu."
Tanpa banyak bicara, Bang Arma meletakan mangkok baksonya. Suami Nadia itu langsung sigap membenahi rok Nadia dan bersiap mengangkatnya tapi Nadia semakin menjerit kesakitan.
Bang Arma mengurungkan niatnya untuk mengangkat Nadia. Ia mondar mandir bingung sendiri sambil menyulut rokok karena terlalu panik memikirkan Nadia.
"Abaaaaang.. cari akal..!!" Teriak Nadia memancing perhatian banyak ibu-ibu dan para anggota.
"Astaga.. memangnya Abang main kelereng??? Ini juga cari akal..!!" Jawab Bang Arma.
Tak lama berselang, Bang Lingga dan Bang Angger datang ke lokasi 'keributan'. Benar saja, di sana sudah ada kepanikan. Bang Arma keringat dingin hingga wajahnya pucat.
"Ayo cepat angkat istrimu, bawa ke rumah sakit..!!" Bang Lingga sampai harus menyenggol lengan Bang Arma untuk menyadarkan juniornya itu.
Bang Arma tersadar dan kembali bersiap menggendong Nadia tapi kemudian Nadia mengejan kuat.
"Jangan di tekan dulu, dek..!!"
"Nggak bisa Bang, perutnya ngajakin dorong." Kata Nadia. Sekuatnya Nadia mengubah posisi duduknya. "Jangan angkat Nadia dulu. Rasanya terlalu mulas, sakiiit..!!"
Bang Arma menurut keinginan Nadia. Tapi kemudian Nadia kembali menggeliat kesakitan lalu menarik lengan Bang Arma dan berbisik di telinga. Bang Arma pun mengarahkan pandangan pada Bang Lingga dan Bang Angger.
Bang Lingga yang mengerti, beliau segera mengalihkan pandangan dan berbalik badan namun Bang Angger hanya terbengong dengan seribu tanya dalam hati. Tangan kiri Bang Arma segera merogoh ke dalam rok Nadia untuk memastikan ucap Nadia sampai Nadia pun menepak tangan Bang Arma saking malunya dengan ulah porn*aksi pak Danton.
"Apa nih? Bengkak atau........" Rabanya memastikan sambil menghisap rokoknya hingga kemudian bola matanya terbelalak sempurna. "Allahu Akbar..!!" Bang Arma kaget sampai rasanya terjengkang.
Bang Arma berdiri dan segera mengangkat Nadia. "Sejak kapan sakitnya?????"
"Sebelum Abang ajak refreshing."
"Kenapa tidak bilang??????? Kalau Abang tau kamu sudah kesakitan, Abang nggak akan ajak kamu tengokin adek." Tegur keras Bang Arma.
"Abang sih..!!"
"Apanya yang Abang??????" Bang Arma begitu gemas sampai terbawa emosi. "Aaahh kamu ini."
.
.
.
.