Ketika Naya, gadis cantik dari desa, bekerja sebagai babysitter sekaligus penyusui bagi bayi dari keluarga kaya, ia hanya ingin mencari nafkah jujur.
Namun kehadirannya malah menjadi badai di rumah besar itu.
Majikannya, Ardan Maheswara, pria tampan dan dingin yang kehilangan istrinya, mulai terganggu oleh kehangatan dan kelembutan Naya.
Tubuhnya wangi susu, senyumnya lembut, dan caranya menimang bayi—terlalu menenangkan… bahkan untuk seorang pria yang sudah lama mati rasa.
Di antara tangis bayi dan keheningan malam, muncul sesuatu yang tidak seharusnya tumbuh — rasa, perhatian, dan godaan yang membuat batas antara majikan dan babysitter semakin kabur.
“Kau pikir aku hanya tergoda karena tubuhmu, Naya ?”
“Lalu kenapa tatapan mu selalu berhenti di sini, Tuan ?”
“Karena dari situ… kehangatan itu datang.”
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nuna Nellys, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
14. Dua kali nabrak Aset berharga Duda
...0o0__0o0...
...Malam itu, kamar sunyi—terlalu sunyi. Hanya lampu temaram di sudut ruangan yang memantulkan bayangan lembut pada dinding, seolah ikut mengawasi Naya yang tengah menatap Karan dengan ekspresi campur aduk....
...Naya menoleh ke arah Karan yang tertidur pulas, wajah mungilnya terlihat damai setelah menyusu sampai lelap—tidurnya pun angler sekali....
...“Sepertinya kamu harus rela berbagi Asi sama Daddy kamu setiap hari,” bisiknya lirih, geli sendiri....
...Naya terkekeh kecil saat memikirkan bagaimana Arya pagi tadi sama sekali tidak mau mengalah pada putra kecilnya. Sampai akhirnya Karan tantrum dan menjambak rambut ayahnya sendiri karena merasa jatah ASI-nya di rebut....
...Adegan itu terulang lagi di kepala-nya dan membuat Naya hampir tertawa....
...“Ya ampun… di balik sikap dingin itu, ternyata Tuan Arya bisa kekanak-kanakan juga. Masa gak mau kalah saing sama bayi ?” gumam-nya sambil menutup mulut agar tidak terlalu keras tertawa....
...Naya kembali menatap Karan, suara lembutnya turun pelan. “Karan, kamu harus cepat besar ya… biar nanti bisa bela Sus Naya kalau Daddy kamu mulai suka menindas.”...
...Seolah mendengar, Karan hanya menggeliat kecil, bibirnya sedikit manyun, lalu tertidur lagi....
...Melihat itu, hati Naya menghangat....
...Malam itu kamar terasa sunyi, tapi penuh kehangatan, seolah menyimpan rahasia kecil antara dirinya, Karan, dan… seseorang yang selalu berusaha terlihat dingin padahal sebenarnya cemburuan....
...0o0__0o0...
...Arya saat ini masih berada di perusahaan. Laki-laki itu tampak berkutat dengan tumpukan dokumen di meja kerjanya, namun tatapan matanya jelas tidak benar-benar fokus pada berkas-berkas itu....
...Pikiran-nya melayang jauh, kembali pada bayangan pagi tadi bersama babysitter putranya....
...“Sial… bagaimana bisa aku secandu itu,” gumam-nya lirih. Rahang-nya mengeras, jemari-nya mengepal di atas meja. “Dan kenapa semuanya terasa… seenak itu waktu ku pegang.”...
...Arya mengerjap kesal pada dirinya sendiri, merasa ingin kembali meremas dengan gemas apa yang barusan terlintas di kepala'nya....
...Namun duda berbuntut satu itu masih berusaha menahan diri. Entah apa yang sebenarnya dia cari ?...
...Entah apa yang laki-laki itu takutkan ?...
...Satu hal yang pasti, di kepala Arya sudah tertanam, semua wanita sama saja....
...Cinta ? Jangan tanya....
...Bagi Arya, cinta hanyalah omong kosong manis yang pada akhirnya memuakkan. ...
...Bagi seorang duda, yang dia butuhkan hanya pelampiasan. Mau bagaimana pun, Arya tetap laki-laki normal pada umum'nya—punya hasrat, punya kebutuhan....
...Arya menghela napas berat, dadanya naik turun tak sabar. Tangan besar'nya mengacak rambut sendiri dengan gerakan frustasi, seolah berharap rasa sesak di dada ikut tercerabut....
...Sayangnya, otaknya sejak tadi tidak berhenti memutar ulang sosok Naya....
...“Sial…” umpatnya lagi, lebih tajam. “Kenapa bayangan gadis itu terus menghantui aku ?”...
...Brak..!...
...Berkas di tangan-nya dia lempar kasar ke atas meja. Kertas-kertas itu berjatuhan, beberapa bergeser ke tepi meja, namun Arya sudah tak peduli. ...
...Kursinya bergeser ke belakang saat Arya bangkit, tubuh tegapnya melangkah keluar dari ruangan. Ia memutuskan untuk membawa pulang pekerjaan yang belum selesai. ...
...Di paksa menatap dokumen hingga tengah malam pun percuma, toh fokusnya sudah tidak sinkron lagi. Yang ada di kepala Arya hanya satu nama....
...Naya....
...0o0__0o0...
...Di dapur yang hanya di terangi lampu temaram, Naya sedang menuang air putih ke gelas. Ia harus meminum vitamin sebelum tidur agar ASI-nya tetap lancar....
...Sunyi....
...Hanya suara detik jam yang terdengar....
...Sampai akhirnya, suara berat seorang laki-laki memecah kesunyian....
...“Naya…”...
...Gadis itu tersentak keras. “Astaga!” serunya refleks. Botol vitamin di tangan-nya terlepas dan meng-gelinding di lantai....
...Arya berdiri di ambang pintu, wajahnya lelah tapi tetap terlihat tampan. Ia baru pulang dari kantor dan langsung menuju dapur untuk membuat kopi sebagai teman lembur-nya....
...Tatapan-nya datar. Mengarah pada Naya. “Apa yang kau lakukan malam-malam di sini ?”...
...Naya memelototkan mata, bibirnya manyun kesal. “Kenapa Anda muncul tanpa suara ? Hampir saja saya jantungan,” omelnya, bukan-nya menjawab....
...Gadis itu buru-buru menunduk, mencari botol vitamin-nya. Dan ternyata botol itu berhenti tepat di tengah-tengah kaki Arya....
...Dengan spontan, Naya jongkok, merangkak sedikit dan meraih botol tersebut. ...
...Arya hanya berdiri kaku, menatap tingkah gadis itu dengan bingung sekaligus… waspada....
...“Apa yang kau lakukan, Naya ?” tanya Arya, suara-nya terdengar geram—lebih karena terkejut dari pada marah....
...Naya mendongak, namun karena terlalu cepat, tubuhnya kehilangan keseimbangan....
...Bruk..!...
...Gadis itu tergelincir ke depan, kedua tangan-nya mencengkeram kaki Arya. Dan tanpa sengaja, wajahnya menabrak bagian paling sensitif di tubuh laki-laki itu....
...Hening....
...Benar-benar hening....
...Napas Naya tertahan....
...Napas Arya ikut membeku....
...Tubuh Arya menegang, matanya membelalak kecil. Saat bibir Naya tepat mencium Asetnya. Ada gelayar panas menjalar cepat di tubuhnya akibat posisi canggung itu....
...“Naya…” suaranya rendah, berat, dan pelan sekali. “Kau… sedang mencoba menggoda ku, hm ?”...
...Naya membeku beberapa detik, mata'nya mengerjap pelan lalu buru-buru menarik kepala'nya mundur. Namun sial, ia malah oleng dan hampir terjungkal ke belakang....
...Arya refleks menahan punggung Naya dengan satu tangan....
...Bruk..!...
...Posisi mereka bergeser—dan untuk kedua kalinya, wajah Naya kembali menubruk bagian sensitif milik Arya yang sama....
...Kali ini lebih keras. Lebih terasa. Bahkan asetnya terasa keras dan bergerak-gerak pelan. "...
...Astaga Asetnya mirip ular, bisa gerak-gerak gitu." Batin Naya terkejut....
...Mata Naya membesar, sedangkan tangan gadis itu mencengkeram kaki Arya kuat-kuat agar tidak jatuh. Mulutnya tepat menempel pada Aset berharga laki-laki itu....
...Arya menahan napas, rahangnya mengeras. Ada gejolak yang sulit ia kendalikan....
..."Ceroboh," Ujar'nya datar....
...Naya mendongak perlahan. Bibirnya terangkat sedikit, seperti menahan malu sekaligus ingin tertawa karena situasi yang… absurd....
...Arya menatapnya tajam—campuran antara syok, kesal, dan sesuatu yang lain....
...Dapur itu remang, seolah cahaya lampunya sengaja memilih untuk tidak mengganggu....
...Naya baru saja menegakkan tubuhnya setelah jatuh untuk kedua kalinya, wajahnya masih panas....
...Arya berdiri diam di depan-nya, tubuhnya tegak, sorot matanya tidak pernah bergerak dari wajah gadis itu....
...Tapi kali ini… tatapan-nya berbeda....
...Lebih dalam....
...Lebih gelap....
...Seolah ada sesuatu di dalam diri Arya yang baru saja terbangun....
...Naya meng-genggam botol vitamin-nya erat-erat, mencoba meredakan getaran kecil di tangan-nya....
...“Maaf, A-Aku benar-benar tidak sengaja, Tuan…” suara gadis itu kecil, seperti tersedot udara....
...Arya tidak langsung menjawab. Ia hanya memiringkan kepala'nya sedikit, menatap Naya seolah membaca seluruh isi pikiran-nya....
..."Tidak sengaja ? sampek terulang kedua kalinya ?" Guman'nya membatin kesal. "Kenapa matanya malah menatap ku seperti itu ? Membuat ku merasa… ingin memberikan-nya hal yang lebih jauh ?"...
...Langkah Arya maju satu. ...
...Hanya satu. ...
...Namun membuat jaraknya tiba-tiba terasa tidak aman sama sekali....
...Naya spontan mundur selangkah—tapi punggung-nya langsung menabrak meja....
...Arya berhenti tepat di depan-nya. Tidak memberi ruang. Tidak memberi kesempatan kabur....
...“Naya.” Suara-nya turun satu oktaf—gelap, lambat, dan menakutkan dengan cara yang anehnya… memikat. “Kau tahu apa yang baru saja kau lakukan pada ku ?”...
...Naya menggeleng cepat. “Aku… benar-benar tidak—”...
...Sebelum gadis itu menyelesaikan kalimatnya, Arya meraih dagu Naya....
...Pelan....
...Tapi kuat....
...Tak ada ruang untuk menolak....
...“Kau pikir aku tidak merasakan apa-apa ?” bisiknya rendah, namun bernada menahan sesuatu yang liar....
...Naya menahan napas....
...Arya menunduk sedikit, wajahnya hanya sejengkal dari wajah Naya. Tatapan-nya menusuk. Berbahaya. “Dan kau pikir… aku akan diam saja setelah itu ?”...
...Naya menelan ludah, jantung-nya berdetak tidak karuan....
..."Dia menakutkan… Tapi kenapa… kenapa aku tidak bisa berpaling ? Kenapa tubuhku malah diam ?" Guman'nya membatin. "Kenapa rasanya… aku menunggu apa yang akan dia lakukan selanjut-nya ?"...
...Arya membelai dagu Naya dengan ibu jarinya, gerakan perlahan yang terasa jauh lebih mengancam dari pada cengkeraman....
...“Kau jatuh dua kali.” Suaranya berat. Dingin. “Dan dua-duanya…” Ia mendekatkan wajahnya ke telinga Naya. “…di tempat yang sama, tepat di aset berharga ku.”...
...Naya menggigit bibir bawahnya. Ia tidak berani bicara. Wajahnya memerah, saat teringat bibir-nya jelas mencium aset duda berbuntut satu itu....
..."Sial, bahkan kerasnya masih terasa menempel di bibirku." Batin Naya kesenangan. Bahkan ia tidak merasa bersalah, malah memanfaatkan situasi....
...Arya menegakkan tubuhnya, tatapan-nya tetap mengurung gadis itu. “Kali ini aku anggap tidak sengaja…” ia mendekat lagi, “…lain kali kau harus lebih hati-hati berada di dekat ku.”...
...Jari Arya turun dari dagu ke leher Naya, berhenti di sana....
...Tidak menekan....
...Tapi cukup untuk membuat Naya membeku....
...“Naya,” katanya pelan tapi tajam, “Aku bukan pria yang sabar.”...
...Naya terdiam. Sangat diam. Tubuhnya dingin, tapi wajahnya panas—campuran takut dan ketertarikan yang tak berhasil ia sembunyikan....
...Arya menatap perubahan ekspresi itu dan justru tersenyum tipis. Senyum yang tidak menenangkan sama sekali....
...“Oh, jadi begitu reaksi kamu ?” Nada Arya gelap, meledek namun menguasai. “Kau bahkan tidak menjauh.”...
..."Astaga, Pak Arya… kenapa dia seperti ini malam ini ?" Batinnya heran. Namun juga kesenangan. "Mendengar suaranya bisa membuatku kehilangan kata-kata. Dan aku malah… menggigil seperti ini."...
...Arya akhirnya menjauhkan tangan-nya, tapi langkah-nya tidak mundur. Ia hanya memberi ruang secukup-nya untuk Naya bernapas—tidak lebih....
...“Kau bilang ingin minum vitamin ?” Arya menunduk sedikit. “Kau tidak bisa melewatkan itu.” Ia menyentuh bahu Naya sejenak—sentuhan singkat yang membuat tubuh gadis itu menegang spontan....
...“Karena setelah malam ini…” Arya berjalan melewati Naya, namun menatap-nya dari samping tanpa memalingkan kepala,“…kau harus memberikan jatah lebih.”...
...Naya terpaku....
...Tidak tahu apa maksudnya....
...Tidak tahu harus takut atau… menunggu....
...0o0__0o0...