Kisah perjalanan hidup Ratna, seorang istri yang dikhianati oleh adik kandung dan suaminya sendiri.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon BRATA_YUDHA, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Puja pergi
Hari itu Puja keluar kamar dengan menenteng tas besar miliknya, aku kaget sekali melihatnya.
"Dek, kamu mau kemana?" tanyaku heran. Bukannya menjawab Puja malah memelukku dengan sangat erat, bahkan sampai menangis sesegukan. Aku tidak tahu ada apa dengan Puja, kenapa dia sampai menangis pilu seperti itu.
"Kamu kenapa?" aku bertanya lagi. Dia melepas pelukannya, lalu mengelap air mata dipipinya.
"Puja mau pindah kak, ke desa ....... (daerah dipulau sumatra)" katanya.
"Kok pindah, kenapa? mendadak lagi" tanyaku Heran. Memang jaraknya hanya 2 jam dari rumahku jika rindu bisa sesekali menengok, tapi tentu saja aku akan sangat kesepian.
"Di ajak bang Jon (yang punya grup musik organ tunggal tempat Puja menyanyi). Katanya job disana banyak banget, selain itu biar enggak capek bolak-balik" jawabnya.
Saat itu aku merasa berat melepas kepergian Puja, tapi jika itu sudah menjadi pilihannya aku hanya bisa mendukung, tanpa bisa menghalangi.
"Ya udah gak apa-apa, tapi kalau ada waktu luang, sering-sering main kesini. Tengokin Ikhsan. Sama jangan lupa jaga diri baik-baik. Kamu masih gadis, kakak akan sangat merasa bersalah sama emak dan bapak di surga sana kalau terjadi sesuatu sama kamu. kalau ada apa-apa hubungi kakak ya" ucapku.
Puja mengangguk lalu kembali menitikkan air mata.
"Ini kak buat Ikhsan, Puja tau mas Ilyas sekarang udah enggak seroyal dulu sama kakak" dia memberikan amplop berisi uang yang diambil dari dalam tasnya.
"Loh, enggak ini uang kamu, kamu juga pasti banyak keperluan, udah bawa aja. Kamu lebih butuh dek, yang ada harusnya kakak yang kasih uang bekal buat kamu." tolakku.
"Anggap aja ini tabungan Puja kak, kakak simpen ya, kalau kepepet dipake aja" ucapnya. Karena Puja terus memaksa, akhirnya aku mengambil uang itu.
"Ya udah kak, aku duluan" pamitnya.
"Sama siapa berangkatnya? ada yang jemput?" tanyaku.
"Sama mas Ilyas kak, tadi Puja udah minta tolong suruh anterin, gak apa-apa kan kak kalau mas Ilyas anterin Puja?" tanyanya.
"Ya enggak apa-apalah, tumben-tumbenan pake izin segala, biasanya juga nyelonong aja." aku terkekeh mendengar pertanyaan yang menurutku itu aneh.
"Ya takutnya entar kakak repot jagain Ikhsan" ucapnya pelan.
"Biasa juga Ikhsan dijagain sendiri, kamu tau sendiri mas Ilyas sering keluyuran gak jelas" jawabku.
"Eh tapi kakak malah lebih tenang kalau mas Ilyas yang anter, jadi nanti kalau kakak kangen kamu, tinggal minta anter aja sama dia." ucapku lagi.
Puja hanya mengangguk saat mendengar ucapanku. Setelah itu ikut masuk ke mobil mas Ilyas yang sudah menunggu dihalaman depan.
Sebulan setelah kepergiannya dari rumah ini, Puja tak pernah sekalipun menghubungiku. Bulak-balik ku hubungi nomornya namun nihil, nomor handphonenya tak pernah aktif. Mungkin saja dia sudah ganti nomor, tapi kenapa tak memberiku kabar sama sekali. Saat itu aku merasa sangat khawatir, bagaimana jika terjadi sesuatu padanya, bagaimana jika Puja sakit, siapa yang mengurusnya? Anehnya mas Ilyas juga jadi jarang pulang semakin membuatku bertambah risau.
Pernah suatu malam saat mas Ilyas baru pulang, aku menanyainya perihal Puja. Tapi seperti biasa, bukannya menjawab, mas Ilyas justru malah memantik pertengkaran.
"Mas, Puja udah sebulan enggak ngabarin aku mas, kamu tahu kan alamat Puja, bisa anterin aku kesana enggak mas?" tanyaku.
"Kalau dia gak ngehubungin kamu itu artinya dia sibuk! tau sendiri adik kamu itu cantiknya kelewat bates, jadi jobnya banyak, laku. Enggak kayak kamu, jelek, gendut, bisanya cuma ngabisin uang aku aja!" ucapnya pedas.
"Loh mas, kok kamu jadi banding-bandingin aku sama Puja sih? ya jelas Puja cantik dia masih gadis, lagian gak pantes mas kamu bandingin aku sama Puja, dia adik aku." ucapku tak terima.
"Emang kenyataannya gitu Puja lebih cantik, kenapa? gak terima?! mangkanya ngaca! rawat diri kamu tuh biar gak buluk!" ucapnya sarkas.
"Mas, kenapa sih kamu terus-terusan ngehina aku? salah aku apa? aku cuma minta dianter tempat Puja!" aku mulai tak bisa menahan emosiku.
"Pikir aja sendiri!" ucapnya enteng. Seperti biasa, dia selalu meninggalkanku setelah aku sakit hati karena ucapan-ucapannya.
"Kamu kemana? anterin aku mas, aku mohon aku pengen ketemu Puja mas." aku menahan tangannya sambil memohon pada mas Ilyas.
"Lepasin! gak usah lebay, Puja udah 18 tahun, udah bisa jaga diri bukan orok lagi. Mending urusin tuh Ikhsan!" ucapnya setelah melepas paksa tangannya dari cengkramanku
"Terus kamu mau kemana mas, kamu baru pulang" aku kembali menahannya.
"Aku mau tidur tempat ibu, males di rumah punya istri bikin kesel terus!" ucapnya ketus sambil buru-buru pergi keluar.
Saat itu aku benar-benar merasa sangat sakit hati pada mas Ilyas, kenapa mas Ilyas kian hari kian berubah. Aku lelah dengan keadaan yang terus-terusan menyiksa batinku.
'Mudah-mudahan kamu baik-baik aja Puja' lirihku. Malam itu aku kembali menangis, entah sampai kapan aku akan terus menangis seperti ini. Aku memang wanita bodoh yang hanya bisa bersabar tanpa tau harus berbuat apa.
sok berhati malaikat.