NovelToon NovelToon
MY FORBIDDEN EX-BOYFRIEND

MY FORBIDDEN EX-BOYFRIEND

Status: sedang berlangsung
Genre:Menikah dengan Musuhku / Cinta Terlarang / Murid Genius / Romansa / Fantasi Wanita / Enemy to Lovers
Popularitas:4.4k
Nilai: 5
Nama Author: NonaLebah

Jessy Sadewo memiliki segalanya: kecantikan mematikan, kekayaan berlimpah, dan nama yang ditakuti di kampus. Tapi satu hal yang tak bisa dia beli: Rayyan Albar. Pria jenius berotak encer dan berwajah sempurna itu membencinya. Bagi Rayyan, Jessy hanyalah perempuan sombong.

Namun, penolakan Rayyan justru menjadi bahan bakar obsesi Jessy. Dia mengejarnya tanpa malu, menggunakan kekuasaan, uang, dan segala daya pesonanya.

My Forbidden Ex-Boyfriend adalah kisah tentang cinta yang lahir dari kebencian, gairah yang tumbuh di tengah luka, dan pengorbanan yang harus dibayar mahal. Sebuah roman panas antara dua dunia yang bertolak belakang, di mana sentuhan bisa menyakitkan, ciuman bisa menjadi racun, dan cinta yang terlarang mungkin adalah satu-satunya hal yang mampu menyembuhkan — atau justru menghancurkan — mereka berdua.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon NonaLebah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 6

Detak jantung Rayyan Albar bergema keras di telinganya sendiri, mengalahkan suara sepatunya yang berdecit lirih di lantai marmer berkilau koridor fakultas. Setiap langkahnya menuju kantor dekan terasa berat, bagai mengangkut beban yang tak terlihat. Pikirannya yang biasanya tajam dan terorganisir, kini dipenuhi oleh pertanyaan-pertanyaan yang berputar liar. Apa kesalahannya? Apakah ada laporan buruk tentang kinerjanya sebagai asisten dosen? Atau... apakah ini ada hubungannya dengan Jessy?

Dia berhenti di depan pintu kayu mahoni yang megah, bertuliskan "Dekan Fakultas Teknik Elektro". Menarik napas dalam-dalam, dia mengetuk pintu tiga kali, suaranya beresonansi dalam kesunyian koridor.

"Selamat siang, Pak," ujar Rayyan setelah ada suara mengiyakan dari dalam, suaranya tetap tenang meski dadanya berdebar tidak karuan.

"Masuk," sahut suara Dewan Toto dari dalam.

Ruangan itu luas dan ber-AC, dipenuhi dengan rak buku kayu gelap yang berisi jurnal akademis dan piala-piala prestasi kampus. Di belakang meja kerjanya yang besar, Pak Toto—pria paruh baya dengan rambut yang mulai memutih di pelipis—duduk dengan wajah serius. Namun yang membuat napas Rayyan tersendat adalah pria lain yang duduk di salah satu sofa kulit.

"Rayyan, perkenalkan, ini Pak Adi Sadewo," ujar Pak Toto, suaranya formal.

Mata Rayyan bertemu dengan sosok yang selama ini hanya dia lihat dari jauh atau di koran kampus. Adi Sadewo. Orang yang nasibnya dan nasib ibunya bergantung padanya. Pria itu berpakaian sederhana namun elegan, dengan jam tangan mewah di pergelangan tangannya yang terlihat berotot. Tatapannya tajam, menganalisis, memancarkan kewibawaan yang tak perlu diucapkan.

Dengan sikap hormat yang tertanam dalam, Rayyan sedikit membungkuk dan menjabat tangan yang diulurkan. Genggaman Adi Sadewo kuat dan tegas. "Apa kabarnya, Nak Rayyan?" tanyanya, suaranya dalam dan terukur.

"Terima kasih, Pak. Saya baik," balas Rayyan, berusaha menjaga suaranya tetap stabil. Dia merasakan betapa kecil dan rapuhnya dirinya di ruangan ini, di hadapan dua orang yang memegang kendali atas masa depannya.

Mereka kemudian duduk di sofa. Rayyan duduk tegak, tangannya terkatup rapat di atas pangkuannya, bersiap mendengar apa pun yang akan diucapkan.

Pak Toto-lah yang memulai penjelasan. "Yan, kedatangan Pak Adi ke sini adalah untuk memintamu mengajar private beberapa mata kuliah untuk Mbak Jessy, anak Pak Adi."

Seketika itu juga, seluruh udara di ruangan itu seolah tersedot keluar. Rayyan merasa dadanya sesak. Telinganya mendenging. Semua kecurigaannya terbukti. Ini tentang Jessy. Tentang rencananya yang nekat dan kekanak-kanakan. Dia tertegun, matanya membelalak sesaat sebelum berhasil mengontrol ekspresinya kembali. Pikirannya berputar cepat, mencari celah, mencari alasan.

"Gimana, Yan? Kamu mau, kan?" tanya Pak Toto, nadanya lebih berupa pernyataan daripada pertanyaan.

"Soal fee, santai aja ya, Yan," tambah Adi Sadewo dengan senyum tipis, seolah uang adalah solusi untuk segala keraguan.

Naluri Rayyan berteriak untuk menolak. Dia membuka mulut, mencoba mencari kata-kata yang tepat. "Maaf, Pak. Kebetulan jadwal saya untuk bulan ini cukup..." Suaranya tercekat, lidahnya terasa kaku. Rasa takut yang tak pernah dia rasakan sebelumnya menyelimutinya. "Maksud saya, jadwal sebagai asdos dan ketua tim praktikum cukup padat, Pak."

Adi Sadewo tidak berkata-kata. Dia hanya memiringkan kepalanya dan melirik tajam ke arah Pak Toto. Itu adalah sebuah perintah diam.

Pak Toto, memahami sinyal itu dengan sempurna, segera menyambar. "Soal asdos, kamu bisa cuti dulu!" potongnya, suaranya tiba-tiba lebih tegas. "Nanti saya yang bilang sama dosen yang bersangkutan. Kamu cukup fokus aja ngajar Mbak Jessy." Kalimat itu bukan lagi tawaran. Itu adalah perintah.

Rayyan hanya bisa mengangguk pelan. Kata-katanya tertahan di tenggorokan. Perlawanan apa pun akan sia-sia dan berisiko. Dia merasakan betapa tidak berdayanya dirinya. Kecerdasannya, prestasinya, semuanya tidak berarti di hadapan kekuasaan dan uang.

"Kamu bisa langsung datang ke rumah saya mulai besok," ujar Adi Sadewo, kini dengan nada yang lebih datar, bisnis. "Untuk mata kuliahnya, nanti kamu diskusikan langsung sama Jessy, ya."

Dengan anggukan lain yang dipaksakan, Rayyan mencoba menyembunyikan gejolak di dalam hatinya. Senyum tipis yang dia pasang di bibirnya terasa pahit dan palsu.

Kemudian, Adi Sadewo melakukan sesuatu yang membuat hati Rayyan semakin ciut. Dengan gerakan santai, dia mengeluarkan sebuah amplop coklat tebal dari saku jas dalamnya. Bukan amplop biasa, tapi yang terbuat dari kertas berkualitas tinggi. Dengan tenang, dia meletakkannya di atas meja kayu mahoni yang mengilap, lalu mendorongnya perlahan ke arah Rayyan.

"Buat jajan, Nak Rayyan," ujarnya, suaranya lembut namun penuh dengan makna terselubung. "Saya tau kamu anak yang cerdas. Ya... semoga kamu bisa bantu Jessy belajar..." Dia terkekeh kecil, sebuah suara yang bagi Rayyan terdengar seperti penghinaan.

Rayyan memandang amplop itu. Itu bukan sekadar uang. Itu adalah simbol. Simbol dari rantai yang baru saja dia terima, sebuah perjanjian yang memaksanya untuk berinteraksi dengan sumber kebenciannya. Tangannya gemetar saat dia akhirnya mengambil amplop itu, merasa berat sekali, seolah-olah berisi seluruh beban hidupnya.

Dia berdiri, mengucapkan terima kasih dengan suara serak, dan berbalik meninggalkan ruangan itu. Saat pintu tertutup di belakangnya, dia berdiri sejenak di koridor yang sepi, memperhatikan amplop di tangannya.

Dia telah dipaksa untuk menelan harga dirinya sekali lagi. Dan kali ini, dalam bentuk yang jauh lebih halus namun lebih mematikan. Ini bukan lagi sekadar uang yang dilemparkan ke arah ibunya, tapi sebuah jebakan yang elegan yang memaksanya untuk tunduk. Dalam dunia di mana uang dan jabatan berbicara, suara seorang mahasiswa berprestasi sekalipun tidak ada artinya. Pertempuran ini baru saja berpindah medan, dan Rayyan merasa dirinya terjebak tanpa jalan keluar.

***

Amplop cokelat yang tebal itu terasa seperti bara api di dalam tas ransel Rayyan. Setiap langkahnya menjauhi kantor dekan terasa berat, diiringi oleh rasa pahit karena keterpaksaan dan kehilangan kendali atas hidupnya sendiri. Pikirannya yang jenuh berputar-putar pada kenyataan bahwa mulai besok, dia harus memasuki dunia Jessy Sadewo—sebuah dunia yang paling ingin dia hindari.

Dia sedang menyusuri koridor sisi timur gedung yang sepi, jauh dari keramaian kampus, ketika telinganya yang tajam menangkap suara-suara yang tidak harmonis. Bukan sekadar obrolan, tapi suara beradu, desisan marah, dan tangisan yang tertahan. Suara itu samar, berasal dari sudut terpencil di balik tangga darurat.

Perasaan tidak enaknya tadi berubah menjadi firasat. Dipimpin oleh rasa penasaran dan naluri yang dalam, langkah Rayyan membawanya mendekati sumber suara.

Dan yang dia saksikan membuat darahnya mendidih sekaligus membeku.

Di sana, di sebuah ceruk yang tersembunyi dari pandangan utama, tiga sosok familiar—Jessy, Nita, dan Della—sedang mengungkung seorang mahasiswi. Gadis itu terlihat lebih muda, wajahnya pucat pasi, mata yang membesar dipenuhi ketakutan. Tubuhnya yang kecil seakan menciut di hadapan tiga "dewi" yang tampak angkuh dan garang.

"Lo yang kegatelan sama Andre, kan? Ngaku, lo!" teriak Nita, suaranya melengking penuh kebencian. Tangannya yang bercat kuku merah menyala mencengkeram kerah baju gadis malang itu. "Lo tau nggak, Andre itu cowok gue!"

Bukan... ini bukan salahku, Kak," sang gadis menjawab dengan suara bergetar, air mata mulai mengalir di pipinya yang memerah. "Kak Andre yang ndeketin aku. Aku cuma..."

"Hah? Andre yang ndeketin lo?" Nita memotong dengan kasar, mendorong bahu gadis itu hingga terhuyung. "Sok kecantikan banget lo! Mukanya aja kayak bekas ketiban truk!"

"Udah, hajar aja," ujar Della dengan terkekeh dingin, tangan sudah terangkat siap menampar. Di belakang mereka, Jessy ikut tertawa, suaranya yang nyaring dan menusuk bergema di dinding beton. Senyum di wajah cantiknya terlihat begitu bengis dan tak berperasaan.

Pemandangan itu seperti pukulan telak bagi Rayyan. Seketika, dia bukan lagi mahasiswa berprestasi di koridor kampus. Dia adalah anak lelaki berusia 22 tahun yang berdiri tak berdaya di depan Kedai Roti Maryam, menyaksikan bangku-bangku kayu ibunya remuk dan harga dirinya tercabik-cabik oleh senyum sinis yang sama. Rasa tidak berdaya yang sama, kemarahan yang sama, membakar dadanya.

Dengan langkah tenang namun penuh ancaman, dia melangkah keluar dari bayangan. Suaranya, rendah dan dingin seperti baja, memotong ketegangan yang mencekik.

"Beraninya kroyokan."

Efeknya langsung terasa. Jessy, Nita, dan Della serentak berbalik. Wajah Nita yang semula penuh amarah berubah pucat. Tangannya yang mencengkeram langsung melepaskan cengkeramannya pada gadis itu seolah tersetrum.

Tapi ekspresi paling dramatis terpancar dari wajah Jessy. Senyum bengisnya lenyap dalam sekejap, digantikan oleh keterkejutan, lalu—yang paling mengejutkan—rasa takut. Bukan takut pada konsekuensi, tapi takut pada opini. Untuk pertama kalinya, dia merasa takut dilihat buruk oleh seseorang. Matanya membesar, menatap Rayyan yang berdiri tegap dengan wajah seperti diukir dari es.

"Rayyan..." gumannya, suaranya nyaris tak terdengar, penuh dengan rasa canggung yang tak pernah dia rasakan.

"Bukan urusan lo!" sergah Nita, mencoba menutupi rasa malunya dengan kemarahan.

Rayyan tidak terpancing. Matanya yang tajam menatap Nita dengan mematikan. "Cowok lo yang lenjeh, tapi anak orang yang lo salahin," ujarnya, logikanya sederhana namun menghunjam. "Harusnya lo samperin cowok lo dan hajar dia, bukan cewek yang jelas-jelas cuma korban."

"Cewek ini yang kegatelan duluan!" sanggah Nita, masih tak mau kalah, meski suaranya sudah sedikit goyah.

"Lo yakin cewek ini doang yang digodain sama cowok lo?" sindir Rayyan, sebuah alisnya terangkat sedikit. Pertanyaan itu seperti pisau bedah yang langsung menyayat kebohongan yang selama ini dipegang Nita.

Wajah Nita berubah. Dia tahu. Dia tahu betul bahwa Andre adalah playboy. Tapi dia memilih menyangkal, memilih untuk membenci setiap perempuan yang didekati Andre daripada menghadapi kenyataan pahit itu. Kebenaran dari mulut Rayyan itu terasa lebih menyakitkan daripada tamparan.

"Jes! Kok lo diam aja sih!" seru Nita, meminta bantuan pada sahabatnya, suaranya nyaris merengek.

Jessy tertegun. Dia melihat Nita yang panik, lalu menatap Rayyan yang wajahnya dingin dan penuh penghakiman. Dia harus membela sahabatnya, tapi kata-katanya terasa kaku dan dipaksakan. "Ah... Ceweknya juga ganjen," ujarnya, menghindari tatapan Rayyan. "Buktinya dia ngerespon ajakan Andre."

"Nggak, Kak! Aku nolak. Sumpah!" bantah gadis itu, berani bersuara sedikit setelah melihat ada yang membelanya. "Selain ndeketin aku, Kak Andre juga deketin temen aku, Rena dari Akuntansi!"

"Diem, lo!" bentak Della, mencoba mengintimidasi kembali.

"Dia berhak membela diri," suara Rayyan kembali memotong, tegas dan berwibawa. "Lagian, bukan salah dia kok."

"Terus salah gue, gitu?!" ujar Nita, suaranya pecah, campuran antara marah, malu, dan sedih.

Rayyan memandangnya dengan ekspresi yang hampir mirip kasihan. "Bukan salah lo juga," ujarnya, nadanya datar namun tidak lagi seekstrem tadi. "Kalau cowok lo selingkuh, itu bukan salah lo. Salah lo adalah masih mau bertahan sama cowok kayak dia." Dia berhenti sejenak, memastikan kata-katanya tersampaikan. "Lo denial."

Dia kemudian menatap ketiga gadis itu secara bergiliran, akhirnya berhenti pada Jessy. Tatapan mereka bertemu, dan Rayyan bisa melihat ada gejolak kebingungan dan rasa malu di mata Jessy yang biasanya penuh keyakinan.

"Lepasin cewek itu," perintah Rayyan, kali ini bukan lagi saran, tapi perintah yang tak terbantahkan.

Nita, dengan wajah masih memerah dan mata berkaca-kaca, akhirnya mundur selangkah. Della, melihat Nita menyerah, juga ikut mundur dengan ekspresi kesal.

Gadis yang dibully itu segera melesat pergi, melewati celah antara Rayyan dan dinding, dengan cepat mengucapkan "terima kasih" yang nyaris tak terdengar sebelum menghilang di ujung koridor.

Rayyan tidak berkata-kata lagi. Dia memberikan satu tatapan terakhir kepada Jessy—sebuah tatapan yang penuh dengan kekecewaan, kebencian, dan pengingat akan siapa dirinya sebenarnya—sebelum berbalik dan meninggalkan mereka bertiga di koridor yang sunyi.

Jessy Sadewo tetap berdiri di tempatnya, memperhatikan punggung Rayyan yang menjauh. Rasa malu yang membara menyelimutinya, lebih panas dan lebih menyakitkan daripada kemarahan mana pun. Dia baru saja dilihat sebagai seorang penindas oleh pria yang ingin dia taklukkan. Dan untuk pertama kalinya dalam hidupnya, peran itu terasa sangat, sangat salah.

1
🌺ziRa_hEnY💞🐊🐊
gemes bgt sama Rayyan...kpn berjuang nya yaa...😄
IndahMulya
thor dikit banget, ga puas bacanya
🌺ziRa_hEnY💞🐊🐊
Rayyan berjuang dongggg
IndahMulya
gedeg banget sama ibunya rayyan
🌺ziRa_hEnY💞🐊🐊
Arsya mundur Alon Alon aja yaaa...udah tau kan Rayyan cinta nya sama Jessy...
🌺ziRa_hEnY💞🐊🐊
mengsedih.begini yaa...
kudu di pites ini si ibu Maryam
Naura Salsabila
lemah amat si rayyan
🌺ziRa_hEnY💞🐊🐊
kak..disini usia Rayyan brp THN ?Jessy nya brp THN ??aku udah follow IG nya siapa tau ada spill visual RayyannJessy🤭🤭😄
Nona Lebah: Rayyan itu saat ini udah 23 tahun dan jessy 20 tahun.
total 1 replies
🌺ziRa_hEnY💞🐊🐊
sabarr Rayyann....
Nona Lebah: Jangn lupa mampir di novelku lainnya ya kak. Terimakasih
total 1 replies
IndahMulya
bagussss ayo dibaca...
IndahMulya
lanjut thor.. ceritamu ini emg bikin candu banget 😍
A Qu: ter rayyan rayyan pokoknya thor... ayo kejar cinta jessy
total 1 replies
IndahMulya
makanya rayyan jgn cuma tinggal diam aja, kalau msh syg tuh ayo kejar lagi jessynya, ga usah mikir yg lain, ingat kebahagiaanmu aja kedepan...
Nona Lebah: Hay kak. Bantu aku beri ulasan berbintang ⭐⭐⭐⭐⭐ yaa untuk novel ini. Terimakasih
total 1 replies
IndahMulya
ayo rayyan.. semangattt
🌺ziRa_hEnY💞🐊🐊: semangat Rayyan
total 1 replies
🌺ziRa_hEnY💞🐊🐊
langsung kesini kak
Nona Lebah: Terimakasih kak. Bantu aku dengan beri ulasan berbintang ⭐ ⭐ ⭐ ⭐ ⭐ ya kak untuk novel ini.
total 1 replies
IndahMulya
lanjut thor.. aku dari paijo pindah ke sini cuma buat nyari rayyan sama jessy
Nona Lebah: Makasih kak. Kamu the best 💪
total 1 replies
🌺ziRa_hEnY💞🐊🐊
akhirnya ketemu juga sama cerita ini...keren dan recommend
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!