Satu tubuh, dua jiwa. Satu manusia biasa… dan satu roh dewa yang terkurung selama ribuan tahun.
Saat Yanzhi hanya menjalankan tugas dari tetua klannya untuk mencari tanaman langka, ia tak sengaja memicu takdir yang tak pernah ia bayangkan.
Sebuah segel kuno yang seharusnya tak pernah disentuh, terbuka di hadapannya. Dalam sekejap, roh seorang dewa yang telah tertidur selama berabad-abad memasuki tubuhnya. Hidupnya pun tak lagi sama.
Suara asing mulai bergema di pikirannya. Kekuatan yang bukan miliknya perlahan bangkit. Dan batas antara dirinya dan sang dewa mulai mengabur.
Di tengah konflik antar sekte, rahasia masa lalu, dan perasaan yang tumbuh antara manusia dan dewa… mampukah Yanzhi mempertahankan jiwanya sendiri?
Atau justru… ia akan menjadi bagian dari sang dewa selamanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Cencenz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 6: Kekuatan Tanpa Bantuan
Pagi berikutnya, kabut tipis menyelimuti halaman pelatihan. Udara dingin menggigit kulit, tapi semua murid baru sudah berkumpul, berdiri tegak dalam barisan. Di depan mereka, Lu Ming berdiri dengan pakaian pelatih berwarna biru gelap, sikapnya tenang tapi penuh tekanan tak terlihat.
"Mulai hari ini, pelatihan kalian dimulai," ucap Lu Ming. "Tidak ada waktu bersantai. Kekuatan sejati ditempa, bukan diwariskan. Dan di tempat ini, hanya yang layak yang akan naik tingkat."
Ia mengangkat tangannya. Dari belakang, seorang murid senior berjalan ke depan sambil membawa gulungan bambu.
"Kalian akan dibagi menjadi lima kelompok. Masing-masing akan menjalani pelatihan dasar yang berbeda, tergantung pada penilaian hasil ujian kemarin."
Yanzhi menunggu dalam diam. Ia tidak terlalu peduli masuk kelompok mana, tapi ia waspada, ia tahu beberapa murid mulai memperhatikannya lebih dari sekadar rasa ingin tahu.
"Kelompok Tiga: Yan zhi, Mo Ran, Han Fei, Lin Shu…"
Nama-nama dipanggil, dan kelompok mereka diarahkan ke sisi timur lapangan, tempat tanah lebih terbuka dan dikelilingi tiang-tiang batu besar yang tampak seperti arena.
Seorang pelatih lain muncul di sana, berpakaian serba putih, dengan mata tajam yang menilai tiap murid seperti menimbang barang.
"Aku Pelatih Bai Shen," katanya dingin. “Kalian di sini karena menunjukkan potensi yang belum stabil. Hari ini, kita akan melatih dasar kekuatan fisik dan kontrol energi secara bersamaan.”
Ia menjentikkan jarinya.
Dua pilar batu menyala samar, membentuk lingkaran energi di sekeliling mereka.
"Latihan pertama: berjalan melawan aliran energi."
Tiba-tiba, angin keras menerpa dari arah depan. Tanpa peringatan, tekanan spiritual menghempas tubuh mereka.
Beberapa murid langsung terdorong mundur, terbatuk. Yanzhi maju satu langkah, tubuhnya menegang. Angin itu bukan sekadar angin, itu tekanan murni dari formasi spiritual.
"Tetap jalan. Jangan jatuh, jangan berhenti. Siapa pun yang keluar dari formasi… dianggap gagal hari ini."
Yanzhi menggertakkan gigi. Setiap langkah seolah menyeret seluruh tubuhnya ke belakang. Tapi api samar mulai menyala di dalam dirinya, bukan dari luar, tapi dari tekadnya sendiri.
"Biar kubuktikan… aku bisa berjalan dengan kakiku sendiri."
Langkah pertama terasa seperti melawan badai. Kekuatan dari formasi seolah menekan tulangnya, mencoba memaksanya berlutut. Tapi Yanzhi tidak berhenti.
Di sampingnya, beberapa murid mulai terhuyung. Mo Ran, seorang pemuda bertubuh ramping namun sigap, mendengus, mencoba menahan angin dengan tubuhnya, tapi bahkan ia mulai gemetar.
Yanzhi menunduk, tubuhnya condong ke depan. Setiap ototnya menegang, napasnya berat.
"Ini… lebih berat dari yang kukira."
Suara api dalam tubuhnya diam. Tidak ada bantuan, tidak ada dorongan kekuatan. Hanya kekuatan dirinya sendiri. Tapi justru itu yang ia inginkan.
"Aku harus bisa. Kali ini, tanpa campur tangan siapa pun."
Langkah demi langkah, ia maju. Lambat, tapi pasti. Keringat dingin membasahi pelipisnya meski udara sedingin es.
Pelatih Bai Shen berdiri di luar formasi, memperhatikan dengan ekspresi datar. Namun, matanya menajam saat melihat Yanzhi masih terus melangkah meski tubuhnya sudah mulai gemetar hebat.
"Anak itu…" gumam Bai Shen pelan, tak terdengar oleh siapa pun. "Tekadnya tidak biasa."
Beberapa murid mulai jatuh satu per satu. Ada yang terdorong keluar dari lingkaran. Ada yang jatuh berlutut, tak sanggup berdiri lagi.
Yanzhi sudah tak bisa merasakan kakinya. Tapi ia terus melangkah, seolah satu-satunya hal yang membuatnya tetap berdiri adalah kebencian pada kelemahannya sendiri.
"Aku bukan beban lagi…"
"Aku bukan murid buangan…"
"Dan aku bukan boneka siapa pun…"
Langkah terakhir ia lewati dengan lutut hampir menyeret tanah. Begitu keluar dari lingkaran, tubuhnya ambruk ke samping, napas terengah-engah.
Namun sebelum ia menyentuh tanah, tangan seseorang menangkap bahunya.
"Kau bisa berdiri," kata suara tenang itu.
Yanzhi menoleh pelan. Lu Ming berdiri di sampingnya. Tidak tersenyum, tidak memuji. Tapi sorot matanya menunjukkan satu hal: pengakuan.
"Kau bukan yang terkuat," lanjut Lu Ming. “Tapi kau melangkah paling jauh.”
Yanzhi menggertakkan gigi, lalu memaksa dirinya berdiri tegak lagi.
"Aku belum selesai."
Lu Ming mengangguk pelan, lalu memberi aba-aba dengan tangan.
"Latihan berikutnya, kalian akan menghadapi ujian kontrol energi. Jangan hanya mengandalkan otot dan tekad, tapi pelajari bagaimana mengarahkan kekuatan dari dalam."
Dia melangkah ke tengah arena dan menepuk tanah dengan telapak tangannya. Sebuah gelombang energi bergetar dan membentuk bola bercahaya di udara.
"Ambil bola energi ini, tahan selama mungkin tanpa terjatuh atau kehilangan fokus. Siapa yang gagal, harus mengulang dari awal."
Mata Bai Shen yang tajam menatap Yanzhi dan Mo Ran bergantian. Murid-murid lain mulai bersiap.
Yanzhi menghela napas panjang. Tangannya masih bergetar dari latihan sebelumnya, tapi tekadnya tetap membara.
"Ini kesempatan untuk membuktikan aku bisa tanpa bantuan," pikirnya.
Dia mengangkat tangan, mencoba menggapai bola energi itu. Begitu menyentuhnya, sensasi panas dan berdenyut langsung menyebar ke seluruh tubuhnya.
Beberapa detik pertama terasa ringan, tapi lama kelamaan bola energi itu seperti menuntut lebih, menguras semua konsentrasi dan stamina.
Yanzhi menggigit bibir, berusaha tetap fokus meski keringat mulai menetes di pelipis.
Di sekelilingnya, suara desah dan gemuruh dari murid lain terdengar makin banyak yang gagal.
Yanzhi mulai menurunkan bola energi, hampir kehilangan kendali saat sebuah suara ringan menyela dari samping.
"Hei, cukup kuat ya kamu. Nggak banyak yang tahan sampai menit ke-30."
Yanzhi menoleh, melihat Mo Ran berdiri di sampingnya dengan ekspresi agak tersenyum. Tubuh rampingnya masih tegak walau napasnya berat.
"Kamu juga tidak kalah," jawab Yanzhi pelan, mencoba mengalihkan fokus dari rasa sakit di tangannya.
Mo Ran mengangguk, lalu menepuk bahu Yanzhi.
"Kalau kamu mau, nanti kita bisa latihan bersama. Aku rasa dengan latihan bersama, kita bisa saling dorong buat lebih kuat."
Yanzhi agak terkejut tapi mengangguk pelan.
"Mungkin… aku butuh itu."
Mereka bertukar senyum kecil, dan sejenak suasana tegang di arena menjadi sedikit lebih ringan.
Yanzhi menghela napas dalam, menatap bola energi yang mulai mengecil di tangannya. Tubuhnya masih bergetar, tapi tekadnya makin kuat.
Pelatih Bai Shen mengangkat suara, memotong suasana santai itu.
"Bagus. Tapi latihan baru saja dimulai. Selanjutnya, kalian akan mengendalikan energi itu dalam gerakan serang dan bertahan."
Angin berputar-putar makin kencang, membentuk pusaran energi di tengah arena. Yanzhi tahu ini belum berakhir.
Ia memusatkan pikiran, mencoba merasakan energi di dalam tubuhnya, membimbingnya perlahan.
"Kendalikan… jangan biarkan energi mengendalikanmu."
Setelah beberapa kali percobaan, bola energi di tangannya mulai stabil, walau masih bergetar kecil.
Pelatih Bai Shen mengangguk puas.
"Lebih baik. Tapi ingat, latihan ini bukan hanya soal kekuatan, tapi juga kontrol dan ketahanan."
Yanzhi mengangguk, siap menghadapi tantangan berikutnya dengan tubuh yang mulai lelah tapi semangat yang membara.
...****************...