Fracture Luigi von Rosario, atau yang lebih dikenal dengan nama Frac, merupakan seorang pemuda yang dibesarkan dalam sebuah keluarga bangsawan pihak ibunya yang keras dan dingin, keluarga Rosario. Di sepanjang hidupnya, Frac merasa ada sesuatu yang salah di dalam dirinya—kekuatan aneh yang muncul saat emosinya sedang tidak stabil, mimpi-mimpi aneh yang terus berulang seperti sebuah memori yang menghantui. Frac akhirnya mengetahui sebuah kebenaran saat dirinya berulang tahun yang ke-21. Karena muak dengan segala konflik di dalam keluarga Rosario dan kebenaran akan dirinya sendiri, Frac melarikan diri dari dunia bangsawan. Dalam pelariannya, dia bertemu dengan seorang wanita Elf, pewaris Hutan Suci Priestess Elsie, Araya Khavira Lizie. Penasaran dengan kisah lengkapnya? Ikuti terus cerita novel Hidden.
Novel ini menciptakan nuansa hangat, konflik dingin antara politik dan keluarga, romansa fantasi menyentuh sekaligus gelap, serta beberapa hal yang tidak cocok untuk anak di bawah umur.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon иⱥиⱥツ, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
(5) - Di Dalam Gua
"Kyaaa!" Wanita pemilik manik mata amber berteriak karena ada sesuatu menyentuh pundaknya. Mulutnya langsung ditutup oleh tangan pucat yang dingin.
"Jangan bergerak!" ancam seseorang di dalam kegelapan. "Aku tidak bermaksud jahat. Aku sudah terperangkap di sini selama beberapa hari." Dia melepaskan tangannya perlahan-lahan. "Aku adalah Spirus Imperial. Siapa kau? Kenapa kau bisa berada di sini?"
"Oh, a… perkenalkan, aku Marigold," kata wanita itu. "Aku juga tidak tahu kenapa aku bisa berada di sini. Tapi, kenapa di sini tidak ada cahaya sama sekali? Kenapa pula kamu bisa berada di sini selama berhari-hari?"
"Aku ditangkap oleh seseorang. Dan, kebetulan aku tidak bisa melarikan diri. Jadi, aku berakhir di sini."
🍀 🌱 🍀 🌱 🍀 🌱 🍀 🌱 🍀 🌱
Frac merasa ucapan Raya sangat masuk akal. Dia tidak akan pernah menang melawan Bangsawan Rosario jika dia tidak ingin mencoba. Dia diam-diam mengeratkan tinjunya.
Frac melangkah ke sisi obor lain dengan hati-hati. Berbeda dengan Raya yang harus benar-benar mendekatkan botol kaca, obor itu menyala dengan sendirinya saat dia berdiri di depannya. Itu membuatnya semakin frustasi.
Frac sebenarnya tidak ingin mengakui keberadaannya. Namun, dia seperti ditakdirkan untuk menanggung semuanya. Itu membuatnya marah.
"Jangan marah karena kamu tidak mengetahui apapun soal dirimu sendiri. Itu hal lumrah. Marahlah ketika seseorang mengetahui dirimu yang sebenarnya, tapi memilih untuk menjadikanmu sebagai alat demi memenuhi semua keinginannya sendiri," kata Raya. Dia melangkah maju, menyalakan satu per satu obor di sebelah kiri.
Sementara itu, Frac bergeming. Dia menarik napas panjang, membiarkan ucapan Raya menggema di dalam relung jiwanya. Dia benar, aku tidak seharusnya marah karena siapa diriku. Tapi, kenapa ayah—maksudku, paman—membutuhkan aku sebagai keturunan dari Imperial? Jika memang benar, kenapa dia tidak mengancam ayah kandungku menggunakan ibuku saja? batinnya.
Frac melangkah maju. Obor demi obor menyala saat dia lewat. Cahaya hijau dari obor menyinari wajahnya yang tampak resah. Begitu dia melewati obor terakhir, sebuah pintu batu bergerak terbuka, menyisakan pemandangan sebuah ruangan yang diterangi oleh lilin yang terbuat dari embrio bayi berbagai ras makhluk hidup.
Frac membelalakkan matanya, terpaku di ambang pintu. Pemandangan embrio-embrio itu membuat perutnya bergejolak. Lilin-lilin itu berpijar pelan, seolah-olah masih hidup. Cahayanya sedikit redup, tapi cukup untuk menerangi seisi ruangan.
Selain lilin-lilin dari embrio, di dalam sana juga ada patung-patung dari tanah liat yang sangat menyeramkan. Entah kenapa, firasat Frac tidak begitu bagus. Dia seolah ingin kabur dari tempat itu.
Raya melangkah masuk tanpa ragu. Dia tidak menunjukkan rasa takut, tapi juga raut wajahnya sangat aneh, mungkin dia juga merasa tidak nyaman setelah melihat keanehan itu.
Frac menarik napas panjang. Dia tidak ingin memikirkan kengerian dari ruangan itu. Jika ruangan itu saja sudah mengerikan, apa lagi perbuatan pamannya selama ini, pasti lebih sadis.
Setiap langkah kaki Frac terasa begitu berat, pikirannya juga mulai berputar. Ada beberapa pecahan-pecahan mimpi yang tiba-tiba saja muncul di dalam kepalanya: Ada tangisan, jeritan, dan beberapa bahasa tua yang tidak pernah dia ketahui, tapi entah kenapa bisa dia pahami. Dia juga melihat sosok wanita pemilik manik mata amber bernama Marigold, ibunya, yang sedang mengelus perutnya yang membuncit dengan mata yang berkaca-kaca, lalu sosok ibunya itu menghilang dalam semburat darah.
Raya berjalan ke tengah ruangan, mengambil patung dari tanah liat yang diletakkan di sana. Di bawah patung tanah liat itu terdapat sebuah gulungan kain. Saat dibuka, dia dapat melihat kalau kain itu berisi tulisan-tulisan kuno yang menceritakan tentang sesuatu. "Coba ke sini sebentar," dia memanggil Frac yang berusaha menahan sesuatu yang mulai naik ke atas kerongkongan.
Frac berjalan ke sisi Raya. Tubuhnya seolah seperti sedang menarik rantai dari masa lalu yang tidak pernah dia ingat maupun ketahui, tapi kini semuanya seolah sedang menyeruak paksa ke permukaan. Di dalam kepalanya berkecamuk emosi yang sulut dijelaskan: Entah itu marah, sedih, cemas, jijik, semuanya bercampur menjadi satu.
Raya menyodorkan gulungan kain itu kepada Frac. "Coba baca ini. Dan, ini." Dia menunjuk ke salah satu lukisan seorang wanita cantik bermanik mata amber. "Apakah kamu mengenalnya?"
Frac langsung menjatuhkan gulungan itu dari tangannya. Tubuhnya gemetar setelah membaca hal-hal yang tertulis. Kemudian, dia tertawa terbahak-bahak sampai mendengus jijik. "BAJXNGAN!" cercanya marah. "DASAR BAJXNGAN SIALAN! APAKAH DIA MASIH PUNYA HATI NURANI?! SIAL! SIALAN!"
Raya tidak berusaha menenangkan Frac. Dia tahu kalau pemuda itu telah hancur sedalam-dalamnya. Dia tahu perasaan itu, dia paham, dan dia tidak ingin memperumit keadaan.
Manik mata amber Frac berubah menjadi manik ruby. "Bajxngan itu ingin bermain-main denganku? Ingin menjadikan aku alatnya setelah apa yang dia lakukan kepada ayah kandungku dan ibuku? Aku yang akan bermain-main dengannya dan membalaskan dendam. Sialan sekali. Hal tersial dalam hidupku adalah aku pernah percaya kepadanya dan pernah menganggapnya begitu dekat sebagai keluarga."
Raya menarik napas panjang. Sorot matanya mengeras, bukan karena takut pada Frac, tapi karena melihat pecahan dirinya sendiri di dalam pemuda itu. Dia sangat paham, seseorang marah dan kehilangan kontrol bukan karena dirinya lemah, melainkan karena dia mengetahui kebenaran yang terlalu menyakitkan untuk diterima oleh akal sehat.
Sementara itu, entah kenapa lilin-lilin embrio di ruangan itu seolah-olah hidup dan bereaksi terhadap aura Frac. Mereka berkedip liar, beberapa simbol aneh dan sangat kuno muncul di dinding gua. Amarah Frac seolah-olah menjadi kunci untuk memanggil sihir kuno yang sudah lama hilang.
"Kamu boleh marah. Kamu boleh mendendam. Semuanya masuk akal," kata Raya. Dia sedikit panik ketika melihat simbol-simbol aneh muncul. Dia tahu gunanya, hanya saja terlalu dini untuk mengungkapkannya. "Tapi, aku harap kemarahan itu tidak menutup hati nurani. Jangan menjadi seperti si Tua Rosario. Kamu tidak perlu kehilangan kewarasan karena saat ini kamu marah."
Frac menyeringai. "Aku tidak akan menjadi pamanku," balasnya sambil menatap lurus ke arah Raya. "Tapi, aku sudah muak menjadi anak manis. Aku sangat marah hingga ingin mencabik-cabik dirinya saat ini juga. Semua hal yang dia perbuat, semua rasa sakit yang aku—juga kau, juga orang lain—terima, aku akan membalasnya berkali-kali lipat."
Gulungan kain di atas lantai terbakar dengan sendirinya. Cahaya-cahaya lilin embrio yang semula berwarna merah oranye, berubah menjadi warna hijau, seperti surai rambut Raya.
Patung tanah liat di tangan Raya tiba-tiba saja bergerak tidak karuan. Ia terlepas dari genggaman tangan Raya dan terbang ke hadapan Frac.