NovelToon NovelToon
Teperdaya Maharani Merindu

Teperdaya Maharani Merindu

Status: sedang berlangsung
Genre:Sci-Fi / Misteri / Romansa Fantasi / Peran wanita dan peran pria sama-sama hebat
Popularitas:350
Nilai: 5
Nama Author: OMIUS

Di tengah masalah pelik yang menimpa usaha kulinernya, yang terancam mengalami pengusiran oleh pemilik bangunan, Nitara berkenalan dengan Eros, lelaki pemilik toko es krim yang dulu pernah berjaya, namun kini bangkrut. Eros juga memiliki lidah istimewa yang dapat membongkar resep makanan apa pun.
Di sisi lain, Dani teman sedari kecil Nitara tiba-tiba saja dianugerahi kemampuan melukis luar biasa. Padahal selama ini dia sama sekali tak pernah belajar melukis. Paling gila, Dani tahu-tahu jatuh cinta pada Tante Liswara, ibunda Nitara.
Banyak kejanggalan di antara Dani dan Eros membuat Nitara berpikir, keduanya sepertinya tengah masuk dalam keterkaitan supernatural yang sulit dijelaskan. Keterkaitan itu bermula dari transfusi darah di antara keduanya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon OMIUS, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Yang Ketiga Belas

“Tara, aku sudah tegas katakan kalau aku tidak sedang butuh uang! Aku cuma butuh tempat untuk menjalankan usaha baruku.”

Kesekian kalinya Nitara harus dikecewakan oleh sikap bersikukuh Delisa. Barusan dia telah mencoba merayu Delisa, supaya berkenan menjual bangunan dan lahan yang selama puluhan tahun telah ditempati RM. Sambal Kejora. Sebelumnya dia sampai berani berencana, menjaminkan rumah tempat tinggalnya bersama sang ibu demi beroleh pinjaman bank. Sayangnya walau sudah menawarkan harga jual dua kali lipat dari harga pasaran, namun Delisa tetap enggan tergiur.

Masa depan rumah RM. Sambal Kejora sepertinya memang menjurus muram. Benar, dirinya masih memiliki jurus penyelamat, yakni memindahkan lokasi RM. Sambal Kejora ke Teman Segar. Kendati demikian sejatinya dia menyangsikan bila toko es krim yang pernah laris di masanya itu masih bertuah. Masih sanggup mengikat pelanggan setia RM. Sambal Kejora.

Tetap Nitara meyakini, tuah sebenarnya justru pada bangunan yang sekarang menjadi milik Delisa. Dan memang terbukti.

Rencana memindahkan RM. Sambal Kejora sebenarnya lebih ditujukan untuk mengukur, seberapa dalam kadar cinta Eros padanya. Untuk mengukurnya dia butuh instrumen kadar cinta, yang tak lain kesediaan Eros untuk mengorbankan hal esensial untuknya. Nitara lalu memilih Teman Segar.

Dalam penilaiannya Eros layak dinyatakan lulus uji. Meski di awal sempat terlihat bingung menentukan sikap, namun pada akhirnya lelaki itu tak keberatan bangunan ruko Teman Segar berbagi tempat dengan RM. Sambal Kejora. Kendati demikian Nitara masih enggan buru-buru mempersilahkan Eros melamarnya. Dia masih ingin melihat seberapa sabar lelaki itu dalam menunggu.

Penat memikirkan upaya menyelamatkan RM. Sambal Kejora, perilaku sang ibu malah menambah beban pikirannya. Nitara hanya dapat turut terenyuh menyaksikan ibunya saat ini. Tiada sedikit pun menampak ceria, ibunya kini benar-benar bermuram durja. Dia merasa ibunya seperti di awal-awal ditinggal mati bapaknya.

“Ibu rindu sekali pada bapakmu, Tara. Ibu enggak kuat menahannya!” Keluhan seperti ini acapkali keluar dari mulut ibunya. Tanpa wangi uap minyak aroma terapi, ibunya tak dapat lagi menghadirkan sensasi bayangan fantasi bapaknya. Padahal meski hanya ilusi semata, namun sensasi yang diberikan aroma minyak amatlah berguna sebagai pelipur lara ibunya.

“Coba Tara cari-cari lagi, pasti masih ada sisa minyak aroma terapi di rumah!”

Ibunya juga berulang-ulang kali memerintahkan dirinya, sedapat mungkin menemukan botol yang masih menyisakan minyak aroma terapi. Ibunya seperti tak mau tahu, padahal Nitara sudah menyisir habis rumahnya. Demikian pula dengan sudut-sudut RM. Sambal Kejora. Apa daya, minyak aroma terapi tersisa tak urung ditemukannya. Bahkan untuk sekedar botol bekas penyimpanannya.

Bak pengguna narkoba yang tengah mengalami sakau akibat berhenti mendadak, begitulah kondisi ibunya saat tidak ditemani wangi uap minyak aroma terapi, terus-terusan gelisah dan merasa badan serba tak enak. Tragisnya Nitara tak mampu berbuat banyak demi melipur lara ibunya. Terlebih ibunya malah mengamuk begitu hendak dibawa berobat ke psikiater. Nitara malah sempat dimaki-maki ibunya. Dianggap anak durhaka karena menganggap ibunya sudah gila.

Kembali dari rumah Delisa, Nitara yang terus menggerutu dalam perjalanan pulang lekas menghentikan laju sepeda motornya begitu tiba di depan gerbang rumahnya. Di sana dia melihat Irman tengah berdiri menghadangnya.

“Dek Tara bisa kita mengobrol sebentar, tapi jangan di dalam rumah, di sini saja!”

Tak biasanya Irman memintanya mengobrol di depan gerbang rumah. Irman seolah-olah orang luar saja. Sedangkan sebagai anak asuh ibunya, sedari dulu Irman dibebaskan keluar masuk rumah.

Setelah memarkirkan sepeda motornya, Nitara memilih melayani saja permintaan mengobrol Irman. “Memang seserius apa sih sampai-sampai Tara harus ngobrol di sini sama Kak Irman?”

“Soalnya Kakak enggak mau obrolan kita berdua didengar Ibu.”

“Hmmm ... kayaknya Kak Irman mau bocorin sebuah rahasia.”

“Dibilang rahasia ... sepertinya enggak juga. Cuma Ibu sempat meminta Kakak supaya tidak mengungkapkannya pada orang lain.”

Sembari tertawa ringan Nitara spontan menimpali. “Itu sih namanya membocorkan rahasia, Kak Irman.”

“Ini menyangkut botol minyak aroma terapi racikan Ibu.”

Dari yang awalnya hanya bersikap sambil lalu saja, kurang begitu antusias meski Irman mengaku hendak serius mengobrol dengannya, namun begitu minyak aroma terapi terucap dari mulut Irman, Nitara sepertinya harus menyimaknya baik-baik.

“Kak Irman masih menyimpan botolnya?”

“Bukan Kakak, tapi orang lain yang menyimpannya.”

“Siapa?” desak Nitara penuh antusias.

“Teman Ibu yang bernama Pak Juanda.”

Karena ibunya kerap dikirimi lukisan, Nitara tentu tak asing dengan teman ibunya yang berprofesi sebagai pelukis itu. Sekali malah dirinya pernah bertemu muka ketika masih remaja dulu. Namun, Irman menyebut Pak Juanda menyimpan botol aroma terapi racikan ibunya, Nitara merasa harus mempertanyakannya lagi.

“Tahu dari mana Pak Juanda masih menyimpan botolnya?”

“Dari paket yang selalu dikirim Ibu. Dulu setiap empat bulan sekali Ibu pasti mengirim paket rahasia untuk Pak Juanda. Isi paketnya botol minyak aroma terapi.”

“Paket rahasia, tapi lucunya Ibu kasih tahu Kak Irman kalau isinya botol-botol minyak aroma terapi.”

“Ibu enggak kasih tahu isi paketnya. Kakak jadi tahu gara-gara satu kali paketnya pernah basah. Mungkin botol di dalamnya ada yang pecah. Ibu kemudian mengganti bungkus paketnya dengan yang baru.”

“Pasti Kak Irman sempat mencium bau minyak aroma terapi.”

“Makanya Kakak jadi tahu isi paket rahasia Ibu.”

“Tara yang jadi anak saja enggak pernah tahu kalau Ibu rutin kirim paket botol minyak aroma terapi. Anehnya Kak Irman sampai bisa tahu.”

“Karena semenjak terkena serangan stroke, Kakak yang akhirnya ditugaskan Ibu mengirim paketnya. Cuma Ibu meminta Kakak merahasiakan pengiriman paketnya.”

“Ibu masih mengirim paket pasca stroke ...? heran Nitara, menemukan hal tidak logis dari pengakuan Irman. Namun, kemudian dia lekas teringat jika sebelum terserang stroke ibunya sempat meracik minyak aroma terapi dalam jumlah berlebih, layaknya komoditas pasaran saja.

“Berarti di rumah Ibu masih simpan stok minyak aroma terapi.”

Irman menggelengkan kepala sebelum kemudian berkata, “Terakhir Ibu menyuruh Kakak kirim paket sekitar dua tahun lalu. Malah Ibu sempat bilang, mungkin ini kiriman paket terakhir.”

Walau menyesalkan, namun Nitara percaya pengakuan Irman. Dia pun paham maksud dan tujuan anak asuh ibunya, yang malahan membocorkan perkara pengiriman paket rahasia pada dirinya. Irman hendak turut berupaya membantu menghilangkan lara ibunya. Sebelumnya dia pernah menceritakan keistimewaan lidah Eros pada Irman.

 “Kakak yakin kalau Pak Juanda masih punya stok minyak aroma terapi. Terakhir kali Kakak mengirimnya hanya dua hari sebelum almarhum meninggal.”

“Kak Irman masih ingat alamat rumah Pak Juanda?”

“Ini yang Kakak sayangkan, Kakak benar-benar lupa alamatnya. Soalnya setiap kali Ibu kirim paket, alamatnya selalu beda-beda. Yang Kakak ingat, alamat rumahnya selalu di Bandung.”

“Mudah-mudahan Ibu masih ingat. Logikanya karena ibu yang kirim, semestinya Ibu punya catatan alamat rumah Pak Juanda.”

“Dek Tara coba pancing-pancing Ibu. Tapi, ingat jangan sebut-sebut nama Kakak! Takutnya Ibu curiga kalau Kakak yang bocorkan soal paket rahasia itu.”

“Kak Irman enggak perlu khawatir, Tara enggak bakalan kasih tahu Ibu. Terima kasih atas keberanian Kak Irman mengungkapkan satu rahasia pada Tara.”

 o13o

1
Asnisa Amallia
Enak banget karya ini, aku nggak sabar nunggu kelanjutannya!
Yusuf Muman
Menyentuh hati.
Mich2351
Aku suka banget sama karakter-karakternya 😍
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!