Tiga tahun Arunika rela menjadi istri yang sempurna. Ia bekerja keras, mengorbankan harga diri, bahkan menahan hinaan dari ibu mertua demi menyelamatkan perusahaan suaminya. Namun di hari ulang tahun pernikahan mereka, ia justru dipaksa menyaksikan pengkhianatan paling kejam, suami yang ia cintai berselingkuh dengan sahabatnya sendiri.
Diusir tanpa belas kasihan, Arunika hancur. Hingga sosok dari masa lalunya muncul, Rafael, pria yang dulu pernah dijodohkan dengannya seorang mafia yang berdarah dingin namun setia. Akankah, Rafael datang dengan hati yang sama, atau tersimpan dendam karena pernah ditinggalkan di masa lalu?
Arunika menyeka air mata yang mengalir sendu di pipinya sembari berkata, "Rafael, aku tahu kamu adalah pria yang kejam, pria tanpa belas kasihan, maka dari itu ajari aku untuk bisa seperti kamu!" tatapannya tajam penuh tekad dan dendam yang membara di dalam hatinya, Rafael tersenyum simpul dan penuh makna, sembari membelai pipi Arunika yang basah.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aisyah Alfatih, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
21. Dia mungkin orangnya
Perlahan, kelopak mata Arunika bergetar. Kepala terasa berat, denyut nyeri di pelipisnya membuatnya meringis. Saat ia berusaha bangkit, tangannya menyentuh lantai dingin yang lembap. Arunika membuka mata lebih lebar dan sedikit gelap. Hanya ada lampu kuning redup di sudut ruangan, menggantung rapuh dan bergoyang setiap kali angin menembus celah dinding besi. Ruangan itu sempit, dindingnya dari bata kusam penuh bercak hitam, dan bau karat bercampur darah lama membuat perutnya mual.
“Aku … di mana ini…?” bisiknya parau.
Tangannya meraba ke arah pergelangan, ada borgol besi yang menahan geraknya ke pipa tua di dinding. Jantungnya berdegup cepat, napasnya mulai memburu. Ia mencoba menarik, tapi semakin keras ia melawan, semakin perih kulit pergelangannya tergores.
Tiba-tiba suara langkah terdengar. Suara berat, pelan tapi pasti, mendekat dari balik pintu besi yang berderit pelan. Arunika menahan napas, tubuhnya menegang.
Ceklek!
Pintu terbuka, cahaya dari luar menyorot sebentar, memperlihatkan sosok pria bertubuh tinggi besar, wajahnya setengah tertutup masker hitam. Matanya menatap Arunika tajam, dan dingin.
“Sudah bangun rupanya,” suaranya serak.
Arunika menelan ludah. “Siapa kau?! Apa maumu dariku?!”
Pria itu tidak langsung menjawab, hanya berjalan masuk perlahan. Sepatunya beradu dengan lantai semen, menimbulkan gema menyeramkan. Ia berhenti tepat di depannya, lalu jongkok hingga sejajar dengan wajah Arunika.
“Aku tidak butuh jawabanmu,” katanya datar. “Tugas kami hanya menjaga sampai seseorang datang menjemputmu.”
Arunika menegang. “Seseorang …? Siapa?”
Pria itu tidak menjawab, hanya menegakkan tubuh lalu melangkah keluar. Pintu kembali menutup keras di belakangnya. Arunika menggertakkan gigi.
Mansion Pentronas.
Ruang bawah tanah mansion Rafael bergetar oleh suara amarahnya. Rafael menghantam meja kayu hingga retak, membuat para bawahannya gemetar menunduk.
“Cari Arunika!” teriaknya. Suaranya berat, penuh bara. “Kerahkan semua jaringan, semua orang! Aku tidak peduli berapa harga yang harus dibayar, temukan dia!"
Marco yang berdiri di sampingnya hanya bisa mengangguk cepat. “Baik, Tuan. Tim sudah menyisir jalur CCTV. Tapi … ada celah, mobil yang membawa Nona Arunika tiba-tiba hilang dari radar, rekaman terputus. Seperti ada seseorang yang sengaja memutusnya.”
Rafael mendongak, matanya merah penuh amarah. “Tidak ada yang bisa menutup jejakku … kecuali satu orang.”
Marco menelan ludah, sadar siapa yang dimaksud majikannya.
“Kalau benar dia yang turun tangan…” Rafael menggeram, “maka ini bukan sekadar penculikan ... Dia menginginkan pertumpahan darah,"
Sementara itu, di ruangan pengap tempat Arunika dikurung, pintu kembali berderit terbuka. Langkah kaki terdengar kali ini lebih ringan, namun berwibawa. Dari kegelapan, muncul sosok wanita dewasa dengan penampilan elegan, gaun sederhana tapi berkelas, rambut tergerai rapi, dan tatapannya tajam bagaikan belati. Arunika menahan napas, dan aura wanita itu berbeda dingin, anggun, tapi berbahaya.
“Jadi ini Arunika…” ucapnya datar, seolah sedang menilai barang antik. “Kau memang mirip ibumu.”
Arunika mengerutkan kening. “Siapa kau?!”
Wanita itu tidak menjawab pertanyaan, malah tersenyum tipis. “Rafael melindungimu mati-matian. Sayang sekali, kau tidak tahu … dia tidak mencintaimu. Dia hanya memanfaatkanmu. Semua ini adalah bagian dari dendamnya pada keluargamu.”
Arunika terperanjat, tubuhnya bergetar. “Bohong! Kalau Roman yang melakukan kesalahan, balaslah padanya! Aku tidak ada hubungannya!”
Wanita itu terkekeh pelan, lalu meraih dagu Arunika dengan cengkeraman kuat, memaksa gadis itu menatapnya.
“Bodoh,” bisiknya tajam. “Roman hanyalah pion, pilar yang kami gerakkan sesuka hati. Dia bukan ayahmu.”
Arunika membeku, karena wanita itu juga tahu tentang Roman. Wanita itu menunduk sedikit, matanya berkilat dingin.
“Tahukah kau siapa orang tuamu sebenarnya? Tuan Arum dan Nyonya Muda Larasastri. Mereka pewaris sejati keluarga Arummuda. Tapi Roman menghianati mereka … dia membunuh ibumu setelah melahirkanmu. Dia merawatmu bukan karena cinta. Dia butuh sidik jarimu, retina matamu, untuk membuka brankas keluarga Arummuda.”
Arunika merasa seluruh dunia runtuh di hadapannya, suaranya pecah. Meskipun dia tahu Roman bukan orang tuanya. Namun, ketika mendengar orang tuanya dibunuh, hati Arunika kembali sakit.
“Siapa aku sebenarnya…?!” tanyanya keras.
Wanita itu tersenyum samar, melepas cengkeramannya, lalu berbalik. “Itu biar kau cari tahu sendiri. Aku sudah menanamkan cukup luka dalam hatimu.” Tanpa menjawab lebih jauh, wanita itu melangkah pergi, meninggalkan Arunika dengan tangisan tertahan dan dada yang hampir meledak oleh kenyataan pahit.
Salam kenal Thor.. 🙏🏻
mikir nihh
Berarti wanita yng di tahanan bawah tanah bisa jadi itu ibu nya Arunika ??