Axel sedang menata hidupnya usai patah hati karena wanita yang selama ini diam-diam ia cintai menikah dengan orang lain. Ia bahkan menolak dijodohkan oleh orang tuanya dan memilih hidup sendiri di apartemen.
Namun, semuanya berubah saat ia secara tidak sengaja bertemu dengan Elsa, seorang gadis SMA yang salah paham dan menganggap dirinya hendak bunuh diri karena hutang.
Axel mulai tertarik dan menikmati kesalahpahaman itu agar bisa dekat dengan Elsa. Tapi, ia tahu perbedaan usia dan status mereka cukup jauh, belum lagi Elsa sudah memiliki kekasih. Tapi ada sesuatu dalam diri Elsa yang membuat Axel tidak bisa berpaling. Untuk pertama kalinya sejak patah hati, Axel merasakan debaran cinta lagi. Dan ia bertekad, selama janur belum melengkung, ia akan tetap mengejar cinta gadis SMA itu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mutzaquarius, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 6
Tiga siswi mendekat dengan langkah angkuh, tatapan mereka tajam dan meremehkan. Mereka berhenti tepat di depan Axel dan Elsa, memandang keduanya dari ujung kaki hingga kepala seolah menilai sesuatu yang tidak layak.
"Jika dilihat-lihat, kalian memang serasi. Cocok sekali jadi sepasang kekasih," sindir salah satu dari mereka, yang bernama Meyra.
"Jangan asal bicara. Aku sudah menganggapnya seperti kakakku sendiri," sangkal Elsa cepat, dengan nada yang terdengar tegas.
Axel menoleh ke arahnya. Ucapan itu, entah mengapa terdengar menyakitkan.
"Seperti kakak?" Meyra menyeringai sinis. Ia menyilangkan tangan di dada dan sedikit mencondongkan tubuhnya ke arah Elsa. "Lucu sekali. Padahal tadi, aku lihat kalian ... berciuman."
"Kau ... "
"Sudahlah, El," potong Meyra dengan nada dingin. "Kalian memang cocok, kok. Sama-sama miskin."
Tawa meremehkan meledak dari kedua temannya, menambah suasana semakin memanas.
Axel langsung menoleh tajam. Wajahnya mengeras, rahangnya mengatup kencang, dan sorot matanya berubah dingin dan penuh amarah. Ia hampir saja membuka mulut untuk membalas, namun tangan Elsa lebih dulu menahannya.
"Sudah, biarkan saja," bisik Elsa. Ia lalu berbalik menghadap Meyra dengan senyum tipis yang penuh sarkasme.
"Meyra, kau ini tidak pernah sikat gigi, ya? Kenapa mulutmu bau sekali?" Elsa menutup hidungnya sambil mengibas pelan tangannya di depan wajah, seolah mencium aroma menyengat yang mengganggu.
"Kau!!" seru Meyra dengan nada tersinggung. Wajahnya langsung memerah, matanya membelalak tidak percaya. "Awas kau, ya!" geramnya, lalu berbalik dengan gerakan kasar, menghentakkan kaki dan pergi sambil mengumpat pelan, diikuti kedua temannya.
Axel tidak bisa menahan tawanya. Ia tertawa lepas, lalu mengacungkan dua jempol ke arah Elsa. "Wow ... itu luar biasa," ucapnya dengan senyum lebar. "Kau jauh lebih berani dari yang ku bayangkan."
"Orang seperti dia memang harus diberi pelajaran," sahut Elsa sambil tersenyum simpul. Namun sesaat kemudian, ekspresinya berubah. Senyumnya memudar, dan rona merah perlahan menyelimuti pipinya. Ia cepat-cepat memalingkan wajah, teringat akan ciuman singkat yang sempat terjadi sebelumnya.
"Ka-kalau begitu, aku ke kelas dulu." Ucapnya terburu-buru sambil melangkah cepat menjauh, meninggalkan Axel yang masih berdiri di tempat, menatap punggungnya dengan dahi mengernyit.
"Ada apa dengannya?" gumam Axel, bingung. Namun, sedetik kemudian, Axel tampak tersipu. Tangannya tanpa sadar menyentuh bibirnya, mengingat ciuman tidak terduga yang baru saja terjadi. Jantungnya masih berdetak kencang, seakan merasakan euforia.
"Astaga … baru kali ini aku merasa jantungku seperti mau meledak," gumamnya pelan, nyaris tidak percaya. "Apa aku ... jatuh cinta lagi?"
Axel buru-buru menggeleng, mencoba menghapus pikiran itu. Tapi perasaan itu tetap ada, getaran halus yang muncul saat berada dekat dengan Elsa, sama dengan getaran yang dulu pernah ia rasakan bersama Glenzy. Tidak! Tapi ini, terasa jauh lebih dalam dan nyata.
"Tidak! Aku tidak bisa seperti ini terus," desisnya lirih, menatap lurus ke depan. "Jika ini benar cinta, aku harus berani mengungkapkannya. Tapi, sebelum itu …"
Senyum menyeringai muncul di wajahnya. Ia berbalik arah, kembali menuju ruang kepala sekolah, karena ada sesuatu yang harus ia selesaikan terlebih dahulu.
...****************...
Setelah menyelesaikan urusannya di sekolah, Axel memutuskan untuk pulang. Tapi wajahnya tampak gelisah. Ia mondar-mandir di ruang tamu, dan sesekali melirik ke arah pintu, berharap si pemilik rumah akan segera pulang.
Ya, sebagai pemilik perusahaan, tidak sulit mengetahui jadwal para karyawannya, termasuk OB. Dan Roy, salah satu OB yang sedang mendapat giliran shift pagi. Itu berarti, tidak lama lagi, ia akan pulang.
Dan, benar saja. Beberapa saat kemudian, pintu depan terbuka. Roy masuk dengan langkah berat, melempar tubuhnya ke sofa sambil menghembuskan napas panjang.
"Huft … hari ini cukup melelahkan," gumam Roy, setengah mengeluh.
Melihat Roy, mata Axel berbinar. Ia bergegas ke dapur, menuangkan segelas air dingin, lalu kembali dan menyodorkannya pada Roy.
"Kau sudah pulang, ya? Ini, minum dulu," ujar Axel dengan nada ramah.
Roy mengernyit, menatap Axel dengan curiga. "Kenapa kau masih di sini?" tanyanya datar.
"O-oh, itu …" Axel segera duduk di depan Roy. Ia memasang ekspresi sedih, berusaha menarik simpati. "Sebenarnya, aku juga ingin pergi dari sini. Tapi ... aku tidak tahu harus ke mana. Hutangku menumpuk, dan aku tidak punya tempat tinggal."
Axel menunduk, berpura-pura menampilkan kesedihan. "Aku … bolehkah aku tinggal di sini? Aku akan bayar sewanya. Kebetulan, aku baru saja dapat pekerjaan. Jadi ... "
Roy terdiam. Wajahnya tidak menunjukkan emosi, namun pikirannya melayang ke masa lalu, masa saat ia juga pernah berada di posisi Axel. Terlunta-lunta, tidak punya tempat pulang, dan harus mengandalkan kebaikan orang lain.
Akhirnya, Roy mengangguk pelan. "Baiklah. Kau boleh tinggal di sini dan kau tidak perlu membayar sewa. Tapi jangan salah paham, aku mengijinkan mu tinggal, bukan berarti aku menanggung semua kebutuhan mu. Untuk makanan sehari-hari, kau urus sendiri."
Axel langsung berseri-seri. Senyum lebar terukir di wajahnya. "Terima kasih, Roy. Terima kasih banyak."
"Ya sudah, aku mau istirahat dulu. Sebentar lagi, aku harus kembali bekerja." Roy bangkit dari tempat duduknya, menuju kamar dengan langkah yang lelah.
Sementara Axel masih di tempat, menatap Roy yang menghilang dari balik pintu. "Yes!" serunya bersorak senang
Tempat tinggal sudah ia dapatkan, dan kini ia bisa lebih dekat dengan Elsa. Hanya tinggal menunggu waktu hingga ia benar-benar bisa memahami perasaannya dan mengungkapkan semuanya.
Tapi, sepertinya semua sia-sia belaka. Hari itu, Axel sendirian di rumah, karena Roy harus kembali bekerja paruh waktu untuk menutup kebutuhan hariannya.
Melihat semua itu, Axel mulai merenung. Betapa berat kehidupan yang mereka jalani. Tidak semua orang seberuntung dirinya yang lahir di tengah-tengah keluarga yang hangat dan berkecukupan.
Namun, ia cukup kagum dengan kegigihan kakak beradik itu. Setelah bekerja di perusahaan nya, Roy kembali mengambil pekerjaan paruh waktu. Dan, Elsa? Sepulang sekolah, ia langsung menuju Cafe, untuk bekerja.
Tapi, Saat ini, senja berubah menjadi malam dan langit semakin gelap. Belum ada tanda-tanda Elsa maupun Roy akan pulang.
Axel mulai gelisah. Ia melirik jam dinding, dan akhirnya memutuskan untuk menjemput Elsa.
Namun, langkah Axel terhenti saat sampai di depan Cafe tempat Elsa bekerja. Napasnya tercekat, tubuhnya membeku di tempat.
Di bawah lampu redup cafe yang mulai sepi, Axel melihat Elsa berdiri di dekat seorang pria. Mereka tampak dekat. Pria itu tertawa pelan sambil menyentuh pundak Elsa, dan Elsa ... Dia tidak menolak.
Jantung Axel seolah diremas. Pandangannya mengabur oleh emosi yang tidak bisa ia jelaskan. Luka lama yang baru mulai sembuh, terasa kembali terbuka.
"Apa yang sedang aku lihat ini?" bisiknya pelan.
Ia berdiri di sana, tidak tahu harus melangkah maju atau pergi menjauh. Namun satu hal pasti, hatinya baru saja merasakan guncangan hebat.
"Siapa pria itu?" batinnya.
axel martin panik bgt tkut kebongkar
hayolah ngumpet duluu sana 🤭🤣👍🙏❤🌹
bapak dan anak sebelas duabelas sangat lucu dan gemesin....