Drasha, si gadis desa yang cantik dan planga-plongo tiba-tiba diklaim sebagai keturunan keluarga Alveroz yang hilang 15 tahun silam.
Kecuali Nyonya Besar Alveroz, tidak ada dari keluarga itu yang menerima Drasha. Bahkan dua orang yang katanya mama papa biologis Drasha lebih mengutamakan sang anak angkat.
Bagi mereka, Drasha adalah putri palsu yang hanya ingin memanfaatkan harta keluarga Alveroz. Sementara itu, sang anak angkat yang pandai mengambil hati keluarga, membuat posisi Drasha semakin terpojok.
Tanpa mereka tahu, planga-plongo itu hanyalah topeng Drasha, gadis itu juga bukan ingin memeras harta keluarga Alveroz. Tetapi, dia datang membawa dendam dalam hatinya selama bertahun-tahun.
Siapa Drasha sebenarnya? Apakah dia memang putri palsu atau justru putri asli keluarga Alveroz? Dendam apa yang dibawa oleh Drasha? Apakah dia akan berhasil membalaskan dendamnya itu?
Yuk temukan jawabannya di cerita Drasha.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yita Alian, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Gadis Desa yang Diremehkan
Drasha akhirnya berdiri di tengah panggung bersama dengan biola serta busur di tangannya. Dia membungkuk hormat sekilas.
Di depan sana, terdapat tiga juri. Di kursi penonton, bukan cuma Rachelle dan siswa non-member, tapi para anggota orkestra juga turut hadir untuk menyaksikan audisi calon anggota baru tersebut.
"Kami sudah membaca esai pendek yang kamu tulis, Drasha Melanie." Salah satu juri wanita berkacamata menyahut. "Dari formulir pendaftaran kamu juga menunjukkan kalau kamu sebelumnya tidak mengikuti kursus apapun, saya khawatir kamu tidak bisa memainkan biola dengan benar."
"Karena banyak orang di luar sana yang menganggap bermusik itu hanya sekedar mengeluarkan suara yang indah tanpa tahu tekniknya dengan benar," juri seorang pria ikut menambahkan.
Drasha belum menampilkan apa-apa, tapi sudah diremehkan. Selain dua juri itu, suara samar dari beberapa penonton di depan sana juga menyentuh pendengaran gadis itu.
"What on earth!? Pede amat cewek kampung itu mau main biola."
"Gak ikut kursus formal juga lagi, yakin banget dia mainnya acak-acakan."
"Coba tebak dia bakalan mainin lagu apa?"
"Lagu dari desanya nggak sih, hahaha."
Drasha menyahut dengan tenang, "saya akan berusaha menampilkan yang terbaik, Miss… Sir…"
Salah satu juri wanita berambut panjang, yang tidak ikut mengomentari Drasha akhirnya buka suara. "Kita masih punya banyak peserta yang mau ikut audisi ini, tidak perlu berkomentar panjang lebar bahkan sebelum dia tampil," dia menyindir dua juri tadi.
"Silakan, Drasha," katanya.
Lampu sorot mulai terpusat pada Drasha.
Hening sejenak.
Gadis itu menarik napas panjang lalu mengangkat biolanya. Dagu Drasha ditempatkan di chinrest. Jari-jarinya yang lembut menyentuh senar dan busurnya terangkat.
Drasha mulai memainkan biolanya.
Nada pertama meledak seperti panah. Tajam dan bersih. Sulit dipercaya itu berasal dari gadis desa seperti Drasha.
Teknik pizzicato, double-stop dan staccato kompleks bergema sempurna. Kecepatan jari gadis itu meliuk di sepanjang fingerboard seperti tarian maut. Temponya cepat, tapi kontrolnya luar biasa stabil.
Dan, detik itu juga semua juri dan penonton tercengang. Ruangan yang penuh bisik-bisik meremehkan tadi akhirnya diam total.
Bahkan anak-anak gold dan platinum yang merupakan anggota orkestra sekolah langsung duduk tegak. Mereka lebih memilih menggulir hape dari tadi, tapi saat mendengar permainan biola Drasha mereka fokus pada gadis desa itu.
"Paganini – Caprice No. 24," gumam Annalise, salah satu siswi platinum.
Ya, Drasha sedang memainkan lagu klasik legendaris yang disebut ‘kutukan' bagi pemain biola. Jika seseorang bisa memainkannya dengan baik, artinya tingkat virtuosonya sudah di level elit.
Pertanyaannya adalah kenapa bisa seorang gadis desa seperti Drasha, tidak ada riwayat bermain biola atau kursus sekali pun, bisa memainkan lagu tersebut dengan biolanya?
Dua juri serta penonton yang meremehkan Drasha tadinya benar-benar bungkam dengan penampilan gadis itu.
Di luar auditorium, Kayrell melangkahkan kakinya untuk masuk. Jujur, dia penasaran kenapa bisa cewek desa seperti Drasha punya biola limited edition seperti itu.
Begitu tiba di dalam sana, Kayrell dikejutkan dengan suara permainan biola yang begitu memukau.
Dia ikut hanyut dalam nada-nada itu.
Dan, betapa terkejutnya dia melihat siapa yang memainkan biola. Ya, Drasha.
Gadis itu terus menggesek senar biola dengan lihai.
Ketika Drasha menyelesaikan variasi terakhir dari komposisi brutal itu, dia menurunkan biolanya perlahan. Napasnya sedikit tersengal, tapi sorot matanya tajam. Lagi-lagi bukan seperti Drasha yang biasanya.
Suasana masih hening, mereka yang menyaksikan permainan biola Drasha seolah masih terkena efek hipnotis.
Dan, di antara keheningan itu, Rachelle bertepuk tangan bangga. Annalise sang anak platinum ikut menepuk tangannya juga, disusul oleh penonton lain.
Ruangan menjadi riuh dengan tepuk tangan tersebut.
Kayrell juga tak sadar dirinya menepuk tangan pelan.
Sementara itu, Drasha membungkuk sopan dan memasang senyumnya yang seperti biasa.
Dia memandang tajam sekilas seolah mengatakan 'ya, inilah gadis desa yang kalian remehkan'.
Setelah turun dari panggung, Drasha buru-buru kembali ke gedung kelas. Dia sambil menghubungi Rachelle kalau gadis itu ada urusan sebentar.
Begitu tiba di sana, dia menghampiri seorang petugas.
"Permisi, Pak."
"Ya, ada apa?"
"Loker saya rusak dan sepertinya ada yang sengaja membobol dan mencuri biola saya."
"Maaf, tapi bukankah itu biola kamu yang kamu tenteng."
"Iya, tapi maksud saya sebelumnya, Pak."
"Baik, saya akan bantu cek."
Beberapa saat kemudian, patugas tadi datang menghampiri Drasha di lokernya.
"Maaf, ternyata CCTV yang itu belum diperbaiki. Jadi masalah loker kamu dibobol atau tidak, tidak bisa dibuktikan."
Selalu saja begitu. Ini pasti kerjaan orang berduit lagi yang menyuruh anak buahnya sabotase CCTV.
"Lalu bagaimana dengan loker saya, Pak."
"Segera diperbaiki besok pagi."
"Baik, Pak. Terima kasih."
***
"Kalian ngapain aja sih!" kesal Queena. "Lagi dan lagi, rencananya gagal!"
"Kita juga nggak tau, Queena," kata Vinny.
"Iyah, kita udah beneran nyuruh orang buat buang biolanya Drasha, tapi entah kenapa bisa tiba-tiba nongol lagi," sambung Felly.
"Ergghhh... dah, gue pusing, kalian gak becus!" Queena yang mengenakan pakaian cheerleader melangkah kesal meninggalkan ruangan ganti.
***
Di sebuah ruangan kerja yang luas, Riovandra duduk di belakang meja sambil melihat data-data yang tampil di layar tabletnya.
Sesaat kemudian, seorang pria muda berpakaian formal masuk dan menundukkan kepala hormat.
"Bagaimana dengan progress pencarian anak saya, Drasha Ravery?"
"Maaf, Tuan, sampai sekarang para anggota intel yang Anda perintahkan masih belum menemukan jejak Nona Drasha."
Riovandra meletakkan tablet di meja dan menghela napas berat.
"Tidak ada petunjuk sedikit pun?"
"Tidak ada, Tuan. Tapi, apa saya bisa memberi sedikit pendapat?"
"Ya, silakan."
"Apa kita tidak mencoba mencari jejak mantan pelayan Alveroz yang bernama Rosalina sekaligus sahabat Nyonya Tamara, Tuan?"
"Kenapa?"
"Karena dari yang saya lihat, hilangnya Nona Drasha juga disusul oleh hilangnya Rosalina, Tuan."
"Tapi, Rosalina sudah tiada dan jejak digitalnya tidak ada sama sekali. Bahkan saya sendiri tidak bisa melacaknya. Dia hanya sempat diberitakan saat ditemukan bunuh diri di sebuah desa."
"Baik, Tuan, saya hanya memberikan pendapat."
"Tetap lanjutkan pencarian Drasha anak saya, tidak ada kata berhenti sampai keberadaannya benar-benar jelas."
"Baik, Tuan."
"Satu lagi."
"Iya, Tuan?"
"Booking suite hotel di depan opera Vienna dan siapkan segalanya untuk anniversary saya dan istri saya."
"Dimengerti, Tuan."
Selanjutnya, asisten itu pamit undur diri setelah menunduk hormat. Sementara, Riovandra menyugar rambutnya kasar.
Dia jadi mengingat lagi momen ketika dia kehilangan Drasha di sebuah taman hiburan. Andai waktu itu dia mendengarkan kata mendiang papanya untuk membawa pengawal, mungkin Drasha masih ada di sisinya sekarang.