Bismillah,
Kisah ini sekuel dari Pengobat Luka Hati Sang Letnan (Kisah Maslahat).
Ikuti FB Lina Zascia Amandia
WA 089520229628
Patah hati karena cinta dan hampir saja bunuh diri. Nyawa Aika hampir saja melayang, kalau saja tidak ada seorang pria arogan dan kasar menolongnya.
"Gila, kamu mau bunuh diri? Patah hati karena lelaki. Lelaki mana yang telah menghamilimu, biar aku kejar supaya menikahimu?" Serka Lahat menarik tubuh gadis itu ke dalam mobil bututnya.
Mobil itu berlari kencang menuju sebuah klinik. Tidak disangka penemuan itu, benar-benar merubah hidup Maslahat yang monoton dan betah membujang.
Lalu apa yang membuat Maslahat berubah, menemukan jodohnya, atau justru menikahi gadis putus asa yang diduganya hamil oleh pacarnya atau mendapat jodoh lain yang lebih baik? Temukan jawababnya di sini.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Deyulia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 22 Teguran Lahat
Aika kembali pada aktifitasnya. Dia bekerja seperti biasa. Hari-harinya belum ada perubahan, meskipun kini ia sudah menikah.
Kehidupan Aika kini berubah 180 derajat. Diawali diputuskan Yoda, putus asa mau bunuh diri karena patah hati, lalu tiba-tiba diselamatkan orang tidak dikenal, kemudian dinikahi oleh pria yang tidak dicintai dan masih asing, lalu ketika pernikahan itu berlangsung, dia dihadapkan dengan mantan kekasih yang sudah membuat dirinya di titik putus asa, kemudian dituntut melakukan kewajiban sebagai istri, padahal ia tidak menginginkan pernikahan itu.
Pikirannya kusut dan tidak konsentrasi sehingga terbawa ke dalam lingkungan pekerjaan. "Ai, kamu sejak masuk kerja, mbak lihat melamun saja, seperti banyak pikiran. Ada ada sih? Oh iya, maaf waktu itu mbak nggak bisa hadir di pernikahan kamu, soalnya hari itu kebetulan ada acara di rumah. Ini, mbak kasih kado saja sebagai gantinya." Moza meletakkan sebuah kotak kado di atas meja Aika.
"Oh, makasih Mbak, kenapa harus repot-repot?"
"Nggak, nggak repot, kok. Simpan saja."
"Makasih banyak, ya, Mbak."
"Kenapa sih kamu seperti orang sedih saja, padahal masih pengantin baru?" Moza berusaha mengorek info dari Aika yang terlihat murung.
"Tidak, Mbak. Aku hanya sedikit kurang enak badan."
"Apa asam lambung kamu kumat lagi?" Moza khawatir.
"Tidak. Asam lambung aku sudah mendingan sejak rajin minum godogan jahe, kunyit, campur madu."
"Syukurlah. Kalau begitu, jangan murung-murung. Pernikahan diawal harusnya membuat semua pengantin baru bahagia, terkecuali kalau pernikahan yang dipaksakan. Atau sepertinya murung kamu ini karena habis malam pengantin baru. Ha ha, biasanya sih ada juga yang begitu, murung karena masih sakit," cerocos Moza menduga-duga apa yang dirasakan Aika.
"Nggak kok, Mbak. Aku malah belum melakukan itu," ceplos Aika kelepasan, ia buru-buru tutup mulut.
"Oh ya? Masa sih? Kamu menolak atau sedang halangan atau memang belum siap karena tidak mencintai pria itu?" tebak Moza, lagi-lagi tebakannya ada yang tepat.
"Euhhh, aku, aku belum siap, Mbak," jawab Aika gugup.
"Kenapa? Halangan atau kamu nggak cinta sama suami kamu? Kok kamu bisa menikah kalau nggak cinta? Kalau mbak pasti menolak mati-matian jika dijodohkan dengan pria yang tidak dicintai daripada nanti dosa menolak ajakannya," cerocos Moza lagi.
Aika diam, dia bingung menjelaskan awal dari pernikahan dirinya dan Lahat, kalaupun diceritakan nanti takutnya panjang lebar dan jadi bahan cerita teman-temannya.
"Aku belum siap saja, aku masih gugup," jawab Aika asal.
"Kamu ini lucu, gugup itu kalau pria yang kamu nikahi hasil perjodohan. Mbak yakin kamu menikah karena perjodohan dan bukan dengan kekasih kamu itu, kan? Jangan kelamaan menolak suami, nanti bisa ngamuk. Sebab laki-laki kalau itunya tidak terpenuhi, bisa-bisa ngamuk. Kamu yang sabar, ya. Berusaha cintai suami kamu. Kamu pasti bisa," ujar Moza memberi semangat, lalu bergegas meninggalkan Aika yang tidak mau terbuka dengan masalah yang saat ini dia hadapi.
Aika menatap kepergian Moza, yang dinilainya seperti memiliki ilmu terawang, dia bisa menebak dengan tepat apa yang sedang ia alami. "Mbak Moza selalu tepat kalau menebak," gumamnya.
Aika bangkit lalu meninggalkan mejanya, ia memasuki taman bunga hebras yang indah, bunganya warna-warni. Di taman bagian inilah, pikirannya yang kusut sedikit terobati.
Jam 15.00 Wib, tiba saatnya pulang. Aika keluar dari Taman Puri Bunga. Motornya melaju pelan melewati jalan yang emperannya sudah mulai ditempati pedagang kaki lima. Aika sempat berhenti dan turun, ia menghampiri tukang bakso dan membeli bakso dulu di sana. Setelah itu motornya kembali melaju, menuju rumah orang tuanya, bukan ke rumah Lahat.
"Ai, kamu datang? Dengan siapa?" Bu Andini melihat ke belakang, mencari Lahat, tapi tidak didapatinya.
"Kamu sendiri? Ini pulang kerja langsung ke sini atau dari rumah ke sini?" lanjut Bu Andini masih keheranan.
"Assalamualaikum, Bu. Aika dari tempat kerja langsung pulang ke sini," jawab Aika mengucap salam terlebih dahulu.
"Waalaikumsalam. Kenapa kamu pulang ke sini? Maksud ibu tidak apa-apa ke sini asal sudah dapat izin dari suamimu. Kamu izin dulu, kan?" Bu Andini membiarkan Aika masuk walau hatinya penuh tanya dan rasa ragu.
"Bu, Aika beli bakso tiga bungkus, buat ibu dan bapak sama Mbak Aiko." Aika meletakkan tiga bungkus bakso di meja makan, lalu ia meraih mangkok untuk mewadahi baksonya.
"Ck, jawablah dulu kalau ibu bertanya. Lagian bapak dan Aiko belum pulang."
"Tidak apa-apa, Bu. Buat nanti saja, kalau sudah dingin tinggal dipanaskan. Aika mau makan bakso dulu, ya. Ada nasi nggak, Bu?" Aika sibuk mewadahi baksonya tanpa menggubris Bu Andini.
"Banyak di mejikom. Kenapa beli bakso, padahal ibu masak, lauk nasi di meja belum ada yang menyentuh karena bapak dan kakakmu belum pulang?" ujar Bu Andini seraya duduk menatap Aika yang sudah menduduki kursi makan.
Melihat gelagat Aika seperti itu, Bu Andini kurang suka, sepertinya Aika memang belum bisa menerima Lahat, tapi sikap Aika seperti ini sangat tidak baik, saat dirinya sudah bersuami, Aika justru pulang ke rumah orang tua tanpa izin.
"Aika makan dulu, ya, Bu. Ibu juga makan baksonya, nanti keburu dingin." Aika fokus dengan baksonya, kini dia mulai menyuap tanpa peduli dengan sang ibu yang risau dengan sikap Aika yang seperti ini.
"Hhhhhh."
Hanya helaan nafas yang terdengar dari Bu Andini, dia tidak lagi menyela Aika yang kini sedang makan.
"Ai, kamu tadi tidak izin mau ke sini pada suami kamu? Walau pernikahan kalian hanyalah keterpaksaan, tapi kamu harus tetap jaga sikap. Lahat itu suami kamu, dia orang baik. Kamu harus ingat, saat dia nolong kamu ketika kamu mau loncat pagar jembatan. Kalau tidak ada dia, kamu tidak akan berada di posisi sekarang ini. Ibu hanya mengingatkan pentingnya menghargai perasaan seseorang yang sudah berjasa besar pada kita," tutur Bu Andini setelah Aika menyelesaikan makannya.
"Aika memang tidak izin, Bu. Tapi Bang Lahat tidak akan apa-apa kok, orang dia tahu kalau Aika tidak mencintainya." Aika menjawab, tapi jawabannya membuat Bu Andini tersentak.
"Tapi, tetap saja kamu harus izin, minimal kasih tahu lewat WA. Supaya dia tidak khawatir."
"Bang Lahat tidak akan khawatir Bu. Ya sudah, kalau begitu Aika pamit, ya. Assalamualaikum." Aika bangkit lalu bergegas menuju keluar. Tidak lama suara motornya terdengar, Aika sudah pergi.
"Waalaikumsalam. Ya Allah Aika, semoga kamu cepat diberi kesadaran," gumam Bu Andini penuh harap.
*
*
Motor Aika sudah berada di depan halaman rumah Lahat. Di sana Lahat berdiri dekat muka pintu, matanya menatap kedatangan Aika dengan sorot mata kecewa.
"Kamu dari mana, kenapa aku hubungi telponnya tidak diangkat? Kamu pulang bekerja ke mana dulu, kenapa tidak kasih tahu aku? Jangan buat aku khawatir, karena kamu sudah menjadi istri aku," tegur Lahat tanpa melepas tatapan tajamnya.
"Aku hanya dari rumah ibu," jawabnya, dia pikir Lahat tidak akan peduli, Aika juga sedikit terkejut ternyata Lahat tadi menghubunginya. Pantas saja tadi Hp nya bergetar, tapi dia tidak menghiraukan karena sedang makan bakso di rumah ibunya.
"Lain kali, kalau pulang kerja dan kamu mau mampir ke rumah ibumu, kasih tahu aku dulu, agar aku tidak risau," peringat Lahat seraya membiarkan Aika masuk ke dalam. Lahat masih sabar dan memaklumi, tapi entah jika sebulan dari itu, dia tidak mungkin membiarkan Aika bersikap seenaknya.
coba komunikasi yg bener..kata BPK jgn egois kan??
Luluhkan bang hati istrimu...
raihlah kebahagiaan mu bang, buat aika tergila-gila padamu 😄😄😄