NovelToon NovelToon
Gerbang Tanah Basah: Garwo Padmi Dan Bisikan Malam Terlarang

Gerbang Tanah Basah: Garwo Padmi Dan Bisikan Malam Terlarang

Status: sedang berlangsung
Genre:Misteri / Poligami / Janda / Harem / Ibu Mertua Kejam / Tumbal
Popularitas:9.7k
Nilai: 5
Nama Author: Hayisa Aaroon

Di Era Kolonial, keinginan memiliki keturunan bagi keluarga ningrat bukan lagi sekadar harapan—melainkan tuntutan yang mencekik.
~
Ketika doa-doa tak kunjung dijawab dan pandangan sekitar berubah jadi tekanan tak kasat mata, Raden Ayu Sumi Prawiratama mengambil jalan yang tak seharusnya dibuka: sebuah perjanjian gelap yang menuntut lebih dari sekadar kesuburan.
~

Sementara itu, Martin Van der Spoel, kembali ke sendang setelah bertahun-tahun dibayangi mimpi-mimpi mengerikan, mencoba menggali rahasia keluarga dan dosa-dosa masa lalu yang menunggu untuk dipertanggungjawabkan.

~

Takdir mempertemukan Sumi dan Martin di tengah pergolakan batin masing-masing. Dua jiwa dari dunia berbeda yang tanpa sadar terikat oleh kutukan kuno yang sama.

~

Visual tokoh dan tempat bisa dilihat di ig/fb @hayisaaaroon. Dilarang menjiplak, mengambil sebagian scene ataupun membuatnya dalam bentuk tulisan lain ataupun video tanpa izin penulis. Jika melihat novel ini di

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hayisa Aaroon, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

6. Johanna van der Spoel

Sumi terdiam sejenak, memikirkan tawaran itu. Sistem bagi hasil memang cukup lumrah di kalangan usaha perkebunan dan perikanan. Namun ada masalah besar yang tidak bisa ia ungkapkan pada Martin.

Ritual yang ia jalankan mengharuskannya mandi tanpa sehelai benang pun di sendang itu. Jika tanah itu hanya berstatus pinjaman, siapa yang bisa menjamin bahwa Martin atau pekerja-pekerjanya tidak akan datang tiba-tiba? 

Belum lagi fakta bahwa tanah itu masih menarik perhatian pemiliknya. Tidak, ia butuh kepastian penuh bahwa tidak akan ada yang mengganggu ritualnya.

"Saya berterima kasih atas tawaran yang sangat baik itu, Tuan Martin," Sumi akhirnya berkata dengan suara lembut namun tegas. "Namun, maaf, saya kurang nyaman jika tanah itu bukan milik saya sepenuhnya. Saya tidak akan leluasa mengembangkan usaha jika harus selalu memikirkan bagi hasil dengan pihak lain."

Martin tampak kecewa. Ia meletakkan pena yang dipegangnya dan menyandarkan tubuh ke kursi.

"Sayang sekali," katanya. "Tapi saya mengerti keberatan Anda."

Sumi mengangguk sopan dan mulai bangkit dari kursinya. "Kalau begitu, saya permisi dulu. Terima kasih atas waktu dan jamuan Tuan. Jika suatu saat nanti Tuan berubah pikiran, tolong kesediaan Tuan memberi kabar, saya akan membeli tanah itu dengan harga tinggi. Berapapun yang Anda minta."

Martin terdiam, menatap Sumi dengan tatapan menyelidik, ia mulai merasa tujuan perempuan cantik ini bukan hanya sekedar tanah.

"Maaf, Raden Ayu,” ucap pemuda itu akhirnya, masih belum beranjak dari kursi meski sang tamu telah bersiap pergi. “Saya tidak akan menjual tanah itu, berapapun harga yang Anda tawarkan. Saya baru kembali dari Belanda karena tanah itu. Sepertinya tujuan kita sama, bukan hanya sekedar potensi usaha. Karena jika hanya ingin membuka usaha perikanan, saya rasa Anda berlebihan dengan tawaran tinggi untuk tanah yang dikutuk. Sebenarnya, apa tujuan Anda dengan tanah itu?"

Sumi terkejut, namun tetap berusaha tenang, ia berlagak menatapnya bingung. “Maaf, Tuan. Saya sudah menjelaskan tujuan saya di awal.”

Martin mendengkus. "Saya tidak bodoh, Nyonya. Kenapa tidak jujur saja? Mungkin kita bisa bekerja sama. Orangtua saya sebenarnya melarang saya kemari, tapi ada hal-hal tentang keluarga kami yang menyangkut tanah itu dan saya sedang menyelidikinya."

Ia berhenti sejenak, menatap kebimbangan di wajah perempuan cantik itu. "Sebenarnya saya sedang bingung memikirkan harus memulai dari mana. Saya sudah mencari pekerja untuk membuka kembali tanah itu, tapi tidak ada yang berani, bahkan dengan upah tinggi yang saya tawarkan."

Martin menegakkan punggung, menatap Sumi dengan sorot mata lelah. "Jadi kedatangan Anda benar-benar seperti angin segar bagi saya. Tapi sayang sekali jika Anda tidak bisa diajak bekerja sama."

"Apa yang sebenarnya Tuan cari di tanah itu?" tanya Sumi, rasa penasarannya terusik.

Martin menggeleng pelan. "Saya tidak bisa menjelaskannya sekarang. Ini ... terlalu rumit."

Ia terdiam sejenak, lalu melanjutkan. "Yang bisa saya katakan, saya sudah membabat belukar tinggi di jalanan setapak menuju sendang itu, dengan tangan saya sendiri. Setidaknya sekarang akses ke sana sedikit lebih mudah."

Sumi mengangguk, tiba-tiba paham mengapa jalur menuju sendang tidak sesulit yang ia bayangkan. Ternyata Martin sudah membersihkannya terlebih dahulu.

Melirik jam besar di sudut ruangan, Sumi menyadari waktu sudah cukup siang. Ia ada undangan yang harus dihadiri siang ini.

"Saya harus kembali sekarang, Tuan Martin," ucapnya dengan nada menyesal. "Ada undangan yang harus saya penuhi. Tapi saya akan memikirkan lagi tawaran Tuan. Mungkin kita bisa menemukan cara yang menguntungkan kedua belah pihak."

Martin berdiri, tampak sedikit lebih bersemangat. "Tentu, Raden Ayu. Saya harap kita bisa bertemu lagi untuk membicarakan hal ini."

Dengan sikap sopan seorang Belanda terpelajar, ia mengantarkan Sumi hingga ke pintu depan. Para pelayan segera bergegas menyiapkan kereta kuda yang masih menunggu di halaman.

"Sampai jumpa, Raden Ayu," ucap Martin, membungkuk sopan. "Semoga perjalanan Anda menyenangkan."

Sumi mengangguk dan tersenyum tipis. "Sampai jumpa, Tuan Martin. Terima kasih atas keramahan Anda."

Saat kereta mulai bergerak meninggalkan kediaman Van der Spoel, Martin terus memandangi arah kepergian Sumi. 

Ada sesuatu yang familiar dari perempuan bangsawan itu, tapi ia tidak bisa mengingatnya dengan pasti. 

Yang jelas, ia benar-benar salut dengan keberanian perempuan Jawa itu, membeli sendang yang bahkan penduduk lokal pun enggan mendekatinya.

Dengan langkah pelan, Martin kembali ke ruang kerjanya di lantai dua rumah utama. Ruangan itu lebih mirip perpustakaan kecil, dengan rak-rak buku yang menutupi hampir seluruh dinding. 

Di tengah ruangan terdapat meja kayu besar yang penuh dengan tumpukan dokumen dan foto-foto lama.

Ia kembali duduk di kursinya, melanjutkan apa yang tadi digelutinya sebelum kedatangan Sumi. 

Di atas meja terbentang berbagai dokumen lama—foto-foto hitam putih yang menunjukkan sendang Kedung Wulan sebelum ditutup, peta tanah keluarga Van der Spoel, dan beberapa surat tulis tangan dalam bahasa Belanda.

Martin mengambil salah satu foto yang menunjukkan sendang dengan dua patung batu di sisi kanan dan kirinya. Patung-patung itu tampak seperti penjaga, dengan wajah yang sudah aus dimakan waktu. 

Di foto lain, terlihat pagar batu tinggi yang mengelilingi area sendang, dengan gerbang besar yang dihiasi ukiran-ukiran rumit. Kini, pagar dan gerbang itu sudah ambruk, tertutup semak dan pepohonan.

Ia juga memperhatikan sebuah buku harian tua—milik kakaknya, Johanna—yang halaman-halamannya sudah menguning. 

Beberapa halaman terakhir berisi tulisan tangan yang semakin tidak teratur, seolah ditulis dengan terburu-buru atau dalam keadaan panik.

Selain itu, ada juga catatan-catatan dari pendeta lokal yang pernah memberkati area sendang setelah kematian Johanna, laporan dari dokter Belanda tentang kondisi mayat Johanna, dan salinan legenda-legenda lokal tentang Kedung Wulan yang dikumpulkan oleh ayahnya.

Martin menyandarkan kepala ke sandaran kursi, merasa buntu. Orangtuanya terus memintanya kembali ke Belanda. 

Ia sudah lulus kuliah di Universitas Leiden, seharusnya ia bisa mencari pekerjaan yang layak di Belanda dan melupakan masa lalu keluarganya.

Namun, mimpi-mimpi itu terus mengganggunya. Kelebatan mimpi buruk yang sama, berulang hampir setiap malam. 

Mimpi tentang sendang gelap, suara-suara wanita yang memanggil namanya, dan sosok-sosok bertempurung yang berenang-renang di kedalaman air.

Martin mengusap rambut bergelombangnya yang sedikit berantakan. Matanya merah dan berkantung, jelas menunjukkan kurangnya tidur. 

Ia telah berkonsultasi dengan berbagai dokter di Belanda, bahkan mencoba terapi hipnosis, namun mimpi-mimpi itu tidak kunjung berhenti.

Tubuhnya terasa lelah. Bukan hanya karena kurang tidur, tapi juga karena beban mental yang ia pikul selama bertahun-tahun. 

Sesuatu menariknya kembali ke Hindia-Belanda, ke sendang terkutuk yang telah merenggut nyawa banyak orang.

Dan kini, ada seorang Raden Ayu yang juga tertarik pada tanah itu. Kebetulan yang terlalu aneh untuk diabaikan.

Martin Van der Spoel akhirnya bangkit dari kursi. Sudah berjam-jam sebelum Sumi menemuinya, ia duduk di ruang kerja itu, mengamati dokumen-dokumen usang tanpa hasil yang berarti. Kepalanya berdenyut, matanya perih.

"Cukup," gumamnya, menutup buku catatan kakaknya yang penuh tulisan tak beraturan.

Ia berjalan ke beranda, mengusap rambut bergelombangnya yang berantakan. Dari lantai dua rumahnya, ia bisa melihat ke arah selatan—arah Kedung Wulan. Sesuatu tentang tempat itu terus memanggilnya.

"Naryo!" panggilnya pada seorang jongos yang kebetulan lewat di bawah.

Pria pribumi itu bergegas naik. "Ya, Tuan?"

"Apa kau sudah mendapatkan pekerja yang berani membantuku membersihkan tempat itu?"

1
ian
tak tahu balas budi kamu yemm
ian
gimana rasa cemburu kang ???
puaaanaaaskan
Fetri Diani
sebagai istri nomor tiga yg selalu dinomor tiga kan.... lahh.. salahnya dimana jal yem? /Facepalm/ ada2 sj ndoro otor ini. /Joyful/
ian
pariyeeeeemmm kamu cari ulah sama emak2 netizen
ian
hadeuuh
Nina Puspitawati
kurangggggg....makin penasaran
Alea 21
Matur suwun up nya ndooroo..
Nina Puspitawati
face the world
Nina Puspitawati
semangat Sumi 😘
🍭ͪ ͩ💜⃞⃟𝓛 S҇ᗩᑎGGITᗩ🍒⃞⃟🦅
ndoro ayu sosok priyayi yg benar2 berdarah ningrat
ian
pedihnya sumi berasa sampai sini
Ratna Juwita Ningsih
aku sih dukung Sumi cerai... tapi aku takut dilaknat Allah...🤗
Jati Putro
Ndoro ayu Sumi nasib nya kurang mujur ,
suami nya banyak istri
mungkin yg mandul Raden Soedarso sendiri
Okta Anindita
semangat Raden Ayu..jangan mau turun derajat,,ihhh apaan dari garwo padmi kok jadi garwo ampil,pasti makan hati banget
Rani
koyoe sing mandul sing lanang.nanti kalau cerai kan biar ketahuan.Retno gak punya2 anak.dan ternyata Pariyem hamil boongan.ben malu sisan Ndoro Ibune.jebule anak e dewe sing mandul
Tati st🍒🍒🍒
kalau g cerai terus hamil anak martin nanti jadi petaka,kalau ketauan ...cerai jadi cibiran dan hinaan...tapi kalau aku lebih baik cerai sih😅
Tati st🍒🍒🍒
istrimu baru dideketin martin aja kamu udah g suka,apakabar sumi yg di madu dah pasti hatinya sakit,perih
🍵𝒚𝒂𝒚𝒖𝒌 𝒋ᷟ𝒖ⷽ𝒐ᷟ𝒔ⷽ𝒔๎🦈
mgkin martin kebahagian mu to ntah lah suka2 author nya mau gimna yaaa kann
🍵𝒚𝒂𝒚𝒖𝒌 𝒋ᷟ𝒖ⷽ𝒐ᷟ𝒔ⷽ𝒔๎🦈
idihhh istri mana yg mau di madu terang2an mending mundur lah org selir aja udh 2 trp nglah ini mau nambah lagi dann apa mau di turunin jd seli mndg kaur aja mndg sm martin aja klo gtu
🍵𝒚𝒂𝒚𝒖𝒌 𝒋ᷟ𝒖ⷽ𝒐ᷟ𝒔ⷽ𝒔๎🦈
nahh ndoro ini bikin dag dig dug deh bacanya
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!