Sebuah Cinta mampu merubah segalanya.Begitulah kiranya yang akan dirasakan Mars dalam memperjuangkan cinta sejatinya.
gaya hidup Hura Hura dan foya foya berlahan mulai ia tinggalkan, begitu juga dengan persahabatan yang ia jalin sejak lama harus mulai ia korbankan.
lalu bisakah Mars memperjuangkan cinta yang berbeda kasta, sedangkan orang tuanya tidak merestuinya.
Halangan dan hambatan menjadi sebuah tongkat membuatnya berdiri tegak dalam memperjuangkan sebuah cinta.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yunsa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 6
Bara yang hendak masuk mobil pun kembali menutupnya. Ia melihat Mars sedang terlibat pembicaraan dengan seorang gadis yang sudah beberapa hari ini menjadi topik pembicaraan mereka, bahkan bulan lalu jika di perhitungkan.
"Hai Amara.." sapa Bara. Walaupun belum berkenalan secara resmi, Bara sudah sok akrab saja, dan menganggap Amara seperti bagian dari persahabatan mereka. Padahal sebelumnya sangat sulit untuk bisa masuk ke circle pertemanan mereka, karena hanya kaya saja tidak mudah untuk bisa masuk kategori.
Siapapun yang kuliah di Universitas ini, pasti sangat mengenal dengan baik, siapa Mars, Bara dan juga Clara. Bara adalah adalah sahabat Mars yang paling setia sejak ia masih kecil, karena memang orang tua mereka juga berteman baik. Tidak ada satu rahasia pun yang terlewatkan oleh Bara tentang Mars, begitu juga dengan Mars yang mengetahui semua tentang Bara. Mereka adalah anak dari pengusaha yang terpandang dan ketampanan yang berkharisma mereka menjadi pusat perhatian para kaum hawa, yang membuat mereka menganggap wanita hanya sebagai pakaian saja, bisa ia gunakan jika suka dan melepaskan jika bosan. Namun hal tersebut tidak membuat para kaum hawa kecewa dan menolak cinta, mereka justru sangat menantikan kapan giliran mereka bisa di dekati oleh mereka.
Tak terkecuali Clara, dia adalah satu satunya gadis yang bisa memerintah kedua pria itu dengan santai, karena sejak kecil pertemanan mereka sudah terjalin. Terlebih Clara adalah putri tunggal seorang designer ternama, namun. Sayang ayahnya sudah lama meninggal membuat Bara dan Mars lebih menjaga perasaan Clara sesuai janji mereka pada Ibunya Clara untuk ikut menjaga putrinya jika ia sedang di luar negeri.
Amara hanya mengangguk senyum ketika Bara menyapanya karena ia tidak terbiasa berteman dengan banyak orang terlebih seorang pria.
"Heeei... Amara. Apakah kamu mau ikut gabung bersama kami untuk minum kopi bersama. Ya... Kita bisa cerita cerita bersama untuk melupakan sedikit stres karena pelajaran hari ini." ucap Clara yang ikut nimbrung. Karena ketika ia melihat Amara berbicara dengan Mars membuat Clara menatap terus kearah Amara.
"E.. Tidak terima kasih." jawab Amara cepat. Bagaimana pun ia sangat takut bergabung dengan para senior terpopuler itu, terlebih ia juga sadar diri dengan keadaannya yang hanya seorang anak penjaga apartemen dan pembantu saja, rasanya tidak pantas untuk bisa duduk satu meja dengan mereka.
"Kenapa Amara? Apa kamu takut pacarmu marah?" ucap Bara memancing privasi Amara
"Tidak bukan begitu. Aku tidak punya pacar." jawab Amara gugup. Ia juga bingung bagaimana cara menjelaskan jika ia tidak pantas bisa masuk menjadi teman mereka.
"Kalau begitu ikut saja. Sebentar saja." rayu Bara sambil membuka pintu mobil Mars yang sejak tadi justru diam saja, namun terus menatap wajah Amara.
"Tidak terima kasih. Aku sudah berjanji pada Ayahku untuk pulang tepat waktu." sanggah Amara lagi untuk menggagalkan keikutsertaan nya.
"Dimana rumahmu?" tanya Clara
"Eee... Jalan Residence empat." jawab Amara, ia takut kenapa ia merasa terintimidasi di sini.
"Kebetulan sekali kita juga akan kesana, coffe shop tempat langganan kami di sana." jawab Clara.
"Ayolah Amara. Sebentar saja." ucap Bara sambil memegang kedua pundak Amara dan menggiring nya untuk masuk ke dalam mobil Mars.
"Kamu harus berterima kasih padaku untuk ini." bisik Bara pada Mars yang diikuti dengan satu kedipan mata dari Bara untuk Mars.
"Ayo cantik kita berangkat." pinta Bara dengan merangkul pinggang Clara untuk diajak ke dalam mobilnya.
Mars tersenyum pada Amara ketika ia juga sudah berada di mobil. Bahkan Mars ikut membantu Amara memakai sabuk pengaman untuknya.
"Dari mana Mars mengenal Amara?" tanya Clara pada Bara ketika mereka sudah melajukan kendaraan, dengan Bara sebagai sopirnya dan Clara duduk di sebelahnya.
"Entahlah." bohong Bara sambil mengangkat bahunya.
"Ayolah Bara." cecar Clara, karena ia nyakin jika Mars sudah bercerita pada Bara.
"Aku bukan Ayahnya, juga bukan Ibunya, Clara." jawab Bara asal
"Tapi Mars pasti sudah bercerita terlebih dahulu padamu dibandingkan dengan orang tuanya, Bara." jawab Clara. Karena memang Mars tidak dekat dengan kedua orang tuanya. Terlebih pada Mamanya, ingatan buruk tentang Mamanya di masa lalu membuat Mars membenci Mamanya, dan tidak mau berlama lama jika bertemu dengan Mamanya sampai dewasa ini. Sedangkan Papanya adalah pembisnis yang kaya, hidupnya sangat sibuk, terlebih ia suka dengan dunia malam, membuatnya jarang sekali berinteraksi dengan Mars.
"Sudahlah jangan terlalu di pikirkan hal kecil seperti itu cantikk." ucap Bara sambil meraih dan mencium tangan Clara, membuat Clara menarik kembali tangannya dan terlihat sekali jika Clara kesal dengan Bara karena tidak menjawab pertanyaan darinya dengan baik.
"Menurutmu apa Mars akan berkencan dengan Amara?" tanya Clara lagi karena dirinya masih penasaran dengan kedekatan Mars dan Amara.
"Entahlah. Kita lihat saja." jawab Bara enteng dan santai sambil mengemudi
"Ya, aku berani bertaruh jika itu tidak akan berlangsung lama seperti yang sudah sudah." jawab Clara, sedangkan Bara menoleh pada Clara hanya dengan senyuman kecut kemudian kembali mengemudi dengan baik.
Di mobil berbeda Amara hanya menunduk dengan memainkan jemarinya, karena ia sedang bingung bagaimana cara menolak ajakan itu. Sungguh ia sedang akan mempermalukan diri sendiri saja jika memaksakan untuk ikut. Namun ia sendiri tidak tahu alasan apa yang harus ia berikan pada Mars dan teman temannya. Walaupun di sisi lain Amara juga ingin bisa berteman dengan para senior kampus terpopuler itu. Tidak ada percakapan di mobil hanya sesekali pandangan mereka beradu membuat mereka tersenyum satu sama lain, karena sejak tadi Mars curi curi pandang sedangkan Amara yang merasa di pandang pun menengok. Mereka bagaikan seorang anak kecil yang baru merasakan cinta monyet, hanya berani memandang dan tersipu ketika bersitatap tanpa bisa berbicara.
Mars menghentikan mobilnya di sebuah parkiran sebuah coffe shop. Bisa di lihat dari tempatnya jika itu adalah tongkrongan para anak muda yang kaya, karena ada ruangan yang tertutup dan ber AC bahkan ada pula yang untuk privat room.
"Kita sudah sampai." ucap Mars sambil membuka sabuk pengaman miliknya.
Amara sendiri melihat sekeliling, tangan begitu dingin karena ia sedang takut. Ia masih belum tahu harus bagaimana dan alasan apa supaya bisa pergi sana dan kabur.
"Amara...." panggil Mars ketika melihat Amara melamun menatap ke kaca melihat sekeliling tempat itu, terkesan mewah dan sebenarnya adalah tempat yang sangat nyaman untuk bersantai jika ia mempunyai banyak uang. Wajah Amara pun begitu pucat, dan juga ia seperti sedang berkeringat dingin menahan perasaannya yang sedang bercampur aduk saat ini.